TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

IMF Dan ADB Muji-muji Ekonomi RI

Semoga Tidak Ada Udang Di Balik Batu

Oleh: AN/AY
Jumat, 22 Juli 2022 | 15:54 WIB
Presiden Jokowi dan Perwakilan IMF. (Ist)
Presiden Jokowi dan Perwakilan IMF. (Ist)

JAKARTA - Dua lembaga pendonor dunia: International Monetary Fund (IMF) dan Asian Development Bank (ADB) memuji ekonomi Indonesia. Mereka menilai, ekonomi kita tahan banting. Semoga saja nggak ada udang di balik batu ya.

Pujian pertama datang dari Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. Kata dia, Indonesia menjadi salah satu negara yang aman dari resesi tahun ini. Alasannya, ada tiga.

Pertama, pertumbuhan ekonomi di kuartal I masih solid. Kedua, inflasi cenderung lebih rendah dari negara lain. Ketiga, rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga lebih terjaga.

Meski begitu, Georgieva meminta, Indonesia tetap mewaspadai perekonomian global yang sedang demam. IMF memberikan beberapa rekomendasi untuk Indonesia menghadapi ancaman resesi.

“Kalau inflasi naik, lawan. Kemudian, berikan bantuan fiskal pada mereka yang benar-benar membutuhkan. Indonesia juga harus perkuat koordinasi untuk memerangi ketidakpastian global,” pesannya.

Pujian kedua datang dari Asian Development Bank (ADB). Jika IMF bilang kita bakal tahan dari resesi, ADB malah menaikkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia jadi 5,2 persen tahun ini dari prediksi sebelumnya 5 persen. Alasannya, permintaan dalam negeri yang bagus dan pertumbuhan ekspor yang stabil.

Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga memprediksi, inflasi di Indonesia akan lebih tinggi tahun ini sebesar 4 persen dibandingkan proyeksi April 3,6 persen.

Hal itu akibat tingginya harga komoditas. Tidak hanya memprediksi ekonomi tahun ini, pada tahun 2023, ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,3 persen dan inflasi mencapai 3,3 persen.

Peningkatan inflasi menurunkan daya beli rumah tangga, tetapi tingginya harga sejumlah komoditas ekspor utama mendatangkan keuntungan berupa penghasilan ekspor dan pendapatan fiskal.

"Sehingga memungkinkan Pemerintah memberi bantuan di tengah kenaikan harga pangan, listrik, dan bahan bakar, sambil tetap mengurangi defisit anggaran,” terang Jiro.

Apa tanggapan pemerintah terkait pujian IMF dan ADB? Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengamini, proyeksi embaga donor tersebut. Menurut dia, info yang menyebut Indonesia bakal mengalami resesi adalah hoaks. Tidak ada keterkaitan langsung antara ekonomi Sri Lanka dengan Indonesia.

Buktinya, kata mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu, ekonomi Indonesia masih di atas 5 persen di kuartal I-2022. Bahkan akan terus tumbuh di kuartal II. Hal ini seiring peningkatan realisasi investasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi pada kuartal-kuartal selanjutnya.

Berdasarkan catatan pemerintah, realisasi investasi di Indonesia naik 35,5 persen menjadi Rp 302,2 triliun pada kuartal II-2022.

“Jadi hoaks menurut saya kalau ada yang bilang bahwa ekonomi di ujung persoalan,” cetus Bahlil.

Bank Indonesia (BI) juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 pada kisaran perkiraan 4,5-5,3 persen. Perekonomian akan tetap tumbuh ditopang oleh perbaikan mobilitas masyarakat dan aktivitas dunia usaha.

Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, perbaikan ekonomi domestik diperkirakan terus berlanjut. Ekonomi domestik kuartal II-2022 akan terus membaik yang ditopang peningkatan konsumsi dan investasi nonbangunan, serta kinerja ekspor yang lebih tinggi dari proyeksi awal.

Berbagai indikator dini pada Juni 2022 dan hasil survei BI terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur mengindikasikan terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi domestik.

“Dari sisi eksternal, kinerja ekspor lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Khususnya pada komoditas batu bara, bijih logam, dan besi baja didukung oleh permintaan ekspor yang tetap kuat dan harga komoditas global yang masih tinggi,” terang Perry.

Sementara Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mencium, ada udang di balik batu atas puja puji IMF dan ADB. Apalagi kondisi ekonomi global krisis.

Jadi tidak ada yang bisa jamin kondisi ekonomi Indonesia akan tetap aman.

"Jadi puja-puji terhadap ekonomi Indonesia kuat, ini sebenarnya masih sangat prematur. Jadi memang perlu diwaspadai, perlu diperhatikan,” tutur Bhima saat dihubungi, tadi malam.

Menurut dia, pujian tersebut mirip seperti krisis 1998. Sebelum krisis terjadi, Indonesia dipuji sebagai ASEAN Tiger. Saat itu Indonesia dianggap sebagai negara yang memiliki masa depan cerah dengan prospek gemilang. Namun, ketika terjadi krisis Asia, Indonesia menjadi salah satu yang paling menderita.

Daripada jumawa dipuji dua lembaga internasional, lebih baik pemerintah waspada, dengan memperbaiki sejumlah faktor yang sifarnya fundamental. Di antaranya industrialisasi dan ketahanan fiskal.

Lalu kenapa ekonomi Indonesia masih kuat? Menurut dia, inflasi belum melesat karena APBN masih kuat menahan. Salah satunya dengan menyalurkan subsidi.

“Tapi berapa lama? Kalau dana subsidi dan dana kompensasi untuk energi bengkak, misalnya lebih dari Rp 600 triliun, tentu nggak bisa bertahan lama,” pungkasnya. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo