TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

MK Hapus Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Mulai Pemilu 2029

Laporan: AY
Jumat, 01 Maret 2024 | 09:39 WIB
Suasana Sidang di MK. Foto : Ist
Suasana Sidang di MK. Foto : Ist

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas parlemen alias Parliamentary Threshold (PT) 4 persen. MK memerintahkan DPR segera mengubah aturan mengenai PT ini untuk diberlakukan pada Pemilu 2029.
Aturan ini tertuang dalam Putusan MK nomor 166/PUU-XXI/2023, yang dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (29/2/2024). Permohonan ini diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Dalam putusannya, MK menilai ketentuan PT 4 persen yang diatur Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan Pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin konstitusi. Namun, MK menyebut ambang batas parlemen tersebut masih konstitusional dan berlaku untuk Pemilu 2024. Sehingga, aturan ini baru akan diterapkan dan diberlakukan mulai Pemilu 2029 dan seterusnya.
“Sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan,” ujar Ketua MK Suhartoyo, saat membacakan putusan tersebut.
Selanjutnya, MK memerintahkan DPR sebagai pembentuk UU untuk mengubah ketentuan mengenai PT tersebut melalui revisi norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Untuk revisi ini, MK menitipkan lima poin.
Pertama, ambang batas parlemen baru harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, ambang batas harus tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem Pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya suara yang tak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.

Ketiga, perubahan harus dilakukan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik. Keempat, perubahan telah selesai sebelum tahapan Pemilu 2029 digelar.
Terakhir, MK meminta perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna. “Termasuk melibatkan partai politik peserta Pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR,” ucap Suhartoyo.

Sebelumnya, Perludem mengajukan gugatan terkait Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang menyatakan, partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR. Perludem mempersoalkan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu sepanjang frasa “paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional” yang dinilai akan berdampak langsung kepada proses konversi suara menjadi kursi.
Menurut Perludem, ketentuan ambang batas parlemen ini tidak boleh dikaitkan dengan ketentuan dalam Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu yang mengatur bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR baik provinsi maupun kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Sebab, bisa berakibat tidak terwujudnya sistem Pemilu yang proporsional karena hasil pemilunya tidak proporsional.
Dalam permohonannya, Perludem juga mengajukan cara penentuan ambang batas parlemen dengan rumus membagi bilangan 75 persen dengan rata-rata besaran jumlah besaran daerah pemilihan, ditambah satu, dan dikali dengan akar jumlah daerah pemilihan.

Namun, MK tidak menyetujui cara penghitungan ambang batas parlemen yang diusulkan Perludem itu. Sebab, hal itu merupakan kebijakan pembentuk undang-undang untuk merumuskannya lebih lanjut, termasuk menentukan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi I DPR Dave Laksono menilai, perubahan aturan ini memungkinkan terjadinya pertambahan partai politik pada Pemilu 2029. “Potensi selalu ada, akan tetapi kita lihat bagaimana perkembangannya beberapa tahun kedepan,” ungkapnya, Kamis malam (29/2/2024).
Untuk tindak lanjutnya, kata Ketua DPP Partai Golkar, DPR akan mengkaji putusan MK lebih dahulu dan membahas mengenai besaran ambang batas parlemen dalam Pemilu 2029.
“Tergantung bagaimana sistem Pemilu nantinya. Kan bisa juga diubah total Undang-Undang pemilu nantinya,” ungkapnya.
Ia menegaskan, tidak perlu ada yang dikhawatirkan bahwa aturan ini menjadikan persaingan Pileg 2029 semakin ketat. Sebab, masyarakat nantinya justru bisa lebih leluasa memilih wakilnya di Senayan.

Sementara, Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Romahurmuziy menyambut baik putusan ini. Menurutnya, putusan MK yang menghapus ketentuan ambang batas merupakan kemenangan kedaulatan rakyat, karena setiap suara pemilih terkonversi menjadi perolehan kursi anggota DPR.
“Inilah sebenarnya esensi sistem Pemilu proporsional, yakni tidak ada suara rakyat yang terbuang,” kata pria yang akrab disapa Rommy ini dalam keterangannya, Kamis (29/2/2024).

Rommy berharap, putusan ini langsung diterapkan pada Pemilu 2024 dan tidak perlu menunggu Pemilu 2029. Sebab, putusan MK berlaku final dan mengikat sejak dibacakan. Sama halnya dengan putusan MK nomor 90 tentang batas usia menjadi Capres-Cawapres.
Oleh karena itu, Rommy meminta KPU segera berkonsultasi dengan MK untuk menindaklanjuti putusan 116. "Mengapa? perubahan ketentuan usia syarat Capres-Cawapres bisa berlaku pada Pemilu 2024, tetapi penghapusan ambang batas parlemen pada Pemilu 2029,” ucap Romy.
Parliamentary Threshold merupakan syarat minimal persentase perolehan suara partai politik untuk memasuki parlemen. Aturan ini diterapkan dalam rangka penyederhanaan parpol, setelah aturan ambang batas Pemilu (electoral threshold) dianggap tidak efektif.
Pada Pemilu 1999, Indonesia pernah mencatat sejarah dengan partai politik terbanyak. Saat itu, ada 48 partai politik yang menjadi peserta Pemilu. Guna memangkas pertumbuhan parpol, ambang batas parlemen mulai diterapkan sejak Pemilu 2009.
Dalam Pemilu 2009, ditetapkan ambang batas parlemen sebesar 2,5 persen. Nilai tersebut bertambah menjadi 3,5 persen pada Pemilu 2014 dan menjadi 4 persen pada Pemilu 2019 hingga sekarang.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo