TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Eksklusif Dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi

Meski Rumit, Negara G20 Sepakat Bangkit Bersama

Laporan: AY
Kamis, 15 September 2022 | 08:52 WIB
CEO Rakyat Merdeka Group Kiki Iswara saat melakukan wawancara dengan Menlu Retno Marsudi. (RM)
CEO Rakyat Merdeka Group Kiki Iswara saat melakukan wawancara dengan Menlu Retno Marsudi. (RM)

JAKARTA - Perang Rusia Vs Ukraina membuat situasi menjelang pertemuan puncak G20, rumit. Harapannya, 20 kepala negara bisa hadir lengkap, saat pertemuan di Bali, November mendatang. Tapi, apakah harapan itu mungkin terjadi?

Saat ini, hubungan Rusia dan Amerika masih panas. Serangan rudal dan bom Rusia ke Ukraina belum menunjukkan tanda-tanda berakhir.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, menjadi orang yang paling sibuk melobi negara-negara anggota G20. Posisinya, kata Menlu, dihadapkan pada suasana yang sangat dinamis, dengan rivalitas yang semakin tajam.

“Presidensi G20 Indonesia berlangsung di tengah situasi yang memang rumit. Namun kami mencoba terus berkomunikasi dengan negara-negara anggota,” terang Menlu Retno, saat menerima Rakyat Merdeka, di Gedung Pancasila, Pejambon, Jakarta, Senin (12/9).

Hadir dalam pertemuan itu, Kiki Iswara Darmayana (Direktur Utama/ CEO RM Group), Supratman (Koordinator Dewan Kebijakan Redaksi/Ketua Riset dan Analisis), dan Sarif Hidayat (Kepala Redaktur Eksekutif).

Sebagai informasi, G20 terdiri dari 19 negara dengan perekonomian besar di dunia. Ditambah satu organisasi pemerintahan dan supranasional, yaitu Uni Eropa. Anggota G20 adalah Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Prancis, China, Turki, dan Uni Eropa.

Menlu menjelaskan, di tengah rivalitas yang tajam, Indonesia sebagai Presidensi G20 mencari cara, faktor apa yang bisa jadi pemersatu di antara negara-negara anggota.

Ternyata, ada kesamaan, semuanya sepakat mempercepat pemulihan ekonomi dunia. Mereka ingin segera bangkit dari keterpurukan. “Itulah yang menjadi pemersatunya,” tegas Menlu.

Bagaimana proses komunikasinya? Retno menjawab, ”Proses yang kita jalani sampai titik ini, sekitar dua bulan menjelang KTT G20, masih on the right track.”

Tolok ukur keberhasilan Presidensi G20 Indonesia, bukan lagi menghadirkan seluruh kepala negara anggota G20. Tetapi, sejauh mana menghasilkan kerja sama yang sifatnya konkret. Pesan Presiden, kata Menlu, ada empat pilar penting Presidensi Indonesia di G20. Yaitu kesehatan global, transisi energi, transformasi digital dan ketahanan pangan.

“G20 sebenarnya bukan forum politik. Tapi kita juga tidak bisa menutup mata bahwa forum kerja sama keuangan dan pembangunan ini bisa berdampak terhadap situasi geopolitik yang ada,” urainya.

Posisi Indonesia, papar alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu, sejauh ini terus berusaha melakukan komunikasi. Menciptakan suasana aman dan nyaman bagi semua anggota untuk berkontribusi.

Salah satu bukti tanggung jawab Indonesia, menurut Retno, adalah ketika Jokowi datang ke Moskow (Rusia) dan ke Kiev (Ukraina) secara bersamaan. Dalam kunjungan itu, kata Menlu, Presiden Jokowi mengenakan beberapa “topi” atau posisi. Yaitu, sebagai Presidensi G20, sebagai salah satu Champion Global Crisis Response (kelompok yang dibuat oleh Sekjen PBB, bertugas merespon krisis energi, pangan dan keuangan di Ukraina).

“Misi Presiden ke Kiev dan Moskow adalah memberi pesan perdamaian. Ajakan untuk menyelesaikan konflik. Ini tidak hanya dilakukan Presiden, tetapi juga beberapa pihak secara berbarengan,” kata mantan Dubes Indonesia untuk Belanda itu.

Tapi kok belum berhasil damai ya? Retno menjawab, ”Memang belum membuahkan hasil. Nggak apa-apa. Yang penting, ajakan untuk penyelesaian damai harus terus disampaikan.”

Bagaimana update terbarunya? Menlu mengatakan, kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia, akhirnya bisa membuka rantai pasokan gandum dan pupuk dunia.

“Ini penting sekali. Tanpa reintegrasi ini, dampaknya kepada penduduk dunia sangat besar. Alhamdulillah, saya mendapatkan update ekspor gandumnya sudah mencapai Afrika,” ungkap Retno.

Krisis Myanmar Belum Pulih

Selain Presidensi G20, Indonesia juga akan ditunjuk menjadi Ketua ASEAN tahun depan. Dan tanggung jawab yang akan dipikul, lanjutnya, tidak lebih ringan dari saat ini. Bakal ada tantangan eksternal dan internal.

Eksternalnya yaitu, kondisi akibat pandemi Covid-19 belum sepenuhnya pulih. Di tambah rivalitas politik internasional yang makin meruncing. Sementara internalnya, situasi politik Myanmar diperkirakan belum membaik.

Myanmar saat ini berada dalam kondisi politik yang ruwet sejak Jenderal Min Aung Hlaing memimpin kudeta pada Februari 2021, terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi. Ada penangkapan massal, pembunuhan dan tuduhan kebrutalan sistematis.

Menurutnya, titik awal untuk penyelesaian krisis Myanmar adalah, konsolidasi demokrasi dan dialog nasional. 

“Selama ini ASEAN membuktikan diri menjadi lokomotif stabilitas dan perdamaian maupun kemakmuran kawasan. Indonesia ingin, 50 tahun ke depan ASEAN ini tetap seperti itu. Kokoh, tidak terombang-ambing, merapatkan sentralitas, sehingga bisa banyak berkontribusi,” katanya.

Diplomasi Vaksin

Kilas balik penanganan pandemi Covid-19, Menlu menceritakan proses diplomasi vaksin yang dilakukan Indonesia. Dia mengisahkan, situasi saat itu tidak mudah. Indonesia adalah negara besar dengan penduduk lebih dari 270 juta. Saat pencarian vaksin, kondisinya serba tidak pasti. Produksi masih sangat terbatas, sementara permintaannya tinggi sekali.

“Kita berpacu dengan waktu. Dengan perhitungan semua aspek. Alhamdulillah, Indonesia mengamankan total lebih dari 510 juta vaksin. Dan 25 persennya, gratis, sehingga bisa menghemat uang negara,” papar Retno.

Saat pandemi, prioritas kerja dan cara pandang diplomasi langsung berubah. Bersama Kementerian BUMN dan Kementerian Kesehatan, baju membahu mencari vaksin sebanyak mungkin. Salah satu kunci yang melancarkan prosesnya adalah pertemanan, networking, hubungan baik.

“Itu seperti tabungan, aset, sangat bermanfaat membantu misi kita,” katanya.

Jejaring ini juga sangat membantu saat melakukan evakuasi dan penyelamatan WNI yang terkena masalah di luar negeri.

“Saya tidak tidak bisa bayangkan. Andai tidak memiliki tabungan networking yang tebal,” ujarnya.

Misalnya, saat membantu WNI di Ukraina. Menlu mengisahkan, evakuasi telah dilakukan secara bertahap, karena situasi tidak menentu dan cepat berubah. 

“Katakanlah kami mau mengevakuasi, tiba-tiba ada ancaman. Dan situasi keamanan pun berubah. Maka kita putuskan tunda dulu menunggu situasi lebih baik. Namun, Alhamdulillah kita dapat mengevakuasi mereka dengan selamat,” kisahnya.

Demikian juga dengan WNI korban penipuan dan perdagangan orang di Kamboja. Kementerian Luar Negeri menyelamatkan lebih dari 240 WNI.

“Perlindungan WNI adalah salah satu prioritas politik luar negeri Indonesia,” pungkas Menlu.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo