Pemerintah Mau Ekspor Beras, Soal Singkong Dan Garam Masih Harus Kerja Keras

JAKARTA - Target Pemerintah untuk urusan beras sudah beres. Karena stoknya melimpah, Pemerintah juga berencana untur ekspor beras. Namun, untuk urusan singkong dan garam, Pemerintah masih harus kerja keras. Karena sampai sekarang, masih impor.
Melimpahnya stok beras dalam negeri diungkap langsung Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono. Kata dia, saat ini, Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sudah mencapai 3,7 juta ton. Penyerapan beras dari Januari hingga pertengahan Mei 2025, sudah mencapai 2,1 juta ton.
Dengan stok yang melimpah, Sudaryono bilang, Pemerintah berencana ekspor beras ke negara lain. Salah satu negara yang sudah meminta impor beras dari Indonesia adalah Malaysia sebesar 2.000 ton tiap bulan. Ekspor beras ke Malaysia akan dilakukan bila sudah mendapat restu dari Presiden Prabowo Subianto.
Lain halnya dengan singkong dan garam. Sampai saat ini, kebutuhan untuk singkong dan garam dalam negeri masih perlu ditopang oleh impor dari negara lain.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengungkapkan, saat ini kapasitas industri garam dalam negeri belum swasembada. Kata dia, swasembada garam baru tercapai pada 2027 usai pendirian pabrik-pabrik.
“Maka itu tadi disepakati. Karena sudah teriak-teriak (industri) farmasi, mamin (Industri makanan dan minuman). Untuk infus itu pakai garam. Nah itu kita belum bisa bikin, tahun 2027 baru bisa,” kata Zulhas.
Selain garam, impor singkong juga masih dilakukan. Namun, Zulhas membantah, adanya impor karena produksi singkong dalam negeri sedikit. Sebaliknya, produksi singkong dalam negeri sekarang sudah melimpah.
Saya ini dimarahin di kampung saya. Saya sudah didemo, udah habis kami ini. Jadi singkong itu makanan, tapi dia kan diperdagangkan bebas, belum ada larangan pembatasan,” jelas Zulhas.
Zulhas mengaku telah mengajukan usulan melalui prakarsa dari Kementerian Perdagangan agar aturan impor dan ekspor singkong pindah ke Kemenko Bidang Pangan. “Baru sekarang kita mau urus usulan prakarsanya Kemendag untuk larangan terbatas. Tapi baru diurus ini,” pungkasnya.
Soal singkong, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman sama dengan Zulhas. Mentan telah bersurat ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berisi pengendalian impor komoditas singkong dan produk turunannya. Mentan usul digelar Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) pengendalian impor.
Melalui surat bernomor B-191/PI.200/M/05/2025 tertanggal 14 Mei 2025, Amran menyampaikan perlu perlindungan untuk para petani komoditas ubi kayu dalam negeri. Hal ini menyusul rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tentang peningkatan volume impor singkong dari tahun 2023 ke 2024.
Situasi saat ini mengganggu pasar domestik dan mengancam keberlangsungan usaha tani singkong beserta produk turunannya seperti tepung tapioka. “Perlu langkah strategis pengendalian impor, termasuk opsi penetapan larangan terbatas terhadap komoditas ubi kayu dan beberapa bentuk produk turunannya,” kata Amran dalam keterangannya, Minggu (18/5/2025).
Diungkap Amran, petani ngeluh harga jual rendah dan hasil panen sulit terserap industri dalam negeri karena banjir produk impor. Jika tak ada pengendalian, semangat produksi lemah dan petani di sentra-sentra utama singkong nasional, merugi.
Pengendalian impor singkong ini, tegas Amran, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, mengoptimalkan bahan baku lokal, dan mendukung hilirisasi industri dalam negeri.
“Jika produksi dalam negeri memadai, kenapa harus tergantung pada impor? Ini soal keberpihakan kepada petani dan keberanian mengambil keputusan strategis demi kedaulatan pangan kita,” tegas Amran.
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menjelaskan kenapa Indonesia masih impor singkong dan garam. Kata dia, singkongnya dalam bentuk tapioka, sementara garamnya untuk industri, bukan konsumsi rumah tangga.
Keduanya sudah lama kita impor. Kenapa? Karena tapioka masih kurang, dan garam industri belum ada yang berproduksi di sini,” kata Khudori saat dihubungi, tadi malam.
Menurutnya, permintaan Amran ke Airlangga tidak bisa dilakukan tanpa kajian mendalam. Impor tapioka dilakukan karena produksi singkong tidak kontinyu, dan harganya mahal. Sedangkan garam, belum ada yang memproduksi garam industri di Indonesia.
“Seharusnya tidak ada cerita Indonesia tidak bisa memproduksi garam industri. Perlu keseriusan dan langkah yang konsisten, agar tidak mudah tergoda kepentingan sesaat: impor,” pesan Khudori.
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 23 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu