TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Gencarkan Konsep Perkuatan Layanan Primer

Menkes: Jutaan Orang Terserang Stroke & Jantung

Laporan: AY
Kamis, 16 Februari 2023 | 08:24 WIB
Menkes Budi Gunadi Sadikin. (Ist)
Menkes Budi Gunadi Sadikin. (Ist)

JAKARTA - Ada konsep bagus yang terus disosialisasikan oleh Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin. Yaitu, Pemerintah akan memperkuat keberadaan Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Posyandu, yang ada di kecamatan, kelurahan atau desa dan kampung dengan layanan kesehatan dasar. Fungsinya mengutamakan edukasi dan pencegahan agar masyarakat terhindar dari penyakit-penyakit berat.

Layanan kesehatan di tingkat tersebut, akan dilengkapi dengan dokter-dokter keluarga, laboratorium dan alat kesehatan yang memadai, untuk kebutuhan masyarakat sekitarnya. Seperti cek berat badan, tekanan darah, kolesterol dan kadar gula.

“Empat hal ini mesti dilakukan rutin. Kalau angkanya diatas normal, diberikan obat. Kalau butuh obatnya rutin, langganan, nanti kita siapkan obatnya. Generik,” kata Menkes. Dengan cara itu, maka penyakit berat seperti stroke dan jantung bisa dicegah.

Menteri Kesehatan diwawancarai secara eksklusif oleh Rakyat Merdeka, Selasa (14/2/2023) di Jakarta. Usai pertemuan dengan stakeholder terkait, Menkes menerima Rakyat Merdeka, yaitu Kiki Iswara Darmayana (Dirut/CEO RM Group), Ratna Susilowati (Direktur Pemberitaan), Riky Handayani (Pemimpin Redaksi) dan Randy Trikurniawan (Wartawan Foto).

Menkes mengatakan, apabila layanan primer diperkuat, kelak masyarakat yang ke puskesmas, bisa mendapatkan obat sekaligus diedukasi. Pasien yang datang dengan keluhan, misalnya, dicek timbangannya dan diberitahu, BMI (Body Mass Index)-nya tidak boleh di atas 24.

Lingkar perut perempuan di bawah 80 dan lelaki di bawah 90. Lalu kurangi berat badan dengan mengatur makanan dan olahraga minimal 30 menit per hari atau 5 kali seminggu. Begitu.

Yang lain lagi. Misal, dicek kadar gula darahnya, tekanan darah dan kolesterol. Kalau diatas normal, diberi obat.

"Dan kalau obat rutin harus diminum terus, berarti langganan dan bisa mendapatkannya di Puskesmas, Puskesmas Pembantu atau Posyandu. Kalau obatnya rajin diminum bisa mencegah stroke atau serangan jantung,” ujarnya.

Jadi, janganlah dibiarkan sampai serangan jantung baru masuk rumah sakit.

"Itu mahal dan berat,” kata Menkes.

Jika ketersediaan dokter di puskesmas cukup, nantinya para dokter bisa bersifat proaktif, turun ke masyarakat dan lingkungannya.

“Dokternya nanti melihat-lihat masyarakat di sekitar lingkungannya itu sehat atau tidak. Kondisi air yang dikonsumsi bagus tidak. Ada nyamuk demam berdarahkah? Atau lihat makanan yang beredar, bagaimana kandungan gulanya? Karena kalau gula tinggi, potensi cuci darah, masuk rumah sakit. Ini perlu pencegahan (preventif) dan promotif yang sifatnya mengedukasi masyarakat,” katanya.

Beban pemerintah untuk menanggung biaya kesehatan saat ini cukup berat. Dalam setahun terakhir, Pemerintah membayar biaya pasien sakit jantung sebanyak 15 juta kasus sebesar Rp 12 triliun.

Sakit kanker 3 juta kasus dengan biaya Rp 4,5 triliun dan stroke 2,5 juta kasus dengan biaya Rp 3,2 triliun. Disusul gagal ginjal 1,3 juta orang dengan biaya Rp 2,1 triliun. Ini semua adalah, 70 persen penyebab kematian di Indonesia.

“Kalau layanan primer berjalan dengan baik, semua ini akan berkurang. Masyarakatnya juga akan makin sehat. Lebih murah menjaga orang sehat daripada mengobati yang sakit. Selain itu, kualitas hidup masyarakat kita juga akan lebih baik. Sebagus-bagusnya rumah sakit, siapa sih yang ingin dioperasi? Mendingan jangan masuk rumah sakit, dan hidup tetap sehat kan,” papar Menkes.

Beberapa waktu lalu, Menteri bicara dengan Menkes Singapura dan Ketua IDI-nya Singapura. Di negara itu, kualitas hidup masyarakatnya bagus dan usia rata-ratanya mencapai 88 tahun.

Apa resepnya? Ternyata mereka fokus ke promotif preventif (edukasi dan pencegahan). Menkes Singapura malah bilang sambil bercanda, katanya, mungkin dokter spesialis di negaranya lebih banyak melayani pasien dari Indonesia.

Di Singapura, kata Menkes, pemerintah menjaga kesehatan masyarakatnya dengan memperbanyak dokter keluarga. Jumlah dokter di sana, 15 ribu. Padahal penduduknya hanya 5 juta orang. Perbandingan jumlah dokter dan penduduk di Singapura mencapai 3 :1.000 bahkan akan ditingkatkan menjadi 4 :1.000 penduduk, mengikuti standar negara-negara maju. Masyarakat di sana, dibiasakan rutin cek kesehatan. Saat gula darah naik, diturunkan. Saat kegemukan, dikuruskan, tekanan darahnya tinggi diberi obat rutin. Sehingga kesehatan mereka terjaga nggak sampai stroke atau jantung.

"Nah, konsep ini yang seharusnya dijalankan. Kalau ingin membangun sistem kesehatan yang baik,” kata Menkes.

Sebetulnya, apa hambatan terbesar untuk menjalankan konsep layanan dokter keluarga ini? Menkes menyebut jumlah tenaga kesehatan di Indonesia sangat kurang. Dari 10 ribuan Puskesmas, ada seribu yang kosong (tidak ada dokter).

"Kita harus realistis. Saya akan terus berupaya agar jumlah dokter ditingkatkan,” katanya.

Data di Indonesia menyebutkan hanya 0,4 dokter tiap 1.000 penduduk. Masih jauh dari standar WHO yang menyebut minimal 1 dokter tiap 1.000 penduduk.

Selama ini, Menkes sering didebat oleh dokter-dokter agar jangan pakai standar WHO. Padahal, laporan World Bank dan dunia internasional, dasarnya selalu itu.

“Kita ini masih 0,4 dokter per seribu penduduk. Oke-lah, saya didebat. Katanya jangan dibandingkan dengan Singapura. Saya bandingkan deh dengan Timor Leste. Mereka ternyata 0,8 dokter per seribu penduduk. Kita kalah juga. Apalagi dengan Vietnam, Thailand dan Malaysia. Jadi, intinya, kita memang harus memperbanyak dokter,” kata Menkes.

Kalau dokter Indonesia jumlahnya cukup, Pemerintah akan menempatkannya di Puskesmas yang ada di seluruh Indonesia. Di level kecamatan, ada 10 ribuan. Di level kelurahan, sekitar 85 ribu. Sedangkan level Posyandu mencapai 300 ribuan.

“Kita utamakan di kecamatan dulu. Kalau di kelurahan hingga Posyandu sementara diisi bidan atau perawat. Kalau diisi dokter, kekurangannya jadi terlalu banyak,” tutur Menkes.

Kondisi kekurangan dokter disebut Menkes sudah dalam taraf memprihatinkan. Indonesia 77 tahun merdeka, tapi memenuhi kekurangan dokter di puskesmas saja sulit. Belum lagi, ada kewajiban penyediaan dokter spesialis di rumah sakit. Setingkat RSUD, misalnya, ada standar yang harus dipenuhi yaitu 7 dokter spesialis.

“Ini pun tidak sepenuhnya terpenuhi. Saya hitung kurangnya berapa? Itu sekitar 3 ribuan spesialis. Sementara produksi dokter spesialis itu, per tahunnya hanya 300 orang. Nah, ini gimana cara memenuhi kekurangannya?” tanya Menkes.

Herannya lagi, masih ada pihak-pihak yang tidak mendukung terlaksananya perkuatan layanan primer yang dia gencarkan. Malah masih jadi perdebatan.

"Mungkin belum semua pihak terlalu yakin, apakah ini dibutuhkan. Padahal, menurut saya konsep ini bagus sekali. Buktinya, Singapura menjadi negara yang paling efisien. Banyak negara sekarang mengarah ke sana. Mencegah penyakit itu lebih baik. Sementara kalau sudah masuk rumah sakit, penanganan bisa terlambat dan biayanya mahal,” papar Menkes.

Terakhir, Menkes berharap, semua pihak terkait mendukung konsep perkuatan layanan primer, yang mengutamakan tindakan pencegahan dan edukasi kepada masyarakat. Agar penduduk Indonesia bisa hidup lebih sehat dan usianya panjang. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo