Target Penerimaan Pajak Masih Jauh, Purbaya Panggil Konglomerat Kelas Kakap
JAKARTA - Menjelang tutup tahun 2025, Kementerian Keuangan tancap gas mempercepat penerimaan negara dari sektor pajak. Lewat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kementerian yang dipimpin Purbaya Yudhi Sadewa ini, memanggil sejumlah konglomerat kelas kakap. Harapannya, Pemerintah bisa mendongkrak penerimaan pajak yang belum mencapai target.
Pemanggilan terhadap wajib pajak kelas kakap ini sudah dilakukan DJP dalam beberapa hari terakhir. Para konglomerat itu diminta menyesuaikan data yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dengan data pembanding yang dimiliki pemerintah.
Dirjen Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto menyebut, pemanggilan tersebut merupakan pendekatan persuasif yang dilakukan DJP. Yakni, sebagai bagian dari pengawasan dan komunikasi kepatuhan rutin. Spesifiknya, kata dia, pemanggilan ini lebih kepada sinkronisasi data beneficial owner.
Kami punya data-data yang selama ini mungkin tidak pernah terkomunikasikan dengan baik,” kata Bimo dalam acara ‘Meneropong Tax Gap & Efektivitas Tata Kelola Fiskal Sektor Minerba’.
Saat ini, DJP memiliki berbagai sumber data yang lebih lengkap dibandingkan sebelumnya. Namun, sebagian wajib pajak masih merasa otoritas pajak tidak memiliki akses terhadap data tersebut sehingga tidak dilaporkan dalam SPT.
“Terkadang, wajib pajak mungkin merasa kita nggak mempunyai akses terhadap data tersebut. Sehingga di laporan SPT-nya itu tidak dimasukkan,” ungkap Bimo.
Fakta ini layaknya paradoks fiskal. Di satu sisi kelompok berpenghasilan tinggi memiliki kemampuan ekonomi besar. Sementara sisi lain pelaporan pajaknya tidak selalu mencerminkan kondisi sebenarnya.
Bimo mengatakan, seharusnya kebijakan fiskal bisa menjadi penyeimbang. Dengan begitu, ketimpangan sosial bisa dipangkas. Terlebih jika acuannya UUD 1945 Pasal 33. “Ini yang memang menjadi PR besar,” akunya.
Sebelumnya, Pemerintah memprediksi realisasi penerimaan pajak tahun ini tidak akan mencapai target. Yakni, hanya Rp 2.076,9 triliun atau 94,86 persen dari target dalam APBN senilai Rp 2.189,31 triliun.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui, penerimaan negara di bawah target (shortfall) tahun ini. Namun, ia optimis defisit APBN pada akhir tahun tidak akan lebih 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Kan ada effort-effort untuk dua bulan terakhir ya. Jadi (shortfall) melebar, tapi tidak melebar lebih parah,” ulas mantan bos LPS ini di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025).
Purbaya memastikan, defisit APBN 2025 tetap di bawah ambang batas maksimal 3 persen terhadap PDB. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Defisit tersebut masih aman dan terjaga meski tekanan penerimaan cukup besar.
Meski begitu, pihaknya tidak tinggal diam. “Udah kita monitor terus hampir setiap hari di Kemenkeu. Jadi strateginya ya mengendalikan pengelolaan dilakukan,” kata Purbaya.
Berdasarkan catatan realisasi per akhir Oktober 2025, penerimaan pajak baru Rp 1.459,02 triliun atau 70,2 persen dari target. Sehingga masih membutuhkan penerimaan pajak Rp 617,9 triliun hingga akhir tahun 2025.
Hingga pertengahan Desember 2025, Kemenkeu belum bisa memastikan shortfall penerimaan pajak. Alasannya, penerimaan masih dinamis hingga akhir tahun. “Saya nggak tahu. Saya akan cek lagi. Ini kan masih bergerak angkanya. Kelihatan sih tekanannya cukup besar, tapi kita jaga di level yang aman,” janji Purbaya.
Ia memastikan, ke depan akan ada perubahan dalam pengelolaan perpajakan untuk memperkuat basis penerimaan negara. Dirinya akan terlibat langsung dalam evaluasi dan perbaikan kebijakan pajak agar penerimaan negara lebih optimal pada tahun anggaran berikutnya.
Dirjen Strategi Ekonomi dan
Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menambahkan, potensi pelebaran defisit itu lebih dalam dibanding rancangan awal defisit APBN 2025 yang didesain sebesar 2,53 persen dari PDB. Terutama, karena pelemahan penerimaan negara pada saat besarnya kebutuhan belanja hingga akhir tahun.
Ya outlook-nya kan 2,78 persen. Ini kita sedang lihat dua minggu terakhir. Kalaupun nanti melebar, kita akan tetap jaga di bawah 3 persen,” kata Febrio di kawasan Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Kemenkeu juga masih menghitung besaran potensi shortfall. “Lagi kita hitung. Ini lagi akhir tahun kan, kita coba kalibrasi. Teman-teman penerimaan sedang kerja,” tegas Febrio.
Head of Economic Research Division Pefindo Suhindarto memprediksi, dengan kondisi tersebut, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) akan masif tahun depan. “Sehingga jika penerimaan pajaknya turun, bisa jadi kebutuhan pembiayaan anggaran pemerintah akan dipenuhi lewat SBN juga,” kata Suhindarto dalam Media Forum Pefindo, Selasa (16/12/2025).
Hanya saja, ia menilai permintaan domestik terhadap produk surat utang negara masih cenderung solid. Penerbitan SBN yang lebih besar akan membawa yield Surat Utang Negara (SUN) itu ke level yang lebih rendah karena supply masih dapat diimbangi oleh permintaan pasar.
SEA Games 2025 | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 22 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
SEA Games 2025 | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
SEA Games 2025 | 1 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
SEA Games 2025 | 1 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
TangselCity | 20 jam yang lalu



