Praktisi Hukum Kritisi Penahanan Mahasiswa ITB Pengunggah Meme Prabowo-Jokowi

JAKARTA - Penahanan mahasiswa Fakultas Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS oleh Bareskrim Polri karena mengunggah meme Presiden Prabowo dan mantan Presiden Jokowi berciuman sampai saat ini masih menuai kritik dan kecaman dari berbagai pihak karena dinilai berlebihan.
Diketahui, meme yang diunggah tersebut merupakan hasil dari kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), dan Bareskri Polri menjerat SSS dengan dugaan pelanggaran Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 51 Ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) perihal kesusilaan yang kini sudah memasuki tahap penyidikan.
Managing Partner Kantor Advokat Wijaya Infinite & Co, Askhar Wijaya Subiyanto menjelaskan, unggahan meme tersebut sebagai bentuk kritik melalui karya visual terkait dengan isu matahari kembar dalam kepemimpinan Presiden Prabowo yang seolah dapat dimaknai bahwa dalam menjalankan kebijakannya masih berada dalam pengaruh bayang-bayang Jokowi.
“Kalau bicara terkait dengan bagaimana persoalan hukumnya, yang harus diingat dan dipahami pertama adalah kedudukan Pak Prabowo dan Pak Jokowi menurut hukum ini sebagai apa, karena ini dapat berhubungan juga dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kini semakin membatasi ruang lingkup delik yang ada dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang kita sering sebut UU ITE,” ujarnya.
Pengacara muda asal Kota Surabaya ini menambahkan, kedudukan Prabowo dan Jokowi ini kan tidak lagi dapat dianggap sebagai subjek perorangan (privat), melainkan keduanya sudah menjadi bagian dari suatu institusi itu sendiri.
"Karena itulah beliau-beliau (Prabowo dan Jokowi, red) ini sudah tidak lagi masuk dalam domain UU ITE atau dapat dikatakan tidak lagi mempunyai imunitas dalam konteks UU ITE,” tambah dia.
Askhar menjelaskan, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 115 / PUU-XXII/2024 telah mengecualikan lembaga pemerintah, institusi dan korporasi sebagai pihak yang dapat melakukan aduan pencemaran nama baik sekaligus mempertegas bahwa keributan atau kerusuhan di ruang digital bukan merupakan delik tindak pidana dalam UU ITE.
"Dengan adanya putusan MK yang mengecualikan kedua hal ini, maka Polri harus berhati-hati dan tidak boleh sewenang-wenang dalam menargetkan ekspresi kritik seseorang pada ruang digital,” Askhar
Menurut dia, dalam melihat kasus tersebut tidak perlu berlebihan dalam menyikapi adanya kritik yang diekspresikan melalui platform digital.
Sebab, dalam kehidupan di negara demokrasi sudah pasti berisik. Apalagi tersangka SSS sudah menyampaikan permintaan maaf dan jadi akan jauh lebih elegan jika Bareskrim Polri segera menerbitkan SP-3 dan selanjutnya melakukan pembinaan mental dan karakter ketimbang melakukan upaya represif dengan tetap memaksakan masuk ke ranah tindak pidana.
"Mengabulkan penangguhan penahanan juga bukan merupakan solusi, karena secara hukum proses peradilannya akan tetap dilanjutkan," tutup Askhar.(***)
Pos Banten | 21 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Selebritis | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 14 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 9 jam yang lalu