TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Presiden Minta Alkes Dan Harga Obat Bisa Lebih Murah

Laporan: AY
Rabu, 03 Juli 2024 | 10:17 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan jajarannya, agar menekan harga alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan di Indonesia sehingga bisa lebih murah.

Hal tersebut diungkapkan Jokowi, saat melakukan rapat internal terkait relaksasi pa­jak industri kesehatan dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, di Istana Kepresidenan, Selasa (2/7/2024).

Menkes Budi Gunadi Sadikin menyatakan, harga obat di Indonesia lebih mahal tiga hingga lima kali lipat dibandingkan Malaysia.

Harga alat kesehatan buatan dalam negeri malah cenderung lebih mahal. Akibatnya, industri alkes dan obat Indonesia pun tak maju.

BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin mengatakan, mahalnya harga obat di Tanah Air bukan disebabkan oleh pajak.

Salah satu penyebabnya, kata BGS, adalah inefisiensi di jalur perdagangannya. Menu­rutnya, ada biaya-biaya yang tak transparan dan tak terduga. Dampaknya harga jual produk menjadi tak masuk akal.

Jika hanya karena pajak, kata BGS, dampaknya hanya 20-30 persen. Tapi, harga obat bisa melonjak 300-500 persen.

“Ada inefisiensi dalam perdagangannya jual-belinya, banyaklah masalah tata kelola, pembeliannya, ada juga yang kita mesti bikin supaya lebih transparan, biaya-biaya yang mungkin harusnya tidak harus dikeluarkan,” tutur eks Direktur Utama Bank Mandiri ini.

Budi mencontohkan, impor alkes seperti mesin USG mendapatkan bea masuk impor 0 persen.

Sedangkan untuk mengimpor komponennya, seperti layar USG dan bahan baku lain, dike­nakan bea masuk 15 persen.

Hal ini, kata Eks Dirut Inalum (Persero) ini menunjukkan inkonsistensi kebijakan. Di satu sisi ingin mendorong industri alkes dalam negeri, tapi di sisi lain, insentif dan disinsentif pen­dukungnya tak sejalan.

Untuk itu, perlu ada transpar­ansi jalur perdagangan alat kesehatan dan produk farmasi. Tata kelola yang baik akan me­ningkatkan daya saing produk dalam negeri.

“Itu lebih masalah tata kelola dan desain proses pembelian kita itu seperti apa,” ungkapnya.

Selain inefisiensi perdagangan, Budi menilai, Pemerin­tah akan mengefisienkan sistem perpajakan di industri kesehatan.

“Tetapi tidak mengganggu pendapatan pemerintah karena cash flow-nya, kan, penting juga bagi Pemerintah untuk dijaga,” ungkap Budi.

Menurutnya, perbaikan ter­hadap industri Indonesia bisa membuatnya tahan banting dari wabah besar, seperti pandemi Covid-19.

“Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta supaya indus­tri farmasi dan industri alkes dalam negeri bisa dibangun,” ungkapnya.

Sementara Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, tata kelola industri kesehatan memang ha­rus diperbaiki, sehingga layanan kesehatan yang diterima ma­syarakat baik, optimal, dan harganya masuk akal.

Menurut Agus, perbaikan ke­bijakan juga sekaligus akan mempercepat investasi di sektor kesehatan baik farmasi dan alkes.

Terpisah, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengatakan, optimalisasi rekrutmen dokter seharusnya menjadi prioritas Pemerintah saat ini.

Sebab, meski alkes dan dan obat-obatan ada, tapi dokternya se­dikit, maka kondisinya tetap sulit.

“Tetap susah juga kita. Mereka-mereka itu yang tahu dosis tepat di bidang kesehatan,” bebernya.

Dia juga berharap, setidaknya setiap warga negara Indonesia bisa memperoleh obat secara gratis.

“Itu kewajiban negara menja­min kesehatan warganya, lho,” tandas Cak Imin.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo