TangselCity

OLIMPIADE PARIS 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

JPPR Kritik Bawaslu

Kok Diam Saja Sikapi Isu Netralitas Aparat

Oleh: Farhan
Jumat, 17 November 2023 | 11:00 WIB
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (Kornas JPPR), Nurlia Dian Paramita. (Foto: Ist)
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (Kornas JPPR), Nurlia Dian Paramita. (Foto: Ist)

JAKARTA - Penggiat pemilu mengingatkan semua pihak bahwa masih ada residu politik pasca penetapan nomor urut pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa (14/11/2023). Yaitu, munculnya isu dugaan kecurangan pemilu yang dinarasikan sebagian elit politik.

“Itu akan semakin mempersuram situasi pemilu yang sebentar lagi hendak memasuki tahapan kampanye,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (Kornas JPPR), Nurlia Dian Paramita dalam keterangannya, kemarin.

Terlebih, lanjut Mita, dugaan kecurangan tersebut tidak dilanjutkan ke proses hukum yang tersedia. Publik, kata dia, hanya disuguhkan tentang dugaan kecurangan tanpa ada kepastian melalui uji kebenaran melalui proses hukum.

“Apakah kecurangan itu benar atau tidak, kan kita tidak tahu,” katanya.

Mita mengingatkan para peserta pemilu dan elit partai politik (parpol), jangan mengorbankan masyarakat dengan “gi­mik politik.” Kabar kecurangan pemilu, kata dia, dapat menyulut api konflik antar pendukung salah satu calon yang merasa dicurangi dengan pendukung calon lainnya yang diduga melakukan kecurangan.

“Euforia dukungan capres melalui ak­tivitas deklarasi dukungan yang dilakukan parpol atau relawan dan pendukungnya, baik yang berbasis ormas atau individual, perlu dicegah sebelum memasuki tahapan kampanye,” imbuhnya.

Menurut Mita, semua pihak khusus­nya para pendukung pasangan capres-cawapres harus bisa menahan diri untuk tidak melakukan kampanye sebelum waktunya. Dia menegaskan, curi start kampanye atau kampanye colongan berpotensi terjadinya pelanggaran pemilu.

“Jangan sampai pasca penetapan capres-cawapres beserta nomor urutnya sebagai peserta pemilu sudah melakukan curi start kampanye,” katanya.

Mita menegaskan, pelaku pelanggar aturan kampanye bisa dikenakan sanksi pidana oleh KPU. Situasi tersebut, kata dia, tentu sangat mengkhawatirkan bagi penyelenggaraan pemilu yang seharusnya dapat berjalan secara damai, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luber jurdil).

“Kami berharap seluruh elemen masyarakat dapat melaporkan setiap dugaan pelanggaran pemilu dan peraturan perun­dang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilu kepada instansi yang berwenang,” pintanya.

“Agar tidak menjadi bola panas di pub­lik yang dapat menyulut konflik horizon­tal ditengah masyarakat dalam pelaksan­aan pemilu, termasuk melaporkan adanya dugaan aparat yang tidak netral dalam pelaksanaan pemilu,” sambung Mita.

Mita menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai salah satu penyeleng­gara pemilu dalam menangani masalah netralitas aparat masih bersikap pasif. Terlebih, ungkap dia, saat ini adanya dugaan aparat yang seharusnya netral, malah digerakkan untuk mendukung salah satu calon dan isunya menjadi bola liar.

“Bawaslu yang diamanatkan Undang-Undang Pemilu untuk mengawasi dan memastikan netralitas ASN, TNI dan Polri terkesan pasif dan gagap melihat fenomena itu. Isu pemasangan spanduk capres-cawapres tertentu oleh oknum aparat di wilayah Jawa Timur (Jatim) segera diusut,” tandas Mita.

Sebelumnya, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mengatakan, pasca penetapan pasangan capres-cawapres, potensi kampanye dini atau curi start kampanye sangat besar. Kata dia, idealnya Bawaslu sudah mengi­dentifikasi potensi pelanggaran tersebut.

“Bentuk dari potensi pelanggaran itu mu­lai dari pemasangan alat peraga kampanye yang masif dengan menunjukkan unsur citra diri. Lalu, politisasi anggaran karena banyak tim pemenangan yang berstatus menteri aktif,” beber Neni.

Neni melanjutkan, pengerahan massa pendukung kandidat dan kampanye di tempat terlarang. Hingga pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan TNI-Polri. ”Dalam situasi seperti ini, Bawaslu harus memiliki kepekaan, mitigasi, dan manajemen risiko untuk mencegah pelanggaran kampanye di luar jadwal,” katanya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo