TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Bedah Buku "Zikiran Sultan Banten", Asda Komarudin: Bagian Ikhtiar Menggali Peradaban yang Terlupakan

Laporan: Rachman Deniansyah
Kamis, 28 Juli 2022 | 19:30 WIB
Asda I Provinsi Banten, Komarudin dalam acara bedah buku "Zikiran Sultan : Tradisi yang Terlupakan"
Asda I Provinsi Banten, Komarudin dalam acara bedah buku "Zikiran Sultan : Tradisi yang Terlupakan"

TANGERANG, Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah (Asda I) Provinsi Banten Komarudin memuji buku berjudul "Zikiran Sultan: Tradisi yang Terlupakan", karya salah satu Tokoh Tanah Air, Ahmad Syaikhu. 

Menurutnya buku tersebut istimewa, karena telah menggali jejak-jejak pribumisasi Islam dalam bentuk zikiran yang masih dilestarikan hingga sekarang ini. 

“Dari buku ini kita tahu, bicara tentang Sultan Banten itu bukan hanya soal figur atau pemimpin, tapi di situ ada tradisi, ada peradaban,” ungkap Komrudin saat menjadi Keynote Speaker pada acara bedah buku yang dihelat di Aula Audio Visual Perpusda Tangerang, Kamis (28/7/2022). 

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pakar ICMI Kabupaten Tangerang itu menjelaskan bahwa para Sultan Banten utamanya Maulana Hasanuddin, merupakan pelopor sekaligus pembangun peradaban Islam di tanah Jawara. 

Ia begitu dihormati sehingga namanya sering disebut dalam tradisi zikiran yang konon telah dipraktikkan secara turun temurun. 

Namun, lanjut Komar, karena peradaban itu tertimpa oleh dinamika zaman, akhirnya banyak masyarakat yang kehilangan jejak. Misalnya seperti adanya kolonialisasi dan globalisasi. 

“Jadi kalau hari ini saudara Ahmad Syaikhu menulis buku ini saya kira itu adalah bagian dari ikhtiar kita untuk menggali peradaban di masa lalu, sebuah tradisi yang terlupakan,” ujarnya. 

Komar memandang bahwa peradaban di masa lampau penting sebagai khazanah atau sumber pijakan untuk mengisi peradaban sekarang dan akan datang. 

Meski peradaban bersifat dinamis, nilai-nilai kearifan di masa lalu disebut jadi kekuatan dalam membentuk masa depan. 

“Penulis seperti Akhmad Syaikhu ini langka, belum tentu dari ribuan orang ada yang nulis seperti ini, mudah-mudahan karya ini jadi amal jariyah, jadi legacy yang berkontribusi bagi peradaban,” tuturnya. 

Sementara itu, Ahmad Syaikhu membeberkan alasannya mengapa ia mengangkat tema Zikiran Sultan. Di samping menggali khazanah intelektual di Banten, dirinya juga hendak menggugah kesadaran masyarakat untuk giat dalam hal literasi. 

“Bahwa kita punya loh tradisi ke-Islaman yang unik, salah satunya ya tradisi Zikiran Sultan ini yang sudah dipraktikan sejak lama,” ungkapnya. 

Ia memaparkan, Zikiran Sultan pada dasarnya adalah refleksi dan penghormatan terhadap para Sultan di Banten, di antaranya Maulana Hasanuddin dan Abul Mafakhir. 

Penghormatan diwujudkan dalam bentuk penyebutan atau pemujaan nama baik melalui tawassul (perantaraan seperti menghadiahkan bacaan Surat Al-Fatihah), manaqiban (pembacaan biografi), doa-doa, dan sejenisnya. 

“Isi amalan Zikiran Sultan banyak shalawatan, juga hizib, dan sebagainya. Ada yang menyebut wiridan ba’da tarawih, ada juga menyebut Shalawatan Kenari,” terangnya. 

Saat ini, lanjut Syaikhu, hanya ada satu tempat di mana masyarakat masih kuat mengamalkan Zikiran Sultan, yaitu Kampung Selatip, Desa Lontar, Kemiri, Kabupaten Tangerang. 

Mereka melakukan zikir saat menjelang atau setelah salat tarawih, Idul Fitri, dan Idul Adha. “Praktik zikiran diiringi dengan langgam khas dan bedug, dilakukan berjama’ah di masjid atau mushola,” imbuhnya. 

Kegiatan bedah buku Zikiran Sultan Banten dihadiri sejumlah tokoh, akademisi, dan pegiat literasi. Selain Komarudin, hadir pula Hadisa Mansyur selaku Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip,  Masykur Wahid selaku penulis Buku Dialektika Teks Kitab Suci, dan Subandi Musbah yang merupakan seorang penulis buku Menuju Demokrasi Substansial.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo