Beras Masih Mahal Di 191 Daerah, Istana Juga Ikut Pantau Harga Beras

JAKARTA - Harga beras di 191 daerah masih mahal. Bahkan di Papua, mencapai Rp 54 ribu/kg. Pemerintah meminta semua pihak kerja sama demi stabilkan harga beras.
Masih mahalnya harga beras di 191 daerah diungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025, Senin (11/8/2025). Rapat yang dipimpin Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian itu, diikuti oleh perwakilan Kementerian/lembaga terkait pangan dan pemerintah daerah.
Dalam laporannya, Amalia mengatakan, per awal Agustus 2025, harga beras masih mengalami kenaikan di seluruh zona. Beberapa daerah mencatat harga jauh di atas harga eceran tertinggi (HET).
Di zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi, harga beras masih dalam rentang HET yakni di kisaran Rp 14 ribuan. Namun, 3 wilayah di zona 1 ini, harga beras lumayan tinggi.
Kabupaten Wakatobi mencatat harga tertinggi di zona ini sebesar Rp 19.881 per kg, diikuti Bolaang Mongondow Timur Rp 18 ribu, dan Buton Utara Rp 17.788 per kg,” kata Amalia.
Di zona 2, mencakup Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan, rata-rata harga beras mencapai Rp 15.744 per kg atau naik 1,25 persen dari bulan sebelumnya.
Harga tertinggi tercatat di Kabupaten Mahakam Ulu sebesar Rp 20.685 per kg, disusul Kutai Timur Rp 18.974 dan Kutai Barat Rp 17.972 per kg.
Sementara itu, di zona 3, meliputi Maluku dan Papua, harga beras rata-rata Rp 20.068 per kg atau naik 0,79 persen. Kabupaten Intan Jaya menempati posisi tertinggi dengan Rp 54.772 per kg, diikuti Puncak Rp 45 ribu, dan Pegunungan Bintang Rp 40 ribu per kg.
Mendagri Tito Karnavian mengatakan, terjadi penurunan harga di sejumlah daerah pada pekan pertama Agustus 2025. Mengingat, pada pekan keempat Juli 2025, terdapat 234 kabupaten/kota yang harga berasnya dibanderol gila-gilaan.
“Artinya, berkurang jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan. Tapi perlu terus kita kerjakan supaya kabupaten/kota yang menurun harga berasnya daerah makin banyak,” pesan Tito dalam rapat tersebut.
Dia juga berpesan agar distribusi beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) lebih digencarkan lagi. Upaya itu perlu dilakukan, lantaran dua bulan ke depan produksi beras nasional akan turun. Kondisi ini yang menjadi biang kerok harga beras melambung.
Terlebih, Istana tengah memantau kondisi perberasan di Indonesia. “Penekanan Bapak Presiden juga untuk mengendalikan harga beras,” kata mantan kapolri itu, mewanti-wanti.
Tito kembali meminta agar Perum Bulog mempercepat penyaluran beras SPHP. Bulog dapat memaksimalkan data yang dimiliki BPS dan Kantos Staf Presiden (KSP) sebagai acuan penyaluran beras SPHP agar tepat sasaran.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto mengakui, penyaluran SPHP masih dikit. “Realisasinya sudah mencapai 16.742 (ton) atau masih sekitar 1 sekian persen dari penugasan Juli sampai dengan Desember,” ungkap Suyamto.
Ia mencatat penyaluran terbesar terjadi di Sulawesi Selatan, yakni sebesar 1.805 ton, sedangkan terendah di Papua Selatan, Papua Barat Daya, DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau.
Beras SPHP disalurkan melalui 3.223 pengecer di pasar rakyat dengan total 9.635 ton, 722 outlet binaan pemerintah daerah, 326 titik instansi pemerintah termasuk TNI dan Polri, serta 279 titik gerakan pangan murah oleh pemda. Bulog juga menambah penyaluran lewat 211 toko Rumah Pangan Kita (RPK) dan 12 gerai ritel modern.
Deputi II Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Perekonomian dan Pangan, Edy Priyono mendorong agar koordinasi dilakukan secara intensif. Meski sebenarnya Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah melakukan rapat, minggu lalu.
“Lebih bagus lagi, kalau untuk sementara, paling tidak setiap minggu kita adakan rapat online. Supaya efisien untuk bagaimana melakukan percepatan penyaluran beras SPHP,” pesan Edy.
Data kenaikan harga beras di 191 kabupaten/kota mencerminkan adanya anomali di lapangan. Pasalnya, data Bapanas per 1 Agustus 2025, stok beras di Perum Bulog mencapai 3,97 juta ton. Rinciannya 3,95 juta ton Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 11,9 ribu ton beras komersial. Realisasi penyerapan setara beras dari produksi dalam negeri telah mencapai 2,78 juta ton, atau 92,79 persen dari target penyerapan 3 juta ton.
Di tempat terpisah, Anggota Komisi IV DPR dari PDIP Rokhmin Dahuri menyoroti harga beras yang mahal di saat stok beras melimpah. Dia menduga, stok beras yang disebut melimpah itu sebenarnya berasal dari sisa impor pemerintahan sebelumnya sekitar 1,5 juta ton.
Dia pun mendesak pemerintah bersikap jujur dan transparan dalam menyampaikan data kepada publik. “Jujur itu sumber kebaikan. Kalau tidak jujur, itu jalan menuju kehancuran,” ucapnya.
Beras Mahal, Omzet Pedagang Turun
Di hari yang sama, Ombudsman RI melakukan sidak Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, Senin (11/8/2025). Dalam sidak itu ditemukan fakta, ternyata mahalnya harga beras justru membuat omzet pedagang turun.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia Yeka Hendra Fatika mengatakan, omzet pedagang turun drastis hingga 20-50 persen. Jika per hari rata-rata pedagang bisa menjual 15-20 ton beras, akhir-akhir ini dagangannya hanya terjual 6-10 ton per hari.
Berdasarkan data Pengelola Pasar Induk Beras Cipinang, perbandingan in-out beras di PIBC antara periode 1-10 Juli 2025 dan 1-10 Agustus 2025 terjadi penurunan beras yang masuk 22,97 persen dan yang keluar 20,84 persen.
Dari sisi harga, Ombudsman menemukan terjadi kenaikan harga beras di PIBC. Harga jual termurah Rp 13.150 per kg dan harga termahal Rp14.760 per kg. Adapun rata-rata kenaikan harga beras Rp 200 per kg pada 2 minggu terakhir.
Selain volume, harga beras di PIBC pun terpantau naik. Ombudsman RI mencatat harga termurah berada di Rp13.150 per kilogram (kg), sedangkan harga tertinggi mencapai Rp14.760 per kg. Rata-rata harga beras naik sekitar Rp200 dalam dua pekan terakhir.
Lesunya perdagangan turut berdampak pada sektor tenaga kerja bongkar muat. Berdasarkan data Koperasi Jasa Pekerja Bongkar Muat PIBC, dari total sekitar 1.200 anggota, 80 persen tidak mendapatkan pekerjaan akibat berkurangnya volume pembelian beras di pasar tersebut.
Situasi ini memerlukan perhatian serius pemerintah. Perlindungan terhadap konsumen harus berjalan beriringan dengan perlindungan terhadap keberlangsungan pelaku usaha dan pekerja,” ujar Yeka.
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 9 jam yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu