Disosiasi dan Keruntuhan Pemerintahan Jadul

RELASI pemerintahan mengalami disosiasi. Semacam diskoneksitas antara pemerintah versus yang diperintah. Perasaan dan ingatan tentang pemerintahan yang baik lenyap. Diganti imaji korupsi, arogansi dan flexing. Setidaknya di beberapa negara Asia Selatan dan Tenggara.
Kesenjangan tak hanya terlihat vertikal, juga disparitas sosial menambah akut persoalan. Antara elit dan alit mengalami gangguan mental yang mencipta jarak. Pada titik ekstrem menimbulkan konflik, pembangkangan, dan berpotensi terbentuknya disintegrasi.
Di Bangladesh (2024) dan Nepal (2025), pemerintah berakhir gelap. Namun, persoalan selanjutnya, what next to do pasca kejatuhan rezim-rezim yang dituduh khianat. Gen Z yang bahkan didukung baby boomers harus mampu menyiapkan proposal baru, termasuk mekanisme sirkulasi kekuasaan.
Apapun risikonya, pemerintah harus ada. Selemah apapun, mesti ada pemerintahan untuk membersihkan luka yang ditinggal rezim sebelumnya. Pemerintahan satu hal yang dibutuhkan sekalipun sewaktu-waktu dapat dianggap musuh bersama (common enemy).
Pemerintahan kini dan dulu berbeda. Kontrol publik kian detail, dari ujung rambut sampai ujung sepatu. Semua itu ditopang oleh teknologi informasi. Kealpaan terbesar pemerintah ketika ia meningkatkan kontrol yang justru ia sendiri sedang dikontrol telanjang oleh pemilik kedaulatan.
Nepal contohnya (Sept, 2025). Pemerintah berusaha mengawasi kebebasan publik lewat media sosial yang mungkin menjadi satu-satunya koneksi di tengah meningkatnya angka pengangguran, kemiskinan dan kebodohan yang gagal diupayakan pemerintahnya.
Di sejumlah negara, kekuasaan mengalami resentralisasi. Publik dan daerah sebagai individu dan subnasional kehilangan privasi serta otonomi. Dalam ideologi sosialis komunisme, negara menjadi sandaran bagi kemakmuran. Ia bertugas mengumpul dan membaginya secara merata, bukan sebaliknya.
Di negara demokrasi, kebebasan diberikan, termasuk mengembangkan potensi individu. Baik sosialisme dan demokrasi punya kelebihan sekaligus kelemahan. Ia hanya pilihan ideologi dan mekanisme untuk mencapai tujuan kesejahteraan. Bukan tujuan itu sendiri.
Pilihan sistem politik, sistem pemerintahan, bentuk negara, dan bentuk pemerintahan hanyalah alat (tools) untuk mencapai kemakmuran rakyat. Sekali lagi, bukan tujuan akhir. Semua bergantung penuh pada integritas kepemimpinan dan masyarakat itu sendiri.
Faktanya, pilihan sistem politik demokrasi, otoriter, totaliter seperti Amerika, China dan Korea Utara relatif stabil dan sejahtera. Pilihan sistem presidensial, parlementer, dan mixed seperti Indonesia, Inggris, dan Swiss juga relatif baik. Pilihan bentuk negara kesatuan dan federal seperti Perancis dan Malaysia relatif aman.
Demikian pula pilihan bentuk pemerintahan monarchi dan republik seperti Brunei dan Turki relatif jalan dan makmur. Ada pula contoh sebaliknya, melarat dan bubar seperti India dan Soviet. Jadi, pilihan atas sistem dan bentuk bernegara pemerintahan tak selalu menjanjikan. Bergantung kepemimpinan.
Realitasnya ada yang makmur, ada pula yang miskin dan bubar. Apapun pilihan sistem dan bentuk negara mesti dibangun di atas integritas. Kepemimpinan korup, arogan, nepotis, dan kolutif menandakan pemerintahan tuna integritas. Mereka dikontrol mulai anak, istri dan suami lewat Tiktok dan sejenisnya.
Dalam gejala itulah pemerintahan kini mengalami disosiasi. Runtuh bahkan oleh nepo baby dan nepo kids. Bukan oleh separatis atau pemberontakan polisi dan militer. Bukan pula serangan bangsa lain. Pemerintah remuk di tengah kesadaran kolektif generasi milenial mereformasi kejadulan pemerintahan kelompok kolonial angkuh.(*)
Penulis merupakan Ketua Harian Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) dan Guru Besar pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu