TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
AS Dan Cina Oleng

Alhamdulillah, Ekonomi Kita Baik-baik Saja

Laporan: AY
Selasa, 11 Oktober 2022 | 09:12 WIB
Ilustrasi ekonomi Indonesia. (Ist)
Ilustrasi ekonomi Indonesia. (Ist)

JAKARTA - Badai resesi sudah menyapu negara-negara maju. Ekonomi Amerika Serikat (AS), China, dan negara-negara di Eropa mulai oleng. Untungnya, badai resesi itu belum mampir ke sini. Hingga saat ini, alhamdulillah, ekonomi Indonesia masih baik-baik saja.

Olengnya ekonomi AS ditandai dengan menyusutnya produk domestik bruto (PDB) hingga 0,6 persen selama kuartal II-2022, sebagaimana perkiraan dari Biro Analisis Ekonomi AS. Laju inflasi tahunan AS juga sempat menyentuh 9,06 persen pada Juni 2022, tertinggi sejak 1981. Beruntung pada September 2022, inflasi AS sedikit mereda di angka 8,3 persen.

Kebijakan moneter super ketat AS pun dimainkan untuk menekan inflasi hingga mencapai target 2 persen. Di antaranya dengan peningkatan bunga acuan atau Fed Fund Rate yang semakin mencekik perekonomian AS maupun global.

Ekonomi China juga kian loyo. Hal ini diperparah dengan kebijakan nol Covid-19 yang mengakibatkan banyak dunia usaha tutup.

Merosotnya ekonomi China tergambar dalam laporan China Real Estate Information Corp (CRIC). Sebanyak 34 persen toko di mal distrik keuangan Lujiazui Shanghai, dilaporkan tutup. Kemudian, rata-rata 9 persen toko di 20 mal utama Shanghai sudah ditutup sejak lockdown akibat Covid-19 dan memburuk pada kuartal II-2022. Meskipun data itu kemudian dibantah otoritas setempat.

Pertumbuhan ekonomi negeri Xi Jinping itu juga terus melorot hingga di angka 0,4 persen (year on year/yoy) pada kuartal II-2022 seperti dirilis Trading Economics pada Rabu (5/10). Angka ini jauh turun dibandingkan kuartal I-2022 yang masih berada di level 4,8 persen.

Perang dagang AS versus China semakin memperburuk keadaan. Nilai tukar Yuan terus melemah terhadap dolar AS, hingga di level terendah dalam beberapa dekade. Kondisi itu mengakibatkan investor takut hingga memicu ketidakpastian sektor keuangan China.

Bahkan, raksasa teknologi China seperti Tencent dan Alibaba mengalami penurunan laba hingga 50 persen. Sejumlah investor mulai menarik uang tunai atau menjual sahamnya.

Ditengah kondisi ini, ekonomi Indonesia terlihat masih sehat. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ekonomi Indonesia masih tumbuh 5,44 persen (yoy) di kuartal II-2022.

Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Indonesia adalah salah satu dari dua negara G20 dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, bahkan mengalahkan Inggris. Ketua Umum Partai Golkar ini mengklaim, masih bagusnya perekonomian Indonesia tidak terlepas dari baiknya kerja sama DPR dan Pemerintah.

"Kalau Pemerintah dan DPR tidak bareng, saya tidak bisa membayangkan bagaimana kita menangani pandemi Covid-19," kata Airlangga, usai jalan sehat bareng Ketua DPR Puan Maharani, di Monas, Jakarta, Sabtu (8/10).

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah optimis, ekonomi Indonesia tak oleng dihantam badai resesi global. Kondisi Indonesia berbeda dengan negara lain, yang tingkat ketergantungan pada ekspornya cukup tinggi.

"Global boleh resesi, tapi kita nggak harus resesi. Karena ekonomi kita nggak bergantung pada global. Beda dengan Singapura, Jepang, dan negara lain yang kontribusi ekspornya besar. Sementara negara kita kontribusi terbesarnya dari konsumsi dalam negeri dan investasi," kata Piter, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Jika pun ada efeknya, kata dia, tidak besar. Karena itu, ia meminta semua pihak tidak panik hingga melakukan antisipasi berlebihan menghadapi ancaman resesi global ini.

Kalau disikapi berlebihan, Piter memprediksi justru menciptakan resesi sendiri. Sebab, saat semuanya mengencangkan ikat pinggang dan menahan konsumsi, perekonomian bisa melambat.

"Ada yang bilang jangan belanja, jangan investasi. Kalau kita nahan belanja, ya pedagang bakso mati. Kalau pedagang bakso mati dia nggak beli daging, minyak. Jadinya saling memengaruhi," pungkasnya. 

tengah kondisi ini, ekonomi Indonesia terlihat masih sehat. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ekonomi Indonesia masih tumbuh 5,44 persen (yoy) di kuartal II-2022.

Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Indonesia adalah salah satu dari dua negara G20 dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, bahkan mengalahkan Inggris. Ketua Umum Partai Golkar ini mengklaim, masih bagusnya perekonomian Indonesia tidak terlepas dari baiknya kerja sama DPR dan Pemerintah.

"Kalau Pemerintah dan DPR tidak bareng, saya tidak bisa membayangkan bagaimana kita menangani pandemi Covid-19," kata Airlangga, usai jalan sehat bareng Ketua DPR Puan Maharani, di Monas, Jakarta, Sabtu (8/10).

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah optimis, ekonomi Indonesia tak oleng dihantam badai resesi global. Kondisi Indonesia berbeda dengan negara lain, yang tingkat ketergantungan pada ekspornya cukup tinggi.

"Global boleh resesi, tapi kita nggak harus resesi. Karena ekonomi kita nggak bergantung pada global. Beda dengan Singapura, Jepang, dan negara lain yang kontribusi ekspornya besar. Sementara negara kita kontribusi terbesarnya dari konsumsi dalam negeri dan investasi," kata Piter, kepada Rakyat Merdeka (Tangsel Pos Group) tadi malam.

Jika pun ada efeknya, kata dia, tidak besar. Karena itu, ia meminta semua pihak tidak panik hingga melakukan antisipasi berlebihan menghadapi ancaman resesi global ini.

Kalau disikapi berlebihan, Piter memprediksi justru menciptakan resesi sendiri. Sebab, saat semuanya mengencangkan ikat pinggang dan menahan konsumsi, perekonomian bisa melambat.

"Ada yang bilang jangan belanja, jangan investasi. Kalau kita nahan belanja, ya pedagang bakso mati. Kalau pedagang bakso mati dia nggak beli daging, minyak. Jadinya saling memengaruhi," pungkasnya. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo