TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Pasca Pencoblosan Pilpres, Politik Mulai Surut Ekonomi Malah Degdegan

Laporan: AY
Jumat, 08 Maret 2024 | 08:39 WIB
Pasar murah. Foto : Ist
Pasar murah. Foto : Ist

JAKARTA - Seperti apa kondisi politik dan ekonomi Indonesia usai pencoblosan Pemilu 2024? Rasa-rasanya, tensi politik mulai adem meski pemenang Pilpres baru akan diumumkan akhir bulan ini. Yang bikin degdegan justru di sektor ekonomi. Di dalam negeri, harga sembako pada naik. Sedangkan di dunia, kondisi ekonomi masih belum stabil.
Pasca pencoblosan, situasi politik yang sempat panas, perlahan mulai adem. Aksi saling serang antar kubu capres sudah jauh menurun. Memang masih ada riak-riak, tapi situasinya relatif dingin. Para politisi tampaknya masih sibuk menjaga suara di dapilnya masing-masing.
Namun, di tengah suasana politik yang adem ini, ada persoalan ekonomi yang bikin rakyat menjerit. Sejak awal tahun lalu, harga pangan, terutama beras mulai bergerak naik. Kenaikannya ugal-ugalan. Pemandangan warga mengantre panjang untuk mendapat beras murah tampak di berbagai daerah.
Sudah dua bulan, harga beras masih belum bisa dikendalikan. Mendekati bulan Puasa ini, harga beras kembali terkerek. Tak cuma beras yang harganya naik. Harga pangan lain seperti telor, minyak goreng, daging, bawang, dan cabe-cabean ikutan melompat.

Bank Indonesia (BI) sudah mewanti-wanti soal gejolak harga pangan ini. Pasalnya, tingkat kenaikan inflasi harga pangan sudah melebihi tingkat kenaikan upah minimum regional (UMR) dan kenaikan gaji PNS.

Dalam acara Rapat Koordinasi Pengamanan Pasokan dan Harga Pangan di Jakarta, awal pekan ini, Kepala Departemen Regional BI Arief Hartawan menekankan pentingnya menjaga gejolak inflasi harga pangan di bawah 5 persen.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi harga pangan setahun terakhir mencapai 8,47 persen. Sementara gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) rata-rata kenaikan gaji PNS dalam 5 tahun terakhir hanya 6,5 persen. Dan untuk UMR, naiknya hanya kurang dari 5 persen dari 2020-2024. “Jangan sampai kenaikan harga pangan menggerogoti penghasilan mereka,” kata Arief, mewanti-wanti.
Arief mengatakan, terjaganya harga pangan menjadi kunci stabilitas sosial dan keamanan nasional.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati meminta Indonesia tidak terlena dengan pertumbuhan ekonomi, mengingat inflasi sektor pangan yang masih tinggi karena naiknya harga-harga.
Apalagi Indonesia memasuki bulan ramadan dan hari raya Idul Fitri. Momen ini, kata dia, menjadi salah satu yang harus diwaspadai. “Terutama pada Ramadan dan hari raya perlu diwaspadai dan diatasi,” sebut dia.

Kekhawatiran juga disampaikan Direktur Center of Economics and Law Study (Celios) Bhima Yudhistira. Bhima mengatakan, kenaikan harga pangan menjadi persoalan yang super sensitif ke daya beli. “Tingginya harga pangan membuat masyarakat jatuh miskin,” kata Bhima, kepada Rakyat Merdeka, Kamis (7/3/2024).
Kata dia, fenomena ini juga berlaku di pedesaan. Petani padi ikut jatuh miskin karena kenaikan harga beras. Pasalnya, kenaikan harga beras tak berdampak signifikan terhadap kesejahteraan petani.

Kenaikan harga pangan, kata dia, jelas berdampak pada pekerja yang mendapat upah UMR. Kenaikan upah tidak sebanding dengan kenaikan harga bahan pangan. Artinya lebih besar pasak dari pada tiang.

Hal ini menyebabkan, pekerja UMR mengurangi konsumsi kebutuhan lain seperti menunda beli baju baru, sampai menunda untuk mudik Lebaran. Menurut dia, kalau situasi berlanjut terus pasca Ramadan-Lebaran diperkirakan angka kemiskinan naik, pekerja yang terjebak pinjol makin banyak. “Krisis beras sudah pada tahap yang membahayakan stabilitas ekonomi,” ujarnya.
Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin mengatakan, persoalan harga pangan terutama beras harus mendapat perhatian khusus dari Pemerintah. Saat ini, kata dia, bukan hanya harga beras yang naik. Harga cabe, telor ikutan naik karena menjelang Puasa.
Situasi ini, menurut dia, harus segera diantisipasi. Pasalnya, kenaikan harga beras sudah tidak dinikmati oleh para petani. “Ini ironis karena kenaikan harga pangan ternyata tidak dinikmati oleh petani kita,” kata Andi, kepada Redaksi, Kamis (7/3/2024).
Kaum buruh mulai ikutan teriak. Pekerja dan buruh yang tergabung dalam Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) mulai mengeluh dengan harga sembako yang semakin mahal. Daya beli masyarakat mulai turun. “Kebijakan politik upah murah makin berdampak pada kesejahteraan buruh,” kata Presiden DPP Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, dalam keterangan kepada Redaksi, Kamis.

Mirah berharap, pemerintah lebih serius dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Jangan hanya peduli pada kekuasaan, tapi mengabaikan kesejahteraan rakyatnya,” ujarnya.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, Pemerintah sebenarnya sudah mengetahui ada ancaman dari sektor ekonomi. Hal tersebut bisa dilihat dari arahan dan instruksi Mendagri Tito Karnavian kepada para kepala daerah, awal pekan ini. Tito mengatakan, situasi politik memang mulai adem. Namun yang bikin panas justru persoalan harga pangan.
Kata Hendri, ini sebuah alarm penting bahwa kondisi negara ini rentan secara ekonomi dan keamanan dalam negeri. “Karena bisa jadi perut rakyat yang terancam bisa merembet ke mana-mana,” kata Hendri, kepada Redaksi, Kamis.
Hal senada disampaikan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin. Kata dia, pasca pencoblosan, situasi politik mulai kondusif. Masyarakat sudah menyaksikan Pemilu yang berjalan aman, damai, lancar dan tertib. Dalam politik, menang kalah memang biasa. Yang kalah, bisa berjuang lagi di Pemilu selanjutnya. Dan yang menang juga menghormati yang kalah. Semuanya mengutamakan persatuan.

Namun, kata dia, dalam persoalan ekonomi justru ada persoalan. Harga pangan yang tak terkendali akan akan memunculkan keresahan sosial dan memunculkan ketidakpuasan masyarakat.
“Harus diingat betul persoalan bangsa itu selalu muncul karena harga pangan yang tidak terkendali. Krisis ekonomi juga dimulai dari persoalan pangan. Kalau harga pangan tidak terkendali, masyarakat tidak percaya, dan kalau ada kejadian lain yang membuat situasi tidak stabil ini akan jadi persoalan,” kata Ujang, kepada Redaksi, Kamis.

Ujang mengingatkan, persoalan harga pangan ini bisa berimbas pada persoalan politik. Karena itu, kata dia, Pemerintah punya kewajiban untuk menstabilkan harga pangan tersebut.
“Karena kalau harga pangan membungbung tinggi masyarakat protes, bergejolak, tentu ini akan menimbulkan instabilitas. Itu tidak baik,” ujarnya.

Ujang optimis, Pemerintah akan menjaga stabilitas harga pangan dan menyediakan pangan yang murah bagi masyarakat. “Karena persoalan perut rakyat ini tidak bisa dikendalikan. Kalau lapar ya masyarakat akan protes dan memunculkan kerawanan sosial,” pungkasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo