TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Pungutan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Dicabut

Luhut: Kami Ingin Harga Stabil, Tak Rugikan Petani

Oleh: NOV/AY
Senin, 18 Juli 2022 | 14:12 WIB
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pada saat pemakaran dalam Seminar. (Ist)
Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pada saat pemakaran dalam Seminar. (Ist)

JAKARTA - Pemerintah menghapus sementara pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah alias Crude Palm Oil (CPO) beserta produk turunannya hingga 31 Agustus 2022. Penghapusan sementara pungutan ekspor sawit ini dituangkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 tahun 2022.

PMK tersebut merupakan pe­rubahan atas PMK Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebu­nan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, PMK Nomor 15 ta­hun 2022 memberikan perubahan tarif pajak pungutan ekspor untuk seluruh produk sawit. Mulai dari tandan buah segar, kelapa sawit, buah sawit, CPO, palm oil hingga used cooking oil.

“PMK ini akan menurunkan tarif pungutan ekspor menjadi nol persen atau 0 rupiah kepada seluruh produk yang berhubungan dengan CPO atau kelapa sawit,” kata Sri Mulyani di Ba­dung, Bali, Sabtu (16/7).

Dia menjelaskan, tarif pungutan ekspor biasanya dikumpulkan dan menjadi sumber dana bagi BPD­PKS untuk stabilisasi harga.

Sesudah tanggal 31 Agustus 2022, atau saat peraturan berakhir, Pemerintah akan menerapkan tarif yang bersifat pro­gresif untuk ekspor sawit beserta turunannya.

“Artinya, kalau dalam hal ini harga CPO rendah, maka tarifnya juga akan sangat ren­dah. Sedangkan kalau harganya naik, tarifnya akan meningkat,” jelasnya.

Menurut Sri Mulyani, langkah tersebut dilakukan agar Pemerintah melalui BPDPKS menda­patkan pendanaan untuk melaku­kan program yang berhubungan dengan stabilisasi harga biodiesel, hingga minyak goreng.

Meski sibuk menjadi tuan rumah Presidensi G20, Pemerintah Indo­nesia tetap memperhatikan situasi dalam negeri yang berhubungan dengan pangan dan CPO.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan, hal ini dilakukan karena Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia.

Pemerintah juga melihat kondisi para petani, termasuk petani sawit dan kondisi masyarakat yang mengkonsumsi minyak goreng.

“Semua kebutuhan itu kami jaga dalam sebuah kebijakan. Termasuk pungutan ekspor, dan mencari keseimbangan berbagai tujuan tersebut,” ujar Sri Mulyani.

Terpisah, Menteri Koordina­tor Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Pemerintah akan berupaya mengem­balikan harga Tandan Buah Se­gar (TBS) kelapa sawit yang saat ini anjlok, ke posisi normal.

“Kami akan terus membuka keran ekspor, supaya harga TBS dapat kembali naik secara perla­han,” kata Luhut, Sabtu (16/7).

Luhut mengakui, mayoritas keluhan dari para perwakilan masyarakat penghasil dan petani sawit dari tiap daerah saat ini, karena harga anjlok di tengah tingginya permintaan.

Luhut juga memastikan, Pe­merintah akan mengaudit selu­ruh perusahaan kelapa sawit di Indonesia untuk mendapatkan informasi secara komprehensif tentang industri kelapa sawit.

“Kami akan melakukan yang belum pernah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya, yaitu mengaudit seluruh perusahaan kelapa sawit. Kami ingin harga stabil, tidak merugikan petani sawit dan masyarakat yang mengkonsumsi minyak goreng,” tegas Luhut.

Ekonom Center Of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy mengatakan, untuk me­nyelesaikan permasalahan sawit di Indonesia, harus diurai dari akar permasalahan.

“Kebijakan yang dikeluar­kan harus tepat dan tidak merugikan petani dan pengusaha sawit. Tidak merugikan kon­sumen sebagai pengkonsumsi produk turunan sawit,” kata Yusuf kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) kemarin. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo