TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

Indeks

Dewan Pers

Bencana Longsong Mengintai, Setelah Cilacap Kini Banjarnegara

Reporter: Farhan
Editor: AY
Selasa, 18 November 2025 | 10:12 WIB
Longsor di Desa Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara. Foto : Ist
Longsor di Desa Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara. Foto : Ist

JAWA TENGAH - Bencana alam berupa tanah longsor masih mengintai. Setelah Cilacap, gantian Banjarnegara yang terkena musibah longsor. Tingginya intensitas hujan perlu menjadi perhatian masyarakat agar selalu waspada terhadap potensi terjadinya bencana alam. 

 

Bencana longsor terjadi di Dusun Situkung, Desa Pandanarum, Kabupaten Banjarnegara, Minggu (17/11/ 2025). Tebing setinggi 100 meter, tiba-tiba longsor dan menghantam pemukiman warga.

 

Detik-detik tebing longsor sempat direkam warga dan viral di media sosial. Dari video singkat itu, terlihat warga panik begitu mengetahui tebing yang berada dekat tempat tinggalnya ambrol. 

 

Hingga Senin (18/11/2025), tercatat 2 orang meninggal dunia, 27 orang masih hilang, dan 886 warga mengungsi. Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Semarang Budiono mengatakan, satu korban ditemukan Minggu (16/11/2025) sore. Awalnya, korban masih hidup, dengan penuh luka. “Namun, setelah dirawat tadi pagi meninggal dunia. Sedangkan, korban kedua berhasil ditemukan pada hari ini pukul 07.58 WIB,” terang Budiono, Senin (17/11/2025). 

 

Proses pencarian masih terus dilanjutkan. Tim SAR Gabungan tengah melakukan proses evakuasi terhadap warga yang berada di perbukitan. Mereka berhasil menyelamatkan diri dengan berlari ke daerah perbukitan yang tidak terdampak longsor. 

 

Budiono mengungkap material longsor menutup sebagian akses jalan desa dan menghambat mobilisasi alat berat. Tim gabungan yang terdiri dari Basarnas, BPBD Banjarnegara, TNI, Polri, relawan, dan masyarakat setempat terus berupaya membersihkan jalur dan melakukan pemantauan potensi longsor susulan. 

 

“Kondisi medan cukup menyulitkan karena material longsor tebal dan cuaca masih tidak stabil. Kami mengimbau masyarakat untuk tetap tenang namun waspada serta menjauhi area yang berpotensi longsor susulan,” pesan Budiono. 

 

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari memperkirakan, hingga kemarin, ada 27 warga yang masih tertimbun longsor. Tim berhasil mengevakuasi 34 orang dari kawasan hutan di sekitar longsoran. 

 

 

Lokasi pengungsian tersebar di tiga lokasi: Kantor Kecamatan Pandanarum, GOR Desa Beji, dan Gedung Haji Desa Pringamba. Longsor merusak 30 unit rumah dan lahan persawahan serta perkebunan warga. 

 

Sementara itu, memasuki hari kelima, operasi pencarian dan evakuasi korban bencana tanah longsor di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, terus dilakukan. Tim SAR Gabungan yang mendapat dukungan 2 unit alat berat dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Cilacap dan Dinas Bina Marga Provinsi Jateng, kembali berhasil mengevakuasi 3 jenazah. 

 

Data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Senin (17/ 11/2025) pukul 11.00 WIB, total jenazah yang berhasil ditemukan mencapai 16 jiwa. Sementara 7 lainnya masih hilang. 

 

Selain itu, 106 warga diungsikan ke dua tempat yang lebih aman. Pertama, 56 orang di Balai Desa Cibeunying. Kedua, 50 orang di MTS SS Cibeunying. 

 

BPBD Kabupaten Cilacap yang mendapat dukungan dari BNPB memastikan kebutuhan dasar para pengungsi terpenuhi. Pelayanan makanan disediakan melalui dapur umum yang diaktifkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi warga yang mengungsi. 

 

Tercatat, 16 rumah mengalami rusak berat. Rinciannya, 8 di Dusun Cibuyut, dan 8 lainnya di Dusun Tarukahan. Mirisnya, 16 rumah di daerah tersebut terancam rusak akibat gerakan tanah di sekitar lokasi yang disebabkan guyuran hujan lebat, sejak Kamis (13/11/2025). 

 

Per Selasa (18/11/2025), Tim SAR akan mempersempit area pencarian korban hilang. Kepala Kantor SAR Cilacap, M Abdullah mengatakan, proses evakuasi akan difokuskan hanya ke 3 titik untuk mencari 7 korban yang hilang. 

 

Cilacap dan Banjarnegara Rawan Longsor 

 

Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengungkapkan, Kabupaten Banjarnegara dan Cilacap merupakan daerah dengan jumlah korban longsor terbanyak dalam 10 tahun terakhir di Jawa Tengah (Jateng). Catatan historis menunjukkan pola kejadian longsor di Jawa Tengah tidak pernah lepas dari wilayah tengah hingga selatan provinsi itu. 

 

“Tingkat kerawanan longsor tidak berubah tanpa perbaikan lingkungan. Kalau historisnya pernah terjadi, kemungkinan akan terulang lagi seperti yang saat ini terjadi,” kata Muhari. 

 

Berdasarkan data 2015–2024 BNPB mencatat Banjarnegara menempati urutan pertama wilayah dengan korban meninggal dan mengungsi akibat tanah longsor. Pada periode tersebut ada sebanyak 13.351 orang warga mengungsi akibat tanah longsor dan 330 orang menunggal dunia. 

 

Sementara Kabupaten Cilacap berada pada posisi kedua 9.547 orang warga mengungsi dan 276 orang warga meninggal dunia karena longsor. Selanjutnya disusul Kabupaten Magelang, Wonosobo, dan Purbalingga. 

 

Abdul menjelaskan bahwa longsor kerap terjadi di wilayah perbukitan yang memiliki struktur tanah gembur dan porositas tinggi sehingga ketika hujan turun dalam durasi lama, air mengisi rekahan dan memicu bidang luncuran tanah. 

 

Kondisi tersebut dinilai sebagai pemicu bencana tanah longsor hingga sepanjang satu kilometer dari pusat runtuhan yang melanda Desa Cibeunying, Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (14/11). 

 

Ahli geologi Universitas Jendral Soedirman, Adi Candra mengatakan, longsor sulit diprediksi secara pasti, seperti halnya gempa bumi. “Kita hanya bisa mengenali tanda-tandanya saja,” katanya. 

 

Namun, penggunaan alat pemantau pergerakan tanah dapat membantu deteksi dini. Alat sederhana maupun canggih dapat menunjukkan perubahan struktur tanah. Adi menjelaskan banyak wilayah berada di atas batuan lempung yang bersifat ekspansif. “Jika kena air, tanah mengembang, jika kena panas dia mengkeret,” terangnya. 

 

Untuk meminimalisasi potensi longsor, Adi menilai perlu dilakukan rekayasa keteknikan. Misalnya, di lereng gunung atau perbukitan dibuat drain wall, supaya tanah tidak jenuh. Hal ini lebih memungkinkan dilakukan daripada merelokasi warga. 

 

Selain itu bisa dengan merekatkan tanah dengan teknik geotekstil. Penguatan vegetasi juga penting untuk menahan gerakan tanah. Tanaman berakar tunggang dinilai lebih efektif menahan lereng. 

 

Terkait bencana longsor yang datang tiba-tiba, Adi mengimbau masyarakat untuk waspada saat terjadi hujan lebat lebih dari dua jam. Penduduk diminta menjauhi lereng terjal dan mengamati retakan tanah.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit