Renovasi Gedung DPRD Banten Dinilai Memboroskan Anggaran dan Tidak Urgen
Diperlukan Audit Investigatif untuk Awasi Pekerjaan

SERANG - Penataan Gedung DPRD Provinsi Banten yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp 30 miliar mendapat reaksi publik. Sebab, Gedung DPRD Banten yang secara kondisi masih layak, tidak cukup urgen untuk dilakukan renovasi yang tidak perlu.
Diketahui Sekretariat DPRD (Setwan) Provinsi Banten tahun ini melakukan penataan sejumlah bangunan dengan alokasi anggaran sekitar Rp 30 miliar. Anggaran tersebut dialokasikan dari APBD TA 2025 yang ditargetkan selesai tahun ini.
Besaran alokasi anggaran tersebut bisa diakses melalui laman sirup.lkpp.go.id. Sejumlah paket pekerjaan tersebut seperti lanskap taman luar dan dalam Rp 2,1 miliar, renovasi Ruang Komisi 1, 2, 3, 4, dan 5 dengan total anggaran Rp 7,2 miliar, pemasangan kaca selasar perkantoran Rp 1 miliar, perbaikan pagar dan pos jaga Rp 2,5 miliar, renovasi musala Rp 1,4 miliar, renovasi partisi dinding lantai 2 Rp 4,1 miliar, renovasi partisi dinding lantai 1 Rp 4,5 miliar, renovasi lantai perkantoran Rp 1,2 miliar, renovasi lantai 1 dan 2 paripurna Rp 2,8 miliar, renovasi partisi dinding lantai 3 Rp 1,5 miliar, renovasi lantai dak gedung utama Rp 501 juta, renovasi lantai dak gedung timur Rp 250 juta, dan pembangunan jembatan koneksi kantin dan gedung Rp 676 juta.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Ikhsan Ahmad menyebut, kebijakan tersebut dinilai hanya pemborosan anggaran serta tidak adanya kepekaan terhadap kondisi masyarakat Banten yang sebagian masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Karena di tengah berbagai persoalan mendesak yang masih membelit Provinsi Banten, seperti tingginya angka kemiskinan, keterbatasan akses pendidikan dan layanan kesehatan di daerah tertinggal, hingga ketimpangan pembangunan antarwilayah, harusnya penggunaan dana publik dalam jumlah fantastis untuk kepentingan renovasi Gedung DPRD menimbulkan pertanyaan serius. Tidak hanya soal urgensinya, tetapi juga soal integritas prosesnya.
“Yang lebih mengkhawatirkan, pembengkakan anggaran seperti ini kerap menjadi celah terjadinya praktik penyalahgunaan wewenang, mark up biaya dan bentuk-bentuk korupsi terselubung lainnya,” ujar Ikhsan Ahmad kepada wartawan, Kamis (31/7/2025).
Menurut dia, dalam berbagai studi dan praktik pengawasan anggaran di Indonesia, proyek-proyek fisik dengan nilai besar dan urgensi yang tidak jelas sering menjadi ladang subur bagi persekongkolan antara oknum eksekutif dan legislatif.
Oleh karena itu, publik patut mencurigai apakah proyek renovasi ini benar-benar dirancang untuk meningkatkan fungsi pelayanan lembaga DPRD atau justru menjadi proyek mercusuar yang sarat konflik kepentingan.
“Saya mendorong dilakukannya audit investigatif secara independen oleh lembaga pengawasan seperti BPK, KPK, maupun Inspektorat internal provinsi guna memastikan tidak ada penyimpangan dalam proses pengadaan maupun pelaksanaan renovasi ini. Jika ditemukan kejanggalan, maka harus ada penegakan hukum yang tegas dan transparan,” sarannya.
Ikhsan berpandangan, DPRD sebagai lembaga representasi rakyat semestinya memberikan teladan dalam pengelolaan anggaran yang akuntabel, sederhana, dan pro-rakyat.
Renovasi gedung tidak boleh mengalahkan prioritas anggaran yang menyentuh langsung kebutuhan masyarakat akar rumput.
“Gedung mewah tidak seharusnya menjadi simbol kekuasaan, tetapi cerminan integritas pelayanan terhadap rakyat. Kita butuh wakil rakyat yang tidak hanya hadir secara formal dalam ruang sidang, tetapi juga hadir secara moral dalam setiap denyut kehidupan warganya,” pungkasnya.(*)
Pos Banten | 18 jam yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 10 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Opini | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 23 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu