TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Cegah Stunting Guna Mencapai Generasi Emas 2045

Oleh: Sr. Lucia Utami CB, BSN., M.Kep
Kamis, 02 Februari 2023 | 20:53 WIB
Sr. Lucia Utami CB, BSN., M.Kep
Sr. Lucia Utami CB, BSN., M.Kep

Mempersiapkan generasi emas 2045 perlu dibarengi dengan upaya pencegahan stunting.

Stunting di Indonesia masih menjadi masalah di banyak daerah. Kondisi tersebut perlu segera mendapat perhatian dan penanganan yang tepat agar tidak menjadi penghambat momentum generasi emas Indonesia 2045. World Health Organization (WHO) memperkirakan di seluruh dunia ada 178 juta anak di bawah usia lima tahun yang pertumbuhannya terhambat karena stunting. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan beban stunting tertinggi ke lima di dunia dan tertinggi ke dua di Kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) diketahui prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8% yang artinya satu dari tiga balita mengalami stunting. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan bahwa stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas masyarakat Indonesia dan juga merupkan ancaman bagi kemampuan daya saing bangsa. Itu disebabkan karena akibat stunting selain mengganggu pertumbuhan fisik anak, juga menganggu perkembangan otak anak. Kondisi tersebut akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi mereka di sekolah.

Masih banyak masyarakat yang mungkin belum akrab dengan istilah stunting (kerdil). Menurut Kemenkes, stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama sehingga anak lebih pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Dengan kata lain dapat dijelaskan, stunting merupakan masalah kurang gizi kronis oleh karena kurangnya asupan gizi yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama sehingga terjadi gangguan pertumbuhan pada anak. Tinggi badan anak stunting tidak sesuai standar usianya atau lebih pendek dari anak seusianya. Beberapa gejala lain stunting yang bisa dikenali antara lain: berat badan lebih ringan dan wajah tampak lebih muda untuk anak seusianya, memiliki kemampuan belajar yang kurang baik, serta mengalami keterlambatan pubertas. Selain itu, anak yang menderita stunting memiliki daya tahan tubuh yang buruk dan riwayat kesehatan yang buruk pula. Stunting dapat menurun ke generasi berikutnya jika tidak mendapat penanganan yang serius.

Apakah Benar Stunting Disebabkan oleh Keturunan ?

Seringkali orang mengatakan kondisi anak dengan tubuh yang pendek disebabkan oleh faktor genetik, keturunan dari kedua orang tuanya. Anggapan yang keliru tersebut menjadikan banyak masyarakat menerima dengan pasrah kondisi tersebut tanpa melakukan tindakan apapun untuk mencegahnya. Penyebab stunting menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) adalah faktor lingkungan dan genetik. Faktor lingkungan yang berperan menyebabkan stunting yaitu status gizi ibu, pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi pada anak. Selain faktor lingkungan, stunting dapat disebabkan oleh faktor genetik. Namun sebagian besar stunting disebabkan oleh kekurangan gizi. Dengan demikian, genetika hanya merupakan faktor determinan kesehatan yang memiliki pengaruh kecil jika dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Hal tersebut menjelaskan stunting merupakan masalah yang pada dasarnya bisa dicegah.

Bagaimana Pencegahan Stunting dapat dilakukan ?

Pencegahan stunting saat ini menjadi salah satu fokus perhatian utama pemerintah. Tujuan pemerintah melakukan upaya tersebut agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh berkembang secara optimal dan maksimal disertai dengan kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global. Tiga hal pokok yang perlu mendapat perhatian untuk pencegahan stunting, diantaranya yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih. Karena itu pencegahan stunting membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat.

1. Pola Makan

Masalah yang paling besar yang dapat meningkatkan risiko stunting disebabkan oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali karena makanan tidak beragam yang berpengaruh bagi pertumbuhan anak. Oleh sebab itu baik untuk selalu mengusahakan membuat menu makanan yang beragam bagi anak dengan memperhatikan gizi seimbang yang dapat mencukupi nutrisi bagi anak setiap harinya. Bagi ibu pada saat masa kehamilan dan setelah persalinan juga perlu mendapatkan gizi yang baik dan seimbang agar dapat menghindari masalah stunting. Istilah ”Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Maksud dari istilah itu adalah dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein nabati dan hewani dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan karbohidrat. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan dengan tetap membiasakan mengkonsumsi buah buahan dan sayuran.

2. Pola asuh

Stunting dipengaruhi pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita. Upaya tindakan pencegahan stunting dimulai dari masa kehamilan. Oleh karena itu bagi para calon ibu perlu mengetahui pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil serta melakukan pemeriksakan kehamilan secara teratur selama kehamilan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Pemenuhan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK) menjadi sangat penting agar tumbuh kembang anak menjadi optimal. Perlu diketahui pertumbuhan otak dan tubuh berkembang pesat pada 1000 HPK yang dimulai sejak janin hingga anak berumur dua tahun. Selain itu, upaya yang dapat dilakukan ibu pada masa kehamilan adalah menghindari asap rokok dan memenuhi nutrisi seimbang selama masa kehamilan dengan tambahan asupan zat besi, asam folat, yodium. Pemberi fasilitas kesehatan juga memiliki peran penting dalam membantu memfasilitasi ibu setelah melahirkan dengan melakukan inisiasi menyusu dini (IMD). Selain itu hal lain yang penting diusahakan adalah agar bayi mendapat kolostrum (air susu ibu yang keluar pertama kali setelah persalinan) dan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah itu, ASI bisa dilanjutkan sampai usia 2 tahun dengan pemberian MPASI (makanan pendamping ASI) yang memadai. Memantau tumbuh kembang bayi dan pemberian imunisasi dasar adalah juga hal yang tidak boleh diabaikan.

3. Sanitasi dan Akses Air Bersih

Sanitasi dan akses air bersih menjadi hal yang perlu mendapat perhatian untuk mencegah stunting pada anak. Rendahnya akses sanitasi dan air bersih meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi. Salah satu cara untuk menghindari hal tersebut perlu menghindari buang air besar, membuang sampah, dan limbah di sungai. Hal penting lain yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan kebiasaan menjaga kebersihan tubuh dan tangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir agar terbebas dari bakteri, jamur, kuman, dan virus. Tangan yang kotor penuh dengan kuman dapat mengkontaminasi makanan yang masuk ke dalam tubuh yang dapat menimbulkan terjadinya infeksi.

Persoalan stunting tidak bisa dipandang ringan. Masalah stunting atau kegagalan tumbuh kembang anak akibat kurang gizi kronis di Indonesia menjadi pekerjaan besar pemerintahan guna mencapai generasi emas 2045.

Salah satu upaya penting yang dapat dilakukan dalam pencegahan stunting adalah dengan mengawal 1.000 HPK melalui program pemberian makan bayi dan anak termasuk ASI Eksklusif, MPASI, dan menyusui sampai 2 tahun atau lebih. Program tersebut perlu memberdayakan masyarakat, hal tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri oleh pemerintah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo