Pemprov DKI Disarankan Tiru Belanda Dan Inggris Dalam Mendidik Remaja

JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta disarankan meniru kebijakan Belanda dan Inggris dalam mendidik remaja. Yakni, mendorong peningkatan peran orangtua melalui pembuatan regulasi. Orangtua yang lalai dalam mengontrol anaknya dikenai sanksi.
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memiliki metode tersendiri untuk menertibkan warganya, terutama penanganan anak-anak atau remaja nakal.
Yakni, dengan mengadakan kegiatan-kegiatan positif seperti berekreasi di taman dan perpustakaan, dengan memperpanjang jam operasional. Selain itu, dengan kegiatan keagamaan.
Metode ini berbeda dengan langkah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengirim anak-anak nakal untuk dibina di barak militer.
Dua pendekatan yang berbeda itu, kerap jadi perbincangan publik. Membandingkan mana yang lebih efektif. Hal ini juga jadi sorotan DPRD DKI.
Sekretaris Komisi E DPRD DKI Justin Adrian mengatakan, apa pun kebijakan Gubernur DKI Pramono Anung, harus dihargai. Tapi, dia juga meminta Pemprov DKI punya solusi nyata untuk mengatasi kenakalan remaja.
Justin menilai, kenakalan anak-anak dan remaja adalah permasalahan yang kompleks, sehingga membutuhkan terobosan untuk menyelesaikannya. “Kenakalan remaja adalah perilaku yang menular dan selalu terjadi regenerasi, sehingga butuh terobosan nyata untuk menghentikannya. Tidak bisa sekadar imbauan atau omon-omon,” kata Justin, Rabu (14/5/2025).
Bagi Justin, kenakalan anak-anak dan remaja membutuhkan solusi yang komprehensif. Semua pihak, mulai dari orangtua (ortu), pihak sekolah, hingga Pemerintah harus terlibat. Karena, permasalahan ini tidak bisa diselesaikan salah satu pihak saja.
Tidak adil jika tugas mendidik karakter anak ditimpakan sepenuhnya kepada sekolah yang hanya bersama siswa selama 7 jam per hari. Padahal, 17 jam lainnya ada dalam kekuasaan orangtua,” ujarnya.
Justin menyebut, kenakalan-kenakalan seperti mengendarai motor sebelum cukup umur, tawuran dan tindak kekerasan lainnya, bisa dicegah jika orangtua mampu menjalankan fungsi mendidik dan mengontrol anak dengan baik.
Di sini, Pemprov DKI mungkin bisa terlibat dengan membuat Peraturan Daerah (Perda) untuk memberikan sanksi kepada orangtua yang tidak bisa mengontrol anak-anaknya. “Dapat dikenakan denda jika anaknya bolos, tawuran, dan sebagainya,” usulnya.
Justin menjelaskan, peraturan seperti itu sudah diterapkan di beberapa negara Eropa untuk membuat anak-anak mengikuti program wajib belajar.
Dia mencotohkan Belanda, orang tua bisa dikenai denda dari mulai sebesar 100 Euro atau sekitar Rp 1,8 juta per hari jika anaknya tidak masuk sekolah. Sedangkan di Inggris, lanjutnya, orangtua murid bisa didenda sampai 2.500 Poundsterling atau sekitar Rp 54 juta untuk alasan yang sama. “Bahkan di Inggris, orangtua bisa dipenjara kalau anaknya nakal dan bolos sekolah,” tandasnya.
Menurut Justin, Pemprov DKI harus mendorong agar orangtua murid juga memikul tanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya dengan baik. “Dengan didikan yang baik dari orangtua, pendidikan karakter di sekolah, ditambah program Pemerintah dan regulasi yang mengatur, saya percaya masalah kenakalan remaja dapat diminimalisir bersama-sama,” tuturnya.
Manggarai Bersholawat
Untuk mengatasi kenakalan remaja, terutama tawuran. Gubernur Pramono memilih melakukan pendekatan humanis. Antara lain, memperpanjang jam operasional sejumlah taman dan perpustakaan.
Pramono juga akan menggelar program Manggarai Bersholawat untuk mengatasi tawuran yang kerap terjadi di Manggarai, Jakarta Selatan.
“Saya akan undang kelompok-kelompok yang bertikai di sana. Ada RW 4, RW 5. Duduk bareng, apa akar permasalahan yang sebenarnya,” kata Pram di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (13/5/2025).
Pram menekankan pentingnya pendekatan kultural dan keagamaan dalam menyelesaikan konflik tersebut. “Program ini akan melibatkan semua pihak, termasuk majelis taklim,” tandasnya.
Untuk mewujudkannya, Pram akan meminta Wali Kota Jakarta Selatan mempersiapkan pelaksanaan program tersebut. “Saya tidak bisa hanya menyalahkan warga. Menurut saya, cara-cara seperti itulah yang harus dilakukan. Melalui pendekatan kultural, keagamaan, menghargai warga,” ujarnya.
Pram menyebut, salah satu faktor pemicu tawuran di Manggarai adalah masalah ketidakberuntungan, terutama anak-anak muda yang belum memiliki pekerjaan. Selain itu, kurang optimalnya pemanfaatan sarana olahraga dan fasilitas publik lainnya. “Saya ingin menyelesaikan persoalan tawuran di Manggarai secara substansial,” ucapnya.
Sebagai Gubernur Jakarta, Pram sadar memiliki tanggung jawab untuk mengatasi masalah tersebut. Bukan sekadar mengambil langkah hukum menggunakan Perda dan sebagainya. Sehingga, berbagai upaya pendekatan akan dilakukan, termasuk mengatasi masalah pengangguran.
Menurut pengamat perkotaan Sugiyanto, penanganan terhadap anak-anak atau remaja bermasalah merupakan isu penting dalam tata kelola Pemerintah Daerah.
Karena itu, dia mendukung langkah Pemprov DKI mengambil pendekatan humanis dan progresif, melalui kebijakan memperpanjang jam operasional taman, perpustakaan, dan museum.
Pemprov DKI, menurutnya, menyediakan ruang-ruang publik yang edukatif, aman, dan produktif bagi anak-anak dan remaja yang rentan terhadap perilaku menyimpang.
“Kebijakan itu selaras dengan prinsip perlindungan anak, sejalan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan yang berbasis pada pendidikan dan kebudayaan,” kata Sugiyanto, Rabu (14/5/2025).
Untuk mengatasi kenakalan anak tidak semata-mata soal penindakan. Tapi juga menyentuh aspek sosial, ekonomi dan psikologis. Banyak anak yang berperilaku menyimpang berasal dari lingkungan yang tidak kondusif, minim perhatian, dan terbatasnya akses terhadap hiburan dan pendidikan yang sehat.
“Karena itu, kebijakan Pemprov DKI yang memperpanjang waktu operasional ruang-ruang publik kreatif dan edukatif, merupakan investasi sosial jangka panjang yang patut dicontoh,” ucapnya.
Sugiyanto yakin, dengan menciptakan ruang yang aman, inklusif dan inspiratif, memungkinkan anak-anak tumbuh dengan potensi terbaiknya tanpa merasa tersisih atau dikucilkan.
Pendekatan ini, lanjut dia, sejalan dengan prinsip dasar yang tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 6 jam yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Selebritis | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu