TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Tak Perlu SKCK, NPWP Dan Isi LHKPN

Enak Betul, Eks Napi Bisa Nyaleg

Laporan: AY
Kamis, 08 September 2022 | 09:31 WIB
Ilustrasi caleg yang mau nyaleg. (Ist)
Ilustrasi caleg yang mau nyaleg. (Ist)

JAKARTA - Surat Keterangan Catatan Kepolisian atau SKCK biasanya menjadi salah satu syarat wajib untuk melamar kerja. Namun, itu tidak berlaku untuk calon anggota legislatif (caleg).

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), caleg DPR hanya perlu menyertakan surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan jika pernah dipenjara.

“Surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana,” mengutip Pasal 240 Ayat (2) huruf c UU Pemilu.

Calon anggota DPR juga perlu mem­buat surat pernyataan bermaterai berisi pengakuan tidak pernah dipenjara dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.

Syarat tersebut juga berlaku bagi calon anggota DPRD provinsi dan DPRD ka­bupaten/kota di Pemilu 2024.

Kemudian, calon anggota DPR dan DPRD pun tidak wajib menyertakan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) saat mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Mereka juga tidak wajib menyertakan surat tanda terima atau bukti penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Syarat lainnya, calon anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota serta DPD di Pemilu 2024 memiliki riwayat pendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.

“Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah Kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat,” bunyi Pasal 240 huruf e UU Nomor 7/2017.

Calon anggota DPR, DPRD serta DPD juga harus telah berusia 21 tahun atau lebih, berdomisili di Indonesia, dapat berbicara, membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia. Calon pun harus ber­status kader partai politik.

Kemudian, calon anggota DPR, DPRD serta DPD harus sehat jasmani, rohani dan bebas dari penyalahgunaan narkotika.

“Cacat tubuh tidak termasuk kategori gangguan kesehatan,” bunyi penjelasan Pasal 240 huruf h UU Nomor 7/2017.

Syarat bagi calon anggota DPR yang tidak wajib menyertakan SKCK, NPWP serta LHKPN berbeda dengan syarat calon presiden dan wakilnya (capres-cawapres).

Merujuk UU Pemilu, capres-cawapres wajib menyertakan SKCK, fotokopi NPWP serta bukti LHKPN saat mendaftar ke KPU. Semua itu diatur dalam Pasal 227.

“Pendaftaran bakal pasangan calon dilengkapi persyaratan surat keterangan catatan kepolisian dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia,” mengutip Pasal 227 huruf b UU Pemilu.

Akun @susipudjiastuti kaget mengetahui ada aturan ini. Menurutnya, SKCK yang diwajibkan untuk pelamar kerja harus juga diterapkan untuk calon anggota DPR.

“Sementara yang melamar jadi tukang bersih-bersih kantornya harus pakai SKCK,” ujar mantan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Akun @putrizkam mengatakan, peru­sahaan saja mencari kandidat pegawai dengan kriteria sebaik-baiknya. “Masa, sekelas lembaga negara yang perannya lebih besar bisa diduduki sembarang orang tanpa SKCK,” ujarnya.

“Daftar jadi karyawan di kantorku saja wajib pakai NPWP sama SKCK,” ujar @ kebohejoreborn.

Akun @yukar76 sedih aturan untuk menjadi anggota DPR terlalu ramah bagi penjahat atau koruptor. Kata dia, rakyat biasa harus menunjukkan surat tidak pernah terlibat kriminal untuk ngelamar kerja. “Sedangkan mereka yang katanya wakil rakyat nggak apa-apa kalau pernah dipenjara,” ujarnya.

“Eks napi tidak punya kesempatan kedua untuk bekerja di swasta. Eh, tapi jadi anggota DPR bisa deng, koruptor saja bisa,” kata @salam_yebo.

Akun @WhoamI_slowread meminta publik lebih waspada. Aturan ini bisa memu­luskan calon anggota DPR yang korup atau pernah korupsi. Tidak mewajibkan SKCK, NPWP, LHKPN supaya tidak ketahuan pernah korupsi dan bisa korupsi lagi.

“Kalau wajib mungkin pada gagal kali ya. Mantan napi seharusnya nggak boleh jadi anggota DPR. Kalau dibilang sudah tobat mending bangun tempat ibadah sesuai kepercayaan saja, nggak usah jadi anggota DPR,” tutur @Cero_Amunk09.

Akun @rhevenpermana mengata­kan, aturan ini menandakan rendahnya kualitas DPR. Peraturan tersebut, bisa dibandingkan dengan perusahaan yang harus menyertakan SKCK untuk para pelamar kerja.

“Bisa disimpulkan sendiri bagaimana perusahaan mencari calon-calon dengan sebaik-baiknya, bukan secukup-cukup­nya,” ujarnya.

“Miris, rakyat harus berkelakuan baik sementara penjahat boleh jadi pejabat,” cetus @dedy14045.

Menurut @DsSupriyady, aturan terse­but nyeleneh. Kapan Indonesia mau benar kalau pemimpinnya, wakil rakyatnya, bikin aturan nyeleneh seperti itu.

“Dari dulu saya merasa ini peraturan paling aneh sedunia,” timpal @rranmao. “Negaraku semakin lama semakin aneh,” tegas @kana_cchii.

“Memang di negeriku tercinta ini pera­turan dibuat mudah untuk calon anggota DPR, pejabat dan penguasa. Sedangkan peraturan untuk rakyat kecil dipersulit, berbelit-belit dan diputar-putar, miris,” tutur @jiminsantoso.

 @panggilakutian mendesak Pemerintah menghapuskan kewajiban melampirkan SKCK untuk para pencari kerja. Soalnya, sekelas DPR saja tidak perlu melampirkan SKCK. Bahkan, bisa jadi untuk nyapres pun nanti tidak perlu SKCK lagi. “Alhamdulillah. Mungkin ini titik awal dihapuskannya SKCK untuk semua pekerjaan,” timpal @dokyong_.

“Sepertinya sudah tidak relevan lagi SKCK,” sambung @kurnia_awan85. “Betul, semua orang berhak dapat kes­empatan kedua. Biar adil,” tambah @ bonumesthomini. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo