TangselCity

OLIMPIADE PARIS 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Terkuat Dalam Sidang Kasus BTS Kemkominfo

Mantan Anggota BPK Numpang Kencing Di Hotel Bertarif Rp 3 Juta

Laporan: AY
Rabu, 15 Mei 2024 | 12:10 WIB
Mantan Anggota BPK Achsanul Qosasi (kanan). Foto : Ist
Mantan Anggota BPK Achsanul Qosasi (kanan). Foto : Ist

JAKARTA - Ketua majelis hakim Fahzal Hendri menyindir Anggota Keuangan Negara (AKN) III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi dan rekannya, Sadikin Rusli karena menyewa kamar hotel hanya dipakai untuk buang air kecil. Padahal, harga kamar di Grand Hyatt Rp 3 juta per malam.
Sindiran itu disampaikan dalam sidang perkara pemerasan atau penerimaan gratifikasi yang menjerat Achsanul Qosasi dan Sadikin Rusli di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa, 14 Mei 2024.
Mulanya, hakim Fahzal meminta Sadikin menerangkan proses penerimaan uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat (USD) setara Rp 40 miliar untuk Achsanul. Uang dalam koper ukuran besar itu diserahkan Windi Purnama atas suruhan Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Anang Achmad Latif.
Penyerahan uang dilakukan di lantai basement parkiran mo­bil Hotel Grand Hyatt, Jakarta pada 19 Juli 2022. Di hotel bin­tang itu, Sadikin menyewa dua kamar di lantai 9, yakni nomor 902 dan 904. Booking kamar melalui wanita teman dekatnya, Arviana Jusuf.
Sebelumnya, Sadikin berkomunikasi dengan Achsanul, teman lamanya. Achsanul meminta Sadikin mengambil “paket garuda” di Jakarta. Dalam pemahamannya, paket itu dari sponsor untuk klub sepakbola milik rekannya itu, Madura United.

Singkat cerita, Sadikin juga janji bertemu Arviana di Jakarta. Pada 19 Juli 2022 sore, ia sudah tiba di Hotel Grand Hyatt.

“Jadi, yang untuk kami (Sadikin bersama Arviana—red) ini (kamar) 902. Yang 904 dia siapkan untuk keluarganya,” tutur Sadikin.
“Kan dua kamarnya, kenapa dia (Arviana) masuk ke kamar Saudara?” tanya hakim.
“Yah, masa saya ceritakan, wah, Yang Mulia. Ampun, Yang Mulia,” jawab Sadikin sambil terkekeh, diikuti tawa pengun­jung sidang.
Baru beberapa menit check in, Sadikin mendapat telepon via WhatsApp dari nomor yang tak dikenal. Kemudian si penelepon menyebut kata “garuda”, Sadikin pun mengerti maksudnya.

Sadikin lantas menemuinya di teras lantai 5 dekat kolam renang hotel. Berikutnya, Windi mengajak Sadikin menuju base­ment parkiran hotel.
Menurut Sadikin, usai menyerahkan koper Windi langsung pergi dengan mobilnya. Sedangkan dirinya langsung menuju kamar di lantai 9.

Di kamar 902 Sadikin sempat membuka koper yang diberikan Windi. Ia pun kaget karena ternyata isinya uang dolar. Lalu meminta Arviana memfotonya khawatir dicurigai ada yang hilang.
“Dihitung nggak?” tanya ha­kim Fahzal.
“Nggak, tapi ada banner di situ berapa kali berapa. Ada catatan kertas kecil, berapa kali berapa sama dengan Rp 40 miliar,” tutur Sadikin.

Berikutnya, ia turun ke loby hotel menunggu kedatanganAchsanul.

 “Begitu beliau(Achsanul) datang, baru bareng-bareng naik ke atas,” kata Sadikin.
“Lalu kapan uang diserahkan sama Pak Achsanul?” cecar hakim.

Ya, begitu beliau datang, sama-sama ke atas. Beliau ke 904 dulu, karena beliau mau numpang kencing,” respons Sadikin.
“Kenapa nggak kencing di 902?” hakim curiga.
“Saya tahu beliau ini karena kami bersahabat, mungkin salingmenghargai,” jelas Sadikin sera­ya mengatakan bahwa di kamar 902 ada Arviana.
“Atau sengaja, di situ (902) ada Ndak keluarga di Arviana itu?” kulik hakim.
“Nggak ada,” jawab Sadikin.

“Ya, bilang aja itu memang di-booking dua kamar. Yang tadinya untuk Pak Achsanul kanbisa jadi juga, tidak untuk keluarganya Arviana, sehingga penyerahan uang itu di 904?” tanya hakim.

“Tidak,” Sadikin menegaskan.
“Oh, ndak juga? Oh, numpang kencing doang? Ya, Allah berapa sewa kamar itu, Pak?” hakim penasaran.
“Kira-kira Rp 3 jutaan,” ung­kap Sadikin.
“Rp 3 jutaan untuk numpang kencing aja, hahaha,” respons hakim sambil terbahak, yang dii­kuti tawa pengunjung sidang.

“Bukan untuk numpang kencing, Yang Mulia.Karena memang awalnya untuk kelu­arga,” Sadikin berusaha menjelaskan.
“Ya, ndak apa-apa. Sekarang apapun dibayar kan, Pak? Kencing dibayar Rp 3 juta di Grand Hyatt, kurang ajar, hahaha,” ujar hakim sambil kembali tertawa.

Kemudian, koper berisi dolar itu diserahkan kepada Achsanul. Mereka lantas menuju lobby hotel, Achsanul langsung pergi membawa koper. Sedangkan Sadikin kembali ke kamar.
Selang beberapa lama, terkuaklah bahwa ada aliran Rp 40 miliar untuk Achsanul Qosasi terkait pemeriksaan proyek Base Transceiver Station (BTS) BAKTI Kemkominfo.
Sadikin mengaku kaget seka­ligus takut, saat Windi Purnama menyebut namanya dalam sidang perkara ini.

“Kemudian, saya kontak den­gan beliau (Achsanul), ‘kemba­likan aja Bro’, gitu. ‘Iya, iya, iya dikembalikan aja’, beliau menyampaikan seperti itu,” beber Sadikin menirukan percakapannya dengan Achsanul.

Sampai beliau ke Mekkah (ibadah haji) pun saya sampai­kan, ‘kembalikan aja Bro’,” Sadikin menandaskan.

Tak Lapor KPK
Achsanul membenarkan keterangan Sadikin. Namun mereka tidak memiliki nomor telepon Windi, yang menyerahkan uang. “Nomor teleponnya pun sudah tidak ada, dia (Sadikin) nggak kenal juga orangnya,” kata Achsanul.
“Nggak mungkinlah tidak tahu mengembalikan kepada siapa?” cecar hakim

“Bingung,” dalih Achsanul.

“Bingung?” sahut hakim.

“Bingung, terlebih ada berita pengembalian yang akhirnya viral,” jawab Achsanul.
“Sebagai pejabat negara waktu itu, apa yang harus dilakukan?” tanya hakim.
“Mestinya saya melapor,” jawab Achsanul.

“Kepada siapa?” kejar hakim.
“Ya kepada para penegak hukum, kepada KPK,” jawab Achsanul.

“Kepada KPK, kan. Ada kewa­jiban itu, kan?” tanya hakim.
“Ada, Pak, itu kelalaian saya,” ujar Achsanul.

“Di atas berapa itu kewajiban melapor itu?” tanya hakim.
“Rp 1 miliar,” jawab Achsanul.

Disimpan Di Kemang
Setelah menerima uang satu koper, Achsanul sempat menyembunyikannya di sebuah rumah di Kemang, Jakarta Selatan.
“Di Kemang? Rumah siapa itu?” tanya hakim.
“Saya sewa,” jawab Achsanul.
“Sewanya udah lama?” tanya hakim.

“Satu tahun kalau nggak salah,” jawab Achsanul.
“Oke, siapa yang tinggal di situ?” tanya hakim.

“Kosong, Yang Mulia,” jawab Achsanul.
“Untuk apa Bapak sewa ru­mah di Kemang? Bukannya tidak murah (sewa) rumah di Kemang itu? Untuk apa kalau nggak ditempati, nggak dihuni. Dibiarin begitu. Untuk apa?” tanya hakim.
“Untuk menyimpan uang itu, Yang Mulia,” dalih Achsanul.

“Untuk menjadi, jadi rumah itu disewa khusus untuk menyimpan uang itu?” tanya hakim.
“Iya,” jawab Achsanul.
Achsanul beralasan hendak mengembalikan uang itu. “Saya nggak mungkin bawa pulang. Saya sedang mempertimbang­kan untuk mengembalikan dan kembalikannya kan utuh,” kata Achsanul.
Achsanul sempat menyimpan koper berisi dolar itu di mobil.

“Tak berisiko itu?” tanya hakim.

“Sangat berisiko, tapi saya nggak punya pilihan,” jawab Achsanul.
“Nggak punya pilihan. Saya tidak mau mengutak-atik uang itu, makanya betul Pak Sadikin menyampaikan tidak mengambil uang itu karena kita bersepakat uang itu masih utuh, tidak kita kurangi,” dalih Achsanul.
“Tujuannya menyimpan di rumah itu di Kemang itu apa tujuannya?” tanya hakim.
“Sedang berpikir bagaimana caranya mengembalikannya,” dalih Achsanul.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo