TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

MUI Tangsel: Stop Framing Negatif Ke Pesantren

Reporter & Editor : AY
Kamis, 16 Oktober 2025 | 08:19 WIB
Sekretaris Umum MUI Tangsel, KH Abdul Rojak. Foto : Ist
Sekretaris Umum MUI Tangsel, KH Abdul Rojak. Foto : Ist

PAMULANG - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang Selatan mengecam keras tayangan yang merendahkan dunia pesantren oleh Trans7.  Pesantren selama ini menjadi benteng moral serta peradaban bangsa.

 

Sekretaris Umum MUI Tangsel, KH Abdul Rojak menilai tayangan tersebut tidak hanya keliru, tetapi juga bersifat tendensius dan berpotensi menyesatkan publik dalam memandang tradisi pesantren.

 

“MUI Kota Tangerang Selatan meminta tindakan tegas berupa pencabutan tayangan itu dari seluruh platform. Acara tersebut jelas didesain untuk menjatuhkan, bahkan mendegradasi pesantren, terutama tradisi para kiai dan santri,” ujar Abdul Rojak dalam keterangannya, Rabu (15/10/2025). Menurut alumnus Pesantren Darussalam Ciamis, Jawa Barat, itu, isi tayangan tersebut menampilkan pesan yang melecehkan tradisi adab dan penghormatan kepada guru. Sikap santri seperti membungkuk atau mencium tangan kiai disalahartikan sebagai bentuk feodalisme.

 

Itu jelas penghinaan! Apa yang mereka sebut feodal adalah adab. Itu andap asor dan takzim, bukan menyembah, tetapi menghormati guru,” katanya.

 

MUI Tangsel menilai lembaga penyiaran seharusnya menjunjung nilai agama dan moral, serta menjaga martabat manusia dan kelompok sosial. Tayangan tersebut, lanjutnya, berpotensi menciptakan opini menyesatkan terhadap lembaga pendidikan pesantren.

 

Atas dasar itu, MUI Tangsel mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk segera mengambil langkah tegas. “Kami mendesak KPI untuk tidak tinggal diam. Ini kejadian luar biasa yang berdampak besar bagi pesantren di seluruh Indonesia. Jika dibiarkan, kepercayaan publik terhadap pesantren bisa runtuh, bahkan berujung pada boikot terhadap stasiun televisi yang bersangkutan,” tegas Abdul Rojak.

 

Alumnus program doktoral UNINUS Bandung itu juga menjelaskan bahwa tradisi khidmat santri kepada kiai, seperti membantu pekerjaan rumah atau membersihkan halaman, merupakan bagian dari pendidikan moral dan spiritual yang luhur.

 

“Kami para santri membantu guru bukan karena disuruh atau diperbudak, tapi karena ikhlas dan penuh cinta. Itu tradisi mulia, bukan perendahan,” ujarnya.

 

Abdul Rojak menegaskan, framing negatif terhadap pesantren harus dihentikan. Jika dibiarkan, nilai-nilai luhur pendidikan Islam yang menjadi pondasi bangsa akan perlahan terkikis.

 

Jangan lupa, kemerdekaan bangsa ini tak lepas dari perjuangan para kiai dan santri. Mereka pejuang ilmu, pejuang moral, dan pelopor kemerdekaan. Hanya pesantren yang mampu membentuk manusia berilmu sekaligus beradab,” tutupnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit