TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Bapanas Jangan Andalkan Impor Terus, Meski Murah

Datangkan 2 Juta Ton Beras Thailand

Oleh: Farhan
Rabu, 21 Februari 2024 | 09:21 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Senayan menyoroti rencana Pemerintah membuka keran impor beras untuk mengatasi lonjakan harga dan minimnya produksi di dalam negeri. Bahayanya, akan terjadi ketergantungan impor. Petani jadi malas berproduksi.
Sebagaimana diketahui, Badan Pangan Nasional (Bapa­nas) ancang-ancang menge­luarkan kebijakan impor beras sebanyak dua juta ton dari Thai­land tahun ini. Rencana impor beras ini untuk menanggulangi harga beras yang lebih tinggi dari biasanya.
“Kita tidak bisa (terus) mengandalkan yang namanya ketersediaan pangan itu dari impor sekalipun murah. Kita tidak boleh bergantung kepada itu,” tegas anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo saat dihubungi, Selasa (20/2/2024).

Firman mengatakan, petani ki­ta sudah sangat luar biasa bekerja untuk memproduksi kebutuhan pangan 273 penduduk Indonesia. Dengan keterbatasannya, para petani terus semangat memacu lahan pertanian miliknya agar terus bisa menghasilkan.

Namun ketika Pemerintah membuat kebijakan yang tidak bisa memberikan kontribusi positif bagi petani, maka dita­kutkan profesi mulia ini bakal ditinggalkan. Sebab mereka menganggap, petani bukan pro­fesi yang menguntungkan.
“Petani kita lambat laun akan tergerus. Mereka menjadi apatis, tidak mau bertani karena tidak lagi menguntungkan. Kalau dia tidak mau bertani, kita negara yang jumlah penduduk yang besar ini akan sangat bergantung dari produk pertanian luar negeri itu, itu sudah posisi berbahaya,” wantinya.

Firman menegaskan, pemenu­han kebutuhan pangan sangat ditentukan oleh para petani kita. Jika profesi ini ditinggal­kan, maka Indonesia akan terus mengalami defisit pangan, yang pada akhirnya bakal memberi­kan multiple effect serius bagi negara. Dampaknya, negara bisa mengalami krisis ekonomi.
“Pertama, krisis ekonomi karena inflasi. Kedua, bisa juga krisis ekonomi, kemudian krisis politik. Itu kalau terjadi, tanda-tanda jatuhnya rezim. Soekarno dulu kan jatuh karena krisis pan­gan. Pak Harto juga jatuh, salah satunya krisis ekonomi yang di dalamnya termasuk masalah pangan. Di beberapa negara juga begitu,” ujarnya.

Untuk itu, dia mendorong ad­anya rencana strategi yang jelas terhadap kebijakan swasembada pangan untuk menuju kedaulatan pangan. Melalui terobosan jitu, maka pemenuhan pangan dalam negeri benar-benar berfokus kepada petani.

Kalau Pemerintah bisa tidak impor dan bisa meningkatkan kesejahteraan petani, tentu itu prestasi luar biasa,” katanya.

Selain berfokus kepada pet­ani, kebijakan yang digagas Pemerintah ke depan perlu me­nitikberatkan kepada program intensifikasi lahan. Harus ada keberanian Pemerintah untuk menindak para kepala daerah, baik gubernur, bupati maupun walikota yang mengalih fungsi­kan lahan pertanian di daerahnya untuk kepentingan lain.
“Itu harus ditindak secara hu­kum karena sudah ada undang-undangnya. Kalau perlu dipen­jara itu kepala daerah yang men­galihfungsikan lahan pertanian untuk kepentingan lain seperti industri, perumahan, hotel atau pabrik-pabrik,” tegasnya.
Diakui politisi Fraksi Golkar ini, mindset kepala daerah se­lama ini adalah meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya. Hanya saja, cara yang ditempuh justru mengorbankan lahan pertanian lantaran diang­gap tidak dapat berkontribusi untuk meningkatkan PAD.

“Bagaimana kita mau swase­mbada, mau meningkatkan produksi kalau Lahan pertanian yang produktif dialihfungsikan. Berani nggak negara mengambil tindakan tegas,” katanya.

Sebelumnya, Sekretaris Utama Bapanas Sarwo Edhy mengatakan, rencana impor beras sebanyak dua juta ton dari Thailand untuk menanggulangi harga beras yang lebih tinggi dari biasanya.
“Ini bisa jadi (langkah) anti­sipasi, melalui rakornas (rapat koordinasi nasional) dan ratas (rapat terbatas) tentunya den­gan persetujuan Presiden dan menteri. Tahun lalu 2,8 juta ton, tahun ini rencananya 2 juta ton. Tapi misalnya produksi dalam negeri cukup, berarti impor itu tidak jadi,” kata Sarwo Edhy.

Soal harga beras yang tinggi di pasaran dalam beberapa wak­tu terakhir, Bapanas menilai, hal tersebut diakibatkan oleh tingginya ongkos produksi, hingga dampak El Nino 2023 yang membuat waktu tanam mundur.
“(Harga) pupuk naik, airnya ju­ga kurang, panennya berkurang, sehingga hasilnya berkurang. Otomatis harga naik,” ujarnya.

Kenaikan harga beras ini tidak ada kaitannya dengan waktu menjelang Ramadan, tetapi memang dampak waktu tanam mundur dan imbas El Nino. Dia pun menampik adanya potensi penimbunan beras karena harga sedang tinggi.

“Tidak ada penimbunan. Kita berharap dalam waktu dekat, harga beras bisa kembali nor­mal,” ujarnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo