TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

RELIJIUCITY

SEA Games 2025

Indeks

Dewan Pers

Gula Semut

Oleh: Dahlan Iskan
Editor: Redaksi
Kamis, 18 Desember 2025 | 10:20 WIB
Dahlan Iskan
Dahlan Iskan

SERPONG - Lima pengusaha kecil anggota Hipmi Mojokerto saya minta naik panggung. Saya heran: dari lima itu hanya satu yang omzetnya menurun. Yang empat naik. Padahal, di media, selalu disebutkan ekonomi sedang lesu.

 

Di acara kumpul-kumpul ''Perusuh Disway'' di DIC Farm pekan lalu ada dua pengusaha yang usaha mereka juga baik-baik saja. Dua-duanyi wanita. Pekerja keras. Yang satu usaha gula kelapa semut. Satunya lagi usaha laundry merangkap sub agen jasa titipan.

 

Yang usaha gula semut itu sampai bisa ekspor. Ke Belanda dan Amerika. Rutin. Tiap bulan paling tidak empat kontainer. Bisa tujuh kontainer. Sudah sejak 2012.

 

Namanyi: Setya Widiastuti. Dipanggil Tuti. Dia asli Banyumas. Alumni Unsoed Purwokerto. Tuti berbisnis sekalian kerja sosial: membina petani kelapa di Banyumas. Sekarang dia sudah membina 1.752 petani kelapa. Masing-masing punya sekitar 40 pohon kelapa.

 

Yang istimewa, semua kelapa binaan Tuti organik. Betapa sulit membina petani untuk mau masuk ke pertanian organik. Lalu secara konsisten mempertahankannya sudah lebih 15 tahun. Tuti bisa. Berhasil.

 

Awalnya Tuti harus turun sendiri mendatangi para petani pemilik pohon kelapa. Sebagai mantan aktivis NGO di bidang pertanian, Tuti ingin berbuat lebih konkret. Dia pamit baik-baik ke organisasi NGO itu. Untuk mulai bisnis. Toh tujuannya sama: memberdayakan petani.

 

Di NGO itu setidaknya Tuti punya jaringan luas. Salah satunya: jaringan pasar gula kelapa di luar negeri. Tapi gulanya harus organik.

 

Tuti membina petani dari nol. Termasuk bagaimana membuat gula semut. Yakni gula kelapa yang dibuat seperti tepung, tapi agak kasar.

 

Gula seperti itulah yang diterima di Belanda. Bukan gula yang dicetak besar-besar. "Gula semut tidak bisa mblenyek," ujar Setya Widiastuti. Mblenyek adalah bahasa Jawa untuk gula yang berair.

 

Kadar kekeringan gula semut memang sangat tinggi. Kandungan airnya paling banyak hanya 5 persen. Terasa sangat kering.

 

Proses pengeringannya itu lewat sangrai. Karena itu aromanya harum. Apalagi dalam proses sangrai itu harus diberi sedikit minyak kelapa. Minyak klentik. Minyak itu pun harus dibuat dari kelapa yang tumbuh di ladang kelapa itu sendiri.

 

Semua itu untuk menjaga kemurnian organiknya. Termasuk Tuti punya data amat detail: tiap pohon kelapa binaannya punya data pribadi. Masing-masing pohon punya semacam daftar riwayat hidup. Pun sampai titik koordinat tiap pohon ada datanya. Apalagi perlakuan terhadap setiap pohon kelapa: selalu didata. Tanggal berapa, jam berapa, diberi pupuk apa, disiram air apa dan seterusnya.

 

Kini Tuti punya kesibukan baru: memperkenalkan bibit kelapa baru ke para petani itu. Yakni bibit kelapa genjah entok. Kelapa jenis baru ini akan membuat petani lebih mudah bekerja: petani tidak perlu memanjat pohon kelapa yang tinggi.

 

Sekarang ini ketinggian pohon kelapa petani sudah sekitar 20 meter. Petani harus memanjatnya sehari dua kali: untuk menderes niranya. Pagi dan sore.

 

Maka tidak mungkin satu petani memanjat keseluruhan 40 pohon miliknya. Padahal waktu terbaik untuk naik pohon adalah  pukul 03.00 pagi dan 15.00 sore. Itu yang hasilnya paling banyak.

 

Meski berat Tuti berhasil membuat ritme petani kelapa di Banyumas menjadi kebiasaan yang membudaya. Tuti lambang penyuluh pertanian yang sukses --antara lain karena menekuni sisi bisnisnya. Itu senada dengan hasil penelitian untuk gelar doktor Ira Purpadewi: untuk sukses menjadi pembina sosiopreneur seseorang harus sukses dulu sebagai entrepreneur.

 

Wanita Disway satunya lagi juga sama: gigih di bidang usaha. Namanyi: Dhipa. Dia juga selalu ikut kumpul-kumpul Perusuh Disway. Setelah jatuh-bangun di Tanah Abang Jakarta, Dhipa,  menekuni laundry dan agen kiriman.

 

Dari Dhipa-lah saya tahu: mengapa ada toko online seperti Shopee yang bisa memberikan ongkos kirim gratis. Yang lain tidak bisa.

 

Shopee ternyata menghitung ongkos kirim itu tidak barang-per barang. Melainkan berdasar karungan. Bisa jadi berat satu barang tidak sampai satu kilogram. Padahal ongkos kirim di perusahaan angkutan dihitung per kilogram.

 

Maka di Shopee barang-barang itu disatukan menjadi satu karung. Berat satu karung mungkin 15 kg. Isinya bisa puluhan paket kiriman.

 

Pintarnya lagi, Shopee tidak mau repot. Dulu barang ke alamat mana pun dikumpulkan di satu gudang. Maka perlu banyak karyawan gudang untuk memilah-milah berdasar tujuan kirim.

 

Sejak sebulan lalu Shopee bikin putusan: sub agen sudah harus memilah-milah barang berdasar tujuan kirim. Dengan demikian tidak perlu lagi ada kesibukan tinggi di gudang Shopee. Juga tidak perlu banyak karyawan yang bertugas memilah.

 

Masih banyak Wanita Disway yang tidak kalah dari Tuti dan Dhipa. Wanita kian jadi andalan di negara mana pun --mulai terlihat juga di Indonesia.

Komentar:
Berita Lainnya
Prof. Dr. Muhadam Labolo
Saatnya Membangun Kesadaran Ekologis
Rabu, 17 Desember 2025
Dahlan Iskan
Dua Satu
Rabu, 17 Desember 2025
Dahlan Iskan
Otot Kuat
Selasa, 16 Desember 2025
Dahlan Iskan. Foto : Ist
Empati Wanita
Senin, 15 Desember 2025
GROUP RAKYAT MERDEKA
RM ID
Banpos
Satelit