Pilkada Jakarta, Hasil Survei RK-Pramono Salip Menyalip
JAKARTA - Pilkada Jakarta bakal berlangsung ketat. Berdasarkan hasil survei LSI dan Poltracking, elektabilitas Ridwan Kamil dan Pramono Anung salip menyalip.
Hasil survei Poltracking Indonesia yang dilakukan pada 10-16 Oktober 2024 memperlihatkan, elektabilitas Cagub No.1 Ridwan Kamil (RK) tembus 54,8 persen. Unggul jauh dari Cagub No.3 Pramono Anung yang meraih 32,9 persen. Adapun Cagub No.2 Dharma Pongrekun hanya mendapat 4,1 persen.
Sedangkan, dari sisi cawagub, elektabilitas Cawagub No.3 Rano Karno mencapai 49 persen. Disusul Cawagub No.1 Suswono 33,7 persen, dan Cawagub No.2 Kun Wardana harus puas dengan 4,2 persen.
Poltracking juga menanyakan paslon yang dipilih jika saat ini berada di bilik suara. Hasilnya, elektabilitas RK-Suswono 51,6 persen, Pramono-Rano 36,4 persen, dan Dharma-Kun 3,9 persen.
Melihat data ini, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR menilai, peluang satu putaran terbuka lebar, meski elektabilitas RK-Suswono baru 51,6 persen. “Karena sangat mepet dengan angka margin of error, peluang 2 putaran masih tetap terbuka,” kata Hanta, saat memaparkan hasil surveinya, di Jakarta, Kamis (24/10/2024).
Hanta melihat tren elektabilitas RK-Suswono dan Pramono-Anung mengalami kenaikan dari September ke Oktober. RK-Suswono dari 47,5 persen menjadi 51,6 persen, atau ada kenaikan 4,1 persen. Sementara Pramono-Rano dari 31,5 persen menjadi 36,4 persen, atau naik 4,9 persen.
Tren survei paslon nomor 1 dan 3 sama-sama naik. Kenaikan paslon nomor 3 lebih tinggi sedikit,” tutup Hanta.
Sehari sebelumnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) juga memaparkan hasil survei Pilkada Jakarta. Menurut LSI, elektabilitas Pramono-Rano mencapai 41,6 persen. Sementara RK-Suswono 37,4 persen. Adapun Dharma-Kun hanya 6,6 persen.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan menyebut, keunggulan Pramono belum signifikan, lantaran selisih 4 persen. Sedangkan margin of error survei ini 2,9 persen.
“Jadi, secara statistik Pramono dengan Ridwan Kamil ini sama kuat pada saat ini,” urai Djayadi, Rabu (23/10/2024).
Ia turut membandingkan tren elektabilitas ketiga paslon dengan tiga survei sebelumnya. Pertama, survei LSI pada 6-12 September. Kedua, Poltracking pada 9-15 September. Ketiga, Charta Politika pada 19-24 September.
Penuturan Djayadi, dari hasil yang dipublikasikan, elektabilitas Pramono-Rano mengalami tren kenaikan. Sementara RK-Suswono justru turun.
Bagaimana tanggapan RK? Mantan Gubernur Jawa Barat ini enggan merespons elektabilitasnya yang disalip Pramono dalam survei LSI.
“Mending bahas survei Poltracking, sudah itu aja. Sudah liput Poltracking belum? Ya sudah itu dulu. Soalnya nggak relevan nanti jawabannya,” kata RK, di Jakarta Barat, Kamis (24/10/2024).
Menurutnya, setiap lembaga survei memiliki instrumen yang berbeda. Karena metode survei beda, sampling juga beda. Karena itu tidak pernah ada survei yang sama.
Apapun hasil surveinya, kata RK, pihaknya akan tetap bekerja hingga akhir waktu. “Misalkan besok ada rilis, surveinya bagus hasilnya, jawaban saya juga sama. Saya akan terus melakukan kegiatan sampai akhir masa kampanye,” tegas mantan wali kota Bandung ini.
Sementara, Pramono optimis, menatap hasil survei terhadap dirinya. Ia bahkan meyakini elektabilitasnya bisa naik hingga 48 persen. Faktor penentunya adalah swing voters.
Pramono mengacu pada hasil survei LSI yang menunjukkan elektabilitasnya 41,6 persen. Dalam survei itu, ada 14,4 persen pemilih belum menentukan pilihan. “Jika dihitung secara proporsional, elektabilitas mereka bisa mencapai 48 persen,” ujarnya, di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).
Meski begitu, Pramono menyebut, hasil survei tidak boleh mengurangi semangat kerja tim. Ia memastikan, akan terus blusukan untuk memanfaatkan waktu yang kini tersisa satu bulan.
“Beberapa tempat akan kami lakukan penebalan aktivitas yang lebih, karena memang perlu kehadiran saya ataupun Bang Doel di tempat-tempat itu,” tutur Pramono.
Lalu apa tanggapan pengamat soal beda hasil survei LSI dan Poltracking? Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengatakan, perbedaan hasil lembaga survei bukan masalah besar. Karena keduanya punya potensi benar.
Pertama, kata dia, setiap elektabilitas yang disampaikan lembaga survei belum tentu murni. Bisa saja, karena responden dibatasi, misalnya di lingkup kelompok, waktu, atau lokasi.
“Publikasi survei tentu bukan persoalan apakah kemudian ketika terjadi perbedaan di antara dua lembaga itu salah satunya salah, bukan. Tetapi dua-duanya benar, hanya persoalan tafsir saja,” ulas Dedi saat dihubungi, tadi malam.
TangselCity | 5 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Nasional | 9 jam yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 9 jam yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu