Bansos Rp 17 T Tak Tepat Sasaran

JAKARTA - Bantuan sosial (bansos) senilai Rp 17 triliun tidak tepat sasaran. Untuk mengatasi hal ini, Pemerintah melakukan digitalisasi tata kelola penyaluran bantuan sosial.
Besarnya angka bansos yang tidak tepat sasaran ini, disampaikan Badan Komunikasi Pemerintah, dalam unggahan di akun Instagram @pco.ri dan @kemensosri, Jumat (19/9/2025). Dalam unggahan itu, ditampilkan data grafis soal bansos yang tidak tepat sasaran.
“45 persen bansos PKH (Program Keluarga Harapan) dan sembako tidak tepat sasaran,” demikian data yang ditampilkan di bagian pertama. Jika dirupiahkan, jumlah ini sangat besar. Mencapai Rp 14 triliun-Rp 17 triliun.
Dalam unggahan itu disebutkan, hasil pemutakhiran data kemiskinan melalui Data Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dengan memperhatikan pengecekan lapangan, menunjukkan banyaknya yang tidak layak menerima bansos. Untuk PKH, yang tidak layak sebanyak 616.367 Keluarga Penerima Manfaat (PKM). Sedangkan untuk bansos sembako, 1.286.066 KPM.
Dalam keterangan di unggahan tersebut, Badan Komunikasi Pemerintah menyatakan pentingnya pemanfaatan teknologi digital secara optimal untuk mendukung pengentasan kemiskinan.
Masih banyaknya penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran menjadi alasan utama Pemerintah untuk segera membenahi sistem yang ada," tulis keterangan tersebut.
Pemerintah tengah melaksanakan proyek percontohan Perlindungan Sosial (Perlinsos) Digital dengan pemutakhiran Identitas Kependudukan Digital (IKD) di Banyuwangi, Jawa Timur. Pemerintah menyebut program itu sekaligus juga untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia yang lebih tepat sasaran.
Plt Kepala Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Joko Widiarto mendukung penuh digitalisasi bansos. Dia menerangkan, melalui portal Perlinsos, akan semakin memudahkan masyarakat mengajukan bantuan.
Joko mengatakan, Kemensos sudah memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi mensukseskan program Pemerintah. Khususnya bagi yang miskin dan belum menerima bansos.
"(Program) ini lebih mudah lagi. Bisa tinggal foto-foto, bisa mendaftar. Upaya digital juga terus kita kembangkan, bekerja sama dengan dinas lain, supaya bansos tepat sasaran," kata Joko.
Melalui skema baru ini, warga penerima manfaat dapat mendaftar langsung melalui portal Perlinsos dengan otentikasi IKD dan verifikasi biometrik.
Joko menerangkan, proyek percontohan di Banyuwangi menjadi langkah awal transformasi digital layanan publik melalui pemanfaatan Digital Public Infrastructure (DPI), yang mencakup identitas digital, pembayaran digital, dan pertukaran data.
Percontohan ini difokuskan pada bansos melalui portal Perlinsos, karena dampaknya langsung dirasakan masyarakat. Masyarakat yang tidak memiliki ponsel akan dibantu oleh 167 Pendamping Keluarga Harapan (PKH) Kemensos dan 25 Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) untuk mengikuti proses pendaftaran di Desa Kemiren dan Kelurahan Lateng.
Uji coba ini menargetkan 640 ribu keluarga dari kelompok ekonomi terbawah (desil 1–5) Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Dalam satu bulan ke depan, setidaknya 300 ribu kepala keluarga diharapkan sudah teregistrasi. Data tersebut akan menjadi dasar evaluasi sebelum program diperluas secara nasional.
“Ini hanya uji coba. Kalau kemudian ini solid datanya, solid evaluasinya mungkin kita bisa merekomendasikan untuk di roll out nasional," kata Direktur Eksekutif Bidang Sinkronisasi Kebijakan Program Prioritas Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Tubagus Nugraha, Jumat (19/9/2025).
Direktur NEXT Indonesia Herry Gunawan menyebut, selama ini memang banyak bansos yang tidak tepat sasaran. Dia mencatat, banyak masyarakat dari desil 7-10 atau masyarakat golongan menuju kelas menengah hingga kelas atas masih ada yang menikmati bansos. Termasuk dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Herry menegaskan, pemutakhiran data penerima menjadi penting agar penyalurannya tepat sasaran. Dia juga usul agar Pemerintah memiliki sistem pengawasan dan monitoring yang baik.
“Kalau ada penerima manfaat sudah keluar dari golongan yang harus disubsidi, maka bantuannya mesti berbeda. Misalnya jadi kredit usaha semacam KUR. Dengan demikian, ada keberlanjutan,” sarannya.
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu