Kuasa yang Merunduk

SERPONG - Dalam tradisi sufistik, kekuasaan bukanlah takhta, melainkan amanah yang berat. Ia bukan medan untuk menonjolkan diri, tetapi kesempatan untuk merunduk, melayani, dan menyembuhkan luka sosial. Namun di banyak kota, termasuk Tangerang Selatan, kekuasaan justru tampil dalam bentuk sebaliknya: sibuk tampil di spanduk dan media, namun absen dalam denyut kehidupan rakyat yang sunyi.
Kita sering melihat pemimpin daerah yang lebih fasih berbicara di panggung seremonial daripada mendengar keluhan warga di gang-gang sempit. Ada jarak yang kian menganga antara realitas kekuasaan dan realitas kemanusiaan. Padahal, seorang wali kota adalah panglima pelayanan, bukan selebritas.
Dalam Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn, Imam al-Ghazali mengingatkan bahwa penyakit utama kekuasaan adalah riya’—keinginan untuk dilihat, dipuji, dan dikagumi. Ketika seorang pemimpin lebih tertarik pada citra daripada kinerja, maka pelayanan berubah menjadi panggung. Ia tidak lagi bekerja karena Allah dan amanah rakyat, tetapi karena sorotan dan sorak-sorai. Al-Ghazali menulis, “Riya’ adalah syirik kecil yang merusak amal sebesar gunung.” (Iḥyā’, Juz III)
Kekuasaan yang bijak justru adalah yang mampu merunduk. Seperti pohon yang berbuah: semakin lebat, semakin menunduk. Inilah tawadhu’, kerendahan hati, yang dalam khazanah tasawuf adalah inti dari maqam para wali. Mereka tidak mengejar jabatan, tapi ketika diminta rakyat, mereka tidak lari. Mereka tidak sibuk membungkus diri dengan popularitas, tapi justru menjadi tempat rujuk dalam diam.
Hasan al-Bashri, seorang tabi’in dan sufi besar, pernah menolak jabatan qadhi (hakim agung) pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ia berkata,
“Sesungguhnya aku lebih takut pada jabatan daripada godaan harta, karena ia bisa menyeret manusia yang jujur menjadi munafik.” Ini bukan bentuk apatisme, tapi kesadaran akan betapa beratnya memegang kuasa di hadapan Allah.
Di masa kini, warisan itu dilanjutkan oleh para pemimpin yang memilih jalan hening. Mereka tidak banyak bicara di media, tapi namanya harum di kampung-kampung. Mereka tidak haus panggung, tapi hadir dalam doa rakyat. Sayangnya, dalam politik hari ini, justru yang seperti itu kerap tersingkir—karena yang ramai lebih dianggap relevan daripada yang bekerja dalam diam.
Abdul Qadir al-Jilani dalam al-Fath al-Rabbānī menulis, “Kuasailah dirimu sebelum menguasai orang lain.” Pesan ini sangat relevan untuk para pejabat publik hari ini. Banyak yang ingin mengatur rakyat, tapi belum mampu mengatur ambisi diri sendiri. Banyak yang ingin dikenal luas, tapi tak sanggup menyelami kedalaman batin kekuasaan sebagai ladang hisab.
Tangerang Selatan adalah kota yang sedang bertumbuh. Jalan diperluas, fasilitas diperbanyak, dan pembangunan berjalan cepat. Namun, pembangunan jiwa pemimpinnya juga harus tumbuh seiring. Jika pemimpin hanya sibuk tampil, maka kota akan kehilangan arah. Tapi jika pemimpin tahu kapan harus hadir, dan kapan harus merunduk, maka kota ini akan menemukan jiwanya.
Kita perlu mendorong lahirnya “kepemimpinan yang menepi”—bukan melarikan diri, tapi memurnikan niat. Seorang pemimpin yang mau duduk bersama guru ngaji, mendengar ibu rumah tangga di pasar, menyambangi guru honorer, dan hadir di rumah duka tanpa perlu kamera. Ini bukan romantisme. Ini adalah fondasi kepemimpinan spiritual yang tahan godaan dunia dan tetap berakar pada nurani rakyat.
Akhirnya, kita perlu bertanya ulang: pemimpin macam apa yang kita butuhkan? Bukan yang paling viral, tapi yang paling hadir. Bukan yang paling bicara, tapi yang paling mendengar. Karena kekuasaan sejati bukanlah soal tampil di depan, tapi bertanggung jawab di dalam.
Maka, semoga wali kota dan segenap aparatur di Tangerang Selatan mau merunduk—agar bisa mengangkat rakyat. Karena seperti kata sufi: “Yang merunduk, dialah yang paling kokoh menampung hujan rahmat dari langit.”(*)
Hukum | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu