TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Haji 2025

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers

Merdeka Jiwa Merdeka Kota

Oleh: Budi Rahman Hakim, Ph.D.
Editor: Redaksi selected
Jumat, 15 Agustus 2025 | 10:40 WIB
Ist.
Ist.

SERPONG - Kemerdekaan bukan hanya soal bebas dari penjajahan fisik. Lebih dalam dari itu, ia adalah kebebasan jiwa dari ketakutan, tekanan, dan ketimpangan. Di kota modern seperti Tangerang Selatan, makna kemerdekaan harus diterjemahkan dalam ruang-ruang kehidupan sehari-hari. Maka pertanyaannya, apakah warga Tangsel hari ini sudah benar-benar merdeka—baik lahir maupun batin?

 

Kemerdekaan lahiriah tampak dalam pembangunan infrastruktur, akses pendidikan, dan layanan publik. Tapi kemerdekaan batin sering terabaikan. Banyak warga masih terjepit dalam rutinitas yang menyesakkan, tinggal di hunian sempit yang tak layak, hidup tanpa kepastian kerja, dan berjalan di trotoar yang tak ramah pejalan kaki. Kota tampak berkembang, tapi jiwa-jiwa di dalamnya justru terkikis oleh sistem yang tak peduli pada manusia.

 

Dalam Islam, kemerdekaan sejati adalah hurriyyah al-nafs—kebebasan jiwa dari dominasi hawa nafsu dan ketidakadilan. Seperti dikatakan Imam Al-Ghazali dalam Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn, manusia merdeka adalah yang mampu hidup tanpa takut kepada makhluk, hanya tunduk kepada keadilan dan kebenaran. Jika kota dibangun hanya untuk elite, dan yang kecil terus terpinggirkan, maka ini bukan kemerdekaan, tapi penindasan dalam wujud baru.

 

Di Tangsel, kemerdekaan warga harus dijamin melalui kebijakan yang adil dan empatik. Pembangunan jangan hanya berorientasi pada estetika dan investasi, tapi juga harus menghadirkan ruang spiritual: ruang berkumpul, ruang berzikir, ruang berdialog, dan ruang bernafas bagi warganya. Masjid, majelis ilmu, dan taman publik yang nyaman harus mendapat tempat prioritas dalam tata ruang kota.

 

Kita juga perlu bertanya, apakah warga miskin di Tangsel merdeka dari rasa cemas ketika sakit dan tak mampu berobat? Apakah buruh dan pedagang kecil merdeka dari tekanan regulasi yang tidak berpihak? Apakah anak muda merdeka dari tuntutan hidup yang menghilangkan makna hidup itu sendiri?

 

Merdeka jiwa artinya warga bisa hidup dengan martabat. Tidak dicekam rasa takut, tidak kehilangan ruang untuk bertumbuh. Kota yang merdeka bukan yang bebas macet semata, tapi yang membuat warganya tenang, aman, dan dihormati sebagai manusia.

 

Pemerintah Kota Tangerang Selatan, di momen kemerdekaan ini, perlu kembali merefleksikan arah pembangunan: apakah benar menyentuh rasa keadilan warga? Apakah APBD memberi ruang besar bagi pendidikan spiritual dan sosial masyarakat, atau justru habis untuk fasilitas elite?

 

Seperti yang dikatakan Bung Karno, “Kemerdekaan hanyalah jembatan emas.” Tapi jembatan itu menuju ke mana? Jika tidak menuju pada kota yang menyejahterakan dan memanusiakan, maka kita hanya berpindah dari satu bentuk penindasan ke bentuk lainnya.

 

Maka, mari kita kobarkan kembali semangat kemerdekaan dalam arti yang sejati. Tangsel harus jadi kota yang membebaskan, bukan membelenggu. Yang memberdayakan, bukan mengontrol. Yang memberi ruang hidup, bukan mempersempit.

 

Merdeka jiwa, baru bisa merdeka kota.

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Tanpa Pilwali
Rabu, 13 Agustus 2025
Dahlan Iskan
Perusuh Bahagia
Selasa, 12 Agustus 2025
Dahlan Iskan
Umur Baru
Senin, 11 Agustus 2025
Kiki Iswara Darmayana. Foto: Dok. Pribadi
Saatnya Genjot Ekonomi Rakyat
Senin, 11 Agustus 2025
Budi Rahman Hakim, Ph.D.  Foto : Dok. Pribadi
Tata Kota Tata Hati
Jumat, 08 Agustus 2025
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit