Dari Unjuk Rasa, Upacara Di TPA Bangkonol Hingga Karnaval Gelombang Tolak Sampah Terus Membesar

PANDEGLANG - Pada momentum memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 80 tahun di Kabupaten Pandeglang, para aktivis dan masyarakat telah mengkritisi kebijakan Bupati Pandeglang Raden Dewi Setiani, soal kerjasama impor sampah dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel).
Bahkan gelombang tolak sampah dari Tangsel itu, terus membesar. Sebab, selain banyak yang melakukan unjuk rasa, para aktivis yang tergabung dalam Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) se Banten tengah melakukan upacara bendera di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol, Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang, Minggu (17/8).
Meski dilaksanakan di tengah tumpukan sampah dengan membentangkan bendera berukuran besar, prosesi upacara berlangsung khidmat dengan dihadiri sejumlah perwakilan Mapala dari berbagai kampus di Banten. Kegiatan itu menjadi bentuk kepedulian Mapala terhadap isu lingkungan sekaligus simbol perenungan atas kemerdekaan yang harus diisi dengan aksi nyata menjaga bumi.
Selain itu, pasca upacara HUT RI di Kecamatan Menes, warga melakukan karnaval yang menampilkan ornamen kritik pedas terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang di Jalan Raya Alun-alun Menes. Ornamen tikus berdasi berukuran besar dengan warna hitam pekat, dibuat duduk diatas kursi didorong dengan menggunakan gerobak oleh para peserta karnaval. Bahkan ornamen ditulisi Rp 40 Miliar dan “runtah” (sampah,red). Para peserta juga mengarak sebuah gunung sampah dan keranda mayat.
Hal itu, salah satu bentuk kritik terhadap Pemkab Pandeglang, yang saat ini telah melakukan kerjasama penampungan sampah dari Kota Tangsel, yang nilai kerjasamanya sebesar Rp 40 Miliar.
Ornamen tikus berdasi itu paling mencolok dan menjadi sorotan publik. Bahkan, ada dua peserta yang mengenakan topeng tikus, berkostum jas hitam, dan membawa koper bertuliskan “uang rakyat”. Diantara mereka, ada pria dan wanita yang mengenakan tanda pengenal bertuliskan Dewi-Iing, yang merupakan nama panggilan Bupati dan Wakil Bupati Pandeglang.
Pusat Koordinasi Daerah (PKD) Mapala Banten, Juliandi mengungkapkan, pemilihan lokasi TPA Bangkonol bertujuan untuk mengingatkan generasi muda akan pentingnya menjaga kebersihan dan mengurangi sampah.
“Kemerdekaan tidak hanya dirayakan dengan seremoni, tapi juga diwujudkan dalam aksi nyata menyelamatkan lingkungan. Upacara di TPA ini adalah simbol bahwa kita harus berani menghadapi masalah bangsa,!termasuk krisis sampah,” tegas Juliandi kepada wartawan.
Kegiatan itu menunjukkan kepedulian terhadap isu lingkungan hidup. Komunitas ini berupaya menyadarkan generasi muda tentang pentingnya menjaga lingkungan dan menghadapi perubahan iklim.
“Menjaga kebersihan datang dari diri sendiri, mungkin dari hal-hal Kecil, sampah bisa dikelola dengan baik. Contohnya dibuat kerajinan menarik dan lainnya,” pungkasnya.
Katanya lagi, upacara peringatan HUT RI di TPA Bangkonol menjadi bukti, bahwa semangat kemerdekaan dapat dirayakan di mana saja, bahkan di tempat yang penuh tantangan, selama tetap membawa pesan positif bagi bangsa dan lingkungan.
“Harapannya, semoga aksi ini menjadi motivasi bagi masyarakat agar tetap menjaga lingkungan sekitar, dan selalu menjaga kebersihan dimanapun berada,” tandasnya.
Salah seorang warga Menes, Asep mengatakan, ornamen tikus bertuliskan Rp 40 Miliar dan “runtah” merupakan kritik terhadap kebijakan Bupati Pandeglang yang berkontrak kerjasama pengelolaan sampah dengan Pemkot Tangsel.
“Kami khawatir dengan kerjasama tersebut, karena fasilitas di TPA Bangkonol belum mumpuni. Apalagi sampah dari Tangsel setiap harinya 500 ton, ini sangat luar biasa dan bakal berdampak buruk,” katanya singkat.
Diberitakan sebelumnya, Sementara, Gelombang unjuk rasa penolakan kerjasama pembuangan sampah, antara Pemkab Pandeglang dengan Pemkot Tangsel, terus digelorakan.
Kali ini, puluhan mahasiswa yang berasal dari berbagai Universitas di Pandeglang, bersatu dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Pandeglang, menggelar aksi di Kantor Sekretariat Daerah (Setda) Pandeglang, Kamis (14/8).
Aksi ini dilakukan, untuk mengkritisi kebijakan Pemerintah Kabupaten Pandeglang terkait pengelolaan sampah di TPA Bangkonol, yang akan dikerjasamakan dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel).
Setelah beberapa menit berorasi menyampaikan tuntutannya, aksi sempat memanas, karena mahasiswa dilarang masuk ke dalam halaman kantor Setda Pandeglang, hingga pada akhirnya para massa aksi diijinkan masuk.
Seorang orator aksi, Mulki Saumi yang sekaligus Presiden Mahasiswa STKIP Babunnajah mengungkapkan, pemerintah daerah dianggap ingkar, dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) telah dipolitisasi. “Pemerintah Pandeglang ingkar, Dinas Lingkungan Hidup, telah dipolitisasi,” teriak Mulki dalam orasinya.
Olahraga | 12 jam yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 2 hari yang lalu