TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Sidang Praperadilan Bendahara Umum PBNU

KPK Dibela Kejagung

Oleh: RM/AY
Rabu, 20 Juli 2022 | 11:51 WIB
Mardani Maming. (Ist)
Mardani Maming. (Ist)

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) membela Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digugat Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mardani Maming.

Kejagung menegaskan, kasus yang diusut KPK berbeda dengan kasus yang tengah ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Selatan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, antaraparat penegak hukum selalu berkoordinasi agar perkara yang ditangani tidak tumpang tindih.

“Sudah sering kita lakukan (koordinasi) di beberapa kasus dan berjalan sejak lama, tidak ada masalah. Ada MoU (Memorandum of Understanding) antara Kepolisian, Kejaksaan dan KPK,” ujar Ketut.

Dengan adanya MoU ini, tidak terjadi penanganan perkara ganda. Termasuk kasus dugaan suap dan gratifikasi penerbitan izin tambang yang menjerat Mardani, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Sehingga, menurut Ketut, keputusan KPK menetapkan Mardani — yang kini Bendahara Umum PBNU — sebagai tersangka, sah di mata hukum. Lantaran tidak ada tumpang tindih perkara.

“(Perkaranya) beda, tidak ada kaitannya,” tandas Ketut.

Kejati Kalsel mengusut suap dan gratifikasi pengurusan izin tambang mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.

Perkara ini telah diputus Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin. Dwidjono divonis 2 tahun penjara. Kini tengah proses banding.

Dalam sidang gugatan praperadilan, Mardani melalui kuasa hukumnya mempersoalkan penetapan tersangka yang dilakukan KPK. Dianggap tidak sah, karena kasus ini masih ditangani kejaksaan. Belum berkekuatan hukum tetap.

Tim kuasa hukum yang di antaranya mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto dan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, memaparkan kronologi perkara ini.

Selama rentang 2011 sampai 2016, terjadi peristiwa hukum peralihan atau perubahan IUP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN). Peralihan dilakukan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo Moejono.

Kemudian, Dwidjono mengajukan permohonan utang modal kerja sebesar Rp 20 miliar kepada Henry Soetio, Direktur PT PCN. Uang itu akan digunakan sebagai modal kerja PT Borneo Mandiri Prima Energi (BMPE). Direktur BMPE Bambang Budiono Patmono Waluyo Sutopo, adik Dwidjono.

Dalam pengusutan kasus ini, Kejati Kalsel menetapkan Dwidjono sebagai tersangka.

“Dengan dalih pengembangan terhadap perkara Dwidjono yang sebelumnya ditangani oleh kejaksaan, Termohon (KPK) melakukan penyelidikan,” Denny membacakan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Surat Perintah Penyelidikan itu bernomor Nomor: Sprin. Lidik/29/Lid.01.00/01/03/2022. Menurut kuasa hukum, kasusnya sama dengan yang diusut Kejati Kalsel. Yakni peralihan IUP dari PT BKPL ke PT PCN pada Dinas Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2011 sampai 2016.

KPK kemudian memanggil Mardani pada 24 Mei 2022. Namun, Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) itu baru bisa hadir pada 2 Juni 2022.

“Pemohon hadir memenuhi janjinya untuk datang memberikan keterangan kepada Termohon dengan membawa berkas-berkas yang diminta. Setelah pemeriksaan, Termohon turut menyita pula berkas-berkas yang dibawa,” kata Denny.

Selanjutnya, pada 16 Juni 2022, KPK menaikkan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan berdasarkan Sprindik dengan Nomor: Sprin. Dik/61/DIK.00/01/06/2022 tertanggal 16 Juni 2022. Disusul dengan upaya pencegahan terhadap Maming selaku tersangka.

Dari rangkaian kronologi tersebut, Denny menegaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan tanpa memeriksa kliennya dan saksi-saksi lain. Atas dasar itu, Denny membuat beberapa poin dalam gugatannya.

Pertama, penanganan ini KPK tidak berwenang karena Pasal 50 Undang-Undang KPK itu memberikan aturan norma dalam hal penanganan perkaranya.

Menurut Denny, perkara Mardani merupakan kasus perdata, sehingga tidak perlu dikriminalkan seperti pemblokiran terhadap beberapa rekening bank atas nama pribadi dan perusahaan. Dia beralasan, hal tersebut dapat menghambat bisnis dan investasi.

Lebih lanjut, Denny menilai bahwa pasal-pasal yang digunakan KPK selalu berubah.

“Ini kan persoalan kehati-hatian yang sangat prinsipil, bagaimana kita bisa menjawab kalau pasalnya saja berubah-ubah,” kata Denny.

Dia menganggap KPK tidak menggunakan proses hukum yang adil terhadap Mardani. Barang bukti yang dikantongi KPK dianggap tidak sah. Sebab, alat bukti yang sama saat ini berada di kejaksaan dan perkara yang sama sedang berproses di Pengadilan Tipikot Banjarmasin.

Pada sidang pembuktian mendatang, kuasa hukum akan menghadirkan ahli dan beberapa dokumen terkait. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo