Sri Mulyani: Efisiensi Anggaran Lanjut Tahun Depan

JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi menyampaikan kerangka kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) tahun 2026 ke DPR. Dalam kerangka kebijakan itu, Sri Mulyani menyinggung kondisi dunia yang dibayangi ketidakpastian. Makanya, ekonom jebolan Universitas Indonesia itu membuka opsi, efisiensi anggaran bakal berlanjut tahun depan.
Pernyataan itu disampaikan Sri Mulyani dalam pidatonya di Rapat Paripurna DPR ke-18 Masa Persidangan III, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5/2025). Dokumen KEM PPKF yang dibacakan Sri Mulyani, nantinya akan menjadi bahan pembahasan awal penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Menurut Sri Mulyani, KEM PPKF telah disusun dengan mempertimbangkan berbagai dinamika global saat ini. Pemerintah, kata dia, akan memonitor berbagai langkah-langkah efisiensi dalam penyusunan RAPBN 2026, dengan mengevaluasi realisasi tahun ini.
Perempuan berusia 62 tahun ini menyinggung kondisi dunia yang dibayangi ketidakpastian. “Hal ini terjadi akibat persaingan dan perang ekonomi, perang dagang, perang keuangan dan bahkan perang militer antar negara,” kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut, perang dagang yang eskalatif dan ketidakpastian arah kebijakan ekonomi dunia ke depan telah memperburuk situasi perekonomian dunia yang sudah rapuh sejak awal tahun. Jika dibandingkan dengan data di triwulan yang sama tahun lalu, beberapa negara sudah mulai mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi di triwulan I tahun ini.
Dia mengambil contoh Korea Selatan (Korsel) yang terkontraksi 0,1 persen secara tahunan. Ini pertama kalinya Negeri Gingseng mengalami pelemahan sejak pandemi Covid-19 tahun 2020. Singapura, yang menjadi hub perdagangan dan investasi global, ekonominya juga anjlok dari 5 persen menjadi 3,8 persen secara tahunan.
Selain itu, lanjut dia, semangat kerja sama antar negara telah berubah menjadi persaingan di semua lini. Hampir semua negara mulai menerapkan kebijakan proteksionis dan mendahulukan kepentingan negaranya. Akibatnya, kerjasama bilateral dan multilateral yang telah dibangun runtuh seketika.
Kondisi ini, lanjut Sri Mulyani, tentu mengganggu rantai pasok global yang selama ini menjadi fondasi sistem ekonomi. Ketidakpastian ini juga membuat kegiatan ekspor impor lesu, serta mendorong aliran modal keluar (capital outflow).
Dampaknya, tentu mengancam stabilitas nilai tukar, meningkatkan tekanan inflasi dan menyebabkan suku bunga global tetap tinggi,” kata perempuan kelahiran Lampung itu.
Bendahara Negara juga menyinggung terkait kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden AS Donald Trump. Kebijakan Trump itu mengingatkan Sri Mulyani pada kondisi 125 tahun lalu. Dalam kondisi ini, peran Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang diciptakan sebagai tempat negosiasi dispute/persengketaan dagang antar negara secara de facto disebut tidak berjalan.
“Jarum sejarah dunia seakan berputar balik mundur satu abad ke belakang di AS, atau bahkan mundur ke abad 16-18 sewaktu kebijakan merkantilisme mendominasi dunia,” sindir Sri Mul.
Bendahara Negara juga melaporkan bahwa APBN mencetak surplus senilai Rp 4,3 triliun atau 0,02 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per April 2025. Pendapatan negara mencapai Rp 810,5 triliun atau 27 persen dari target, bertambah hampir Rp300 triliun dari realisasi pada Maret 2025.
Penerimaan terus menunjukkan penguatan, menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi mengalami penguatan meski menghadapi guncangan,” tegas mantan Menteri Perekonomian di era Presiden SBY itu.
Untuk tahun depan, Sri Mulyani membuka opsi untuk kembali melakukan efisiensi. Saat ini, Pemerintah masih melakukan evaluasi terhadap efisiensi anggaran di semua kementerian/lembaga.
“Ini kan masih sekitar 2 bulan lagi ya, jadi kinerja dari Kementerian/Lembaga dan langkah-langkah efisiensi mereka tentu akan masuk di dalam pertimbangan untuk penyusunan pagu dari anggaran APBN,” kata Sri Mulyani usai rapat paripurna.
Dia memastikan pemerintah akan tetap selektif dalam APBN 2026. Hal ini dilakukan karena APBN akan diprioritaskan untuk bidang-bidang tertentu yang perlu mendapatkan afirmasi. “Makanya desainnya nanti akan tetap dilihat dari sisi kinerja ekonomi makronya,” kata Sri Mulyani.
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta seluruh unsur otoritas di sektor ekonomi dan keuangan ikut berkontribusi menggenjot perekonomian. Menurutnya, selama ini pertumbuhan ekonomi hanya dibebankan kepada APBN.
Kata Misbakhun, ekonomi tidak hanya bisa didorong menggunakan instrumen fiskal. Apalagi, kapasitas fiskal Pemerintah saat ini sangat terbatas. Sehingga, perlu peran instrumen moneter untuk tetap membuat perekonomian tumbuh positif.
“Bank Indonesia (BI) peran kebijakannya juga sangat luar biasa. Pertumbuhan selama ini seakan-akan menjadi beban APBN sendirian,” kata politisi Partai Golkar itu dalam acara Outlook Ekonomi DPR di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (20/5/2025).
Selain menjaga stabilitas tekanan inflasi dan nilai tukar rupiah, otoritas moneter seperti BI harus andil dalam menjaga pasokan uang untuk mengerek pertumbuhan ekonomi. “Itu mempunyai peran pertumbuhan yang sangat signifikan,” ungkap Misbakhun.
Untuk memperkuat peran BI dalam mendorong pertumbuhan, Komisi XI DPR sebetulnya telah melakukan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengakui, perang tarif telah mengguncang perdagangan global yang membuat banyak negara jadi proteksionis. Hal ini bertolak belakang dengan prinsip kerja sama global yang mutualistik.
Atas kondisi ini, Said mendorong agar Pemerintah menggalang organisasi internasional untuk mengoreksi praktik pengenaan tarif sepihak yang dibalas dengan retaliasi. “Pemerintah perlu mengajak dunia perlu membangun komitmen baru dalam perdagangan,” ujar politisi PDIP itu.
Kabar Pergantian Dirjen Pajak Dan Bea Cukai
Demi menggedor penerimaan negara, Presiden Prabowo Subianto dikabarkan bakal mengganti Dirjen Pajak Dan Dirjen Bea Cukai. Dua nama dijagokan bakal mengisi posisi tersebut. Bimo Wijayanto ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Pajak menggantikan Suryo Utomo. Sementara Letnan Jenderal Djaka Budi Utama dipercaya sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai menggantikan Askolani.
Di tengah kabar itu, Presiden memanggil Bimo dan Djaka ke Istana Kepresidenan, Jakarta. Keduanya mengaku diberikan arahan oleh Prabowo sebelum resmi dilantik sebagai dirjen di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Saya diberi mandat nanti sesuai arahan menteri keuangan akan bergabung dengan Kemenkeu, begitu juga dengan Letjen Djaka,” ujarnya.
Saat ditanya soal posisi dirjen Kemenkeu yang akan dijabat, Bimo meminta agar awak media menunggu pengumuman resmi. “Nanti pengumuman resminya ditunggu saja dari Kementerian Keuangan,” pintanya.
Kendati demikian, Bimo mengungkapkan bahwa Prabowo berkomitmen untuk memperbaiki sistem perpajakan Indonesia supaya lebih akuntabel, berintegritas dan independen. Sehingga penerimaan pajak dapat dimaksimalkan untuk mengamankan jalannya program-program prioritas Kabinet Merah Putih.
Nasional | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 1 hari yang lalu
Nasional | 5 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu