TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Disikat Polri dan Kejagung, Pengoplos Beras Kena Batunya

Reporter: Farhan
Editor: AY
Rabu, 30 Juli 2025 | 10:53 WIB
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Foto : Ist
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Foto : Ist

JAKARTA - Para pengoplos beras kena batunya. Satu per satu, para pelaku curang tersebut disikat oleh Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan, hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) pada 26 Juni 2025 terhadap 212 merek beras di 10 provinsi menunjukkan pelanggaran serius. Dari 232 sampel yang diuji, 189 merek di antaranya tidak sesuai aturan main yang berlaku.

 

"Artinya, posisinya berada di bawah standar terkait dengan regulasi yang ditentukan. Baik itu beras dalam kemasan premium maupun medium," ucap Kapolri, dalam konferensi pers, di Jakarta, Selasa (29/7/2025).

 

Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut, 71 sampel beras tidak sesuai SNI, 139 lain tidak sesuai SNI dan dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), 3 sampel beras premium tidak sesuai SNI dan berat kemasan tidak sesuai label. Bahkan, ada 19 merek beras memborong pelanggaran: tidak sesuai SNI, dijual di atas HET, dan beratnya di bawah standar.

 

Polri juga telah melakukan uji laboratorium terhadap 9 merek beras. Dari 9 merek tersebut, 8 di antaranya tidak sesuai SNI. "Sudah ada 16 produsen yang saat ini kita lakukan pemeriksaan, klarifikasi. Kita sudah menaikkan sidik terhadap 4 produsen besar, yakni PT FS, PT WPI, SY, dan SR," urai Kapolri.

 

Dalam menangani kasus ini, Polri sudah memeriksa 39 saksi maupun 4 ahli, serta melakukan penggeledahan, penyitaan barang bukti, hingga pemasangan garis polisi di tempat produksi maupun gudang milik produsen.

 

Sejumlah pengungkapan serupa juga terjadi di beberapa daerah. Contohnya, Polda Riau berhasil mengungkap modus beras reject yang dioplos menjadi beras medium, kemudian dikemas ulang, dan dijual sebagai beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog. Kasus serupa juga ditangani di Kalimantan Timur, dengan barang bukti sekitar 4 ton beras yang sudah diamankan.

 

"Kami berkomitmen menindak tegas praktik beras oplosan ini. Karena sangat merugikan masyarakat dan bertentangan dengan instruksi Bapak Presiden agar pangan betul-betul dijaga kualitas dan distribusinya," tegas Kapolri.

 

Polda Riau menyita 9,7 ton beras oplosan yang dikemas ulang menggunakan karung beras berbagai merek dari 22 toko di Pekanbaru. Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Ade Kuncoro mengatakan, pengungkapan kasus ini bermula dari pengecekan di sebuah ruko milik RG di Jalan Sail pada 24 Juli 2025. Di lokasi itu, ditemukan 79 karung beras SPHP, serta sejumlah karung kosong dengan merek yang sama.

 

“RG mengoplos beras kualitas rendah dan beras reject. Kemudian dikemas ulang ke dalam karung SPHP dan dijual ke sejumlah toko,” ungkap Ade, dalam konferensi pers, di Pekanbaru, Selasa (29/7/2025).

 

Hasil pengembangan awal, pihaknya mengungkap keberadaan 6 toko yang turut menjual beras oplosan bermerek lain. Totalnya, ada 12 merek yang diduga merupakan hasil pengoplosan, dan seluruh kemasan mencantumkan asal Sumatera Barat secara tidak sah.

 

Beras oplosan tersebut dijual di atas HET, yakni sekitar Rp 13 ribu per kilogram (kg) sehingga pelaku meraup untung Rp 5 ribu per kg. Dalam enam bulan terakhir, keuntungan pelaku diperkirakan mencapai Rp 500 juta.

 

"Beras dijual dengan sistem titip. RG akan datang setiap minggu ke toko-toko tersebut untuk mengambil hasil penjualan.

 

Berdasarkan pengakuan tersangka, dia telah melancarkan aksinya selama dua tahun belakangan," urai Ade.

 

Polda Riau juga tengah menyelidiki asal-usul karung SPHP kosong yang digunakan pelaku. Berdasarkan penyelidikan, RG sempat menjadi mitra Bulog. Namun, telah dicoret sejak November 2023.

 

Dalam kasus ini, RG dijerat pasal 62 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumanannya maksimal 5 tahun dan denda Rp 2 milliar.

 

Pihak Kejagung juga sedang menangani kasus serupa. Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna mengatakan, pihaknya terus menggencarkan penyelidikan terhadap dugaan korupsi dalam tata kelola beras nasional, khususnya terkait penyaluran subsidi. Sejumlah produsen beras telah diperiksa. Pihak Kementerian Pertanian (Kementan) dan Perum Bulog juga telah dimintai keterangan oleh tim Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgasus P3TPK).

 

"Terkait kasus subsidi beras, tim P3TPK telah memanggil empat pihak, termasuk dari PT SUL, PT SJI, serta perwakilan dari Bulog dan Kementan. Semuanya hadir," kata Anang, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (29/7/2025).

 

Pemanggilan dilakukan kepada pihak yang dianggap mengetahui proses dan mekanisme penyaluran subsidi beras dari Pemerintah. Permintaan keterangan difokuskan pada klarifikasi teknis mengenai penyaluran dana negara.

 

"Kita fokus pada penyaluran subsidi. Ini ada dana negara yang dikeluarkan, dan kami ingin memastikan apakah penyalurannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tutur Anang.

 

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjelaskan, dari 212 merek beras yang dilaporkan Kementan, 26 di antaranya (dari 10 perusahaan) sudah naik ke tahap penyidikan. Amran memastikan, penyidikan itu berlanjut terhadap merek lainnya.

 

Amran menegaskan, siapa pun yang terbukti terlibat dalam kasus ini, bakal ditindak tegas tanpa pandang bulu. Pemerintah terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus-kasus serupa yang belum terungkap.

 

"Perintah Bapak Presiden, siapa saja yang terbukti melanggar, pasti diproses hukum, baik (kasus) yang sudah berproses di kepolisian maupun kejaksaan," tegas Amran, di Yogyakarta, Selasa (29/7/2025).

 

Akibat kasus ini, Pemerintah memutuskan menghapus klasifikasi mutu beras premium-medium menjadi dua jenis beras yakni reguler dan khusus. Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan mempersiapkan regulasi untuk klasifikasi ini. Untuk beras reguler mencakup beras ketan, beras merah, beras hitam, beras varietas lokal, beras fortifikasi, beras organik, beras indikasi geografis, dan beras dengan klaim kesehatan. Sedangkan untuk beras khusus adalah beras tertentu yang tidak dapat diproduksi dalam negeri.

 

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menjelaskan, untuk beras khusus, jenis-jenis yang diperbolehkan untuk diimpor ke Indonesia yakni beras yang tidak dapat diproduksi dalam negeri. Semisal beras Basmati, beras Thai Hom Mali Rice atau Thai Jasmine Rice.

 

“Perubahan untuk yang beras existing (reguler) itu, kita tambah dengan perkembangan teknologi, ada namanya beras bio fortifikasi. Dia ada dari benih pemuliaannya sendiri, di situ memang sudah mengandung ferrum, zinc. Kemudian ada beras klaim gizi, yaitu mengandung gizi tambahan," terang Arief, selepas Rakortas di Kemenko Pangan, Selasa (29/7/2025). 

 

Kemudian, beras pra tanak yang biasa disebut parboiled rice di luar negeri. "Jadi beras yang sudah dikukus sebentar, tapi belum jadi nasi. Satunya lagi, beras khusus lainnya sesuai perkembangan teknologi," terang Arief.

 

Nantinya, regulasi yang memasukkan jenis beras terbaru bisa diverifikasi oleh Kementan atau instansi lain yang berwenang mengenai penjualan beras khusus.

 

Perihal penghapusan klasifikasi beras berdasarkan kualitas premium dan medium, rumusan aturan sudah disampaikan oleh Bapanas ke Menteri Koordinator bidang Pangan Zulkifli Hasan. "Pak Menko akan pikirkan dan mendiskusikan ke pihak-pihak lainnya karena ini sensitif," pungkas Arief.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit