TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

3 Bank Di Amerika Bangkrut

Tenang, Ekonomi Kita Masih Kebal

Laporan: AY
Senin, 20 Maret 2023 | 11:33 WIB
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. (Ist)
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. (Ist)

JAKARTA - Kekhawatiran akan The Perfect Storm bagi perekonomian dunia mulai terbukti. Tiga bank di Amerika Serikat (AS) bangkrut. Parahnya lagi, fenomena itu menular ke Eropa, tepatnya di Swiss. Kondisi salah satu bank terbesar di Benua Biru itu seperti hidup segan mati tak mau. Beruntung, kondisi ekonomi dalam negeri masih baik-baik saja. Ekonomi kita masih kebal.

Ketiga bank AS yang bangkrut adalah Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank. SBV bangkrut usai gagal mendapatkan dana segar. Saat berencana mengumpulkan 2,25 miliar dolar AS atau Rp 34,75 triliun, nasabah maupun investor lebih dulu menarik dananya, kurang dari 48 jam.

Sementara, Signature Bank disita oleh regulator bank. Sedangkan Silvergate menyatakan menghentikan operasi dan melikuidasi banknya. Kedua bank itu gulung tikar setelah pasar stablecoin tidak stabil sejak beberapa waktu lalu.

Kejadian di AS menular ke Eropa. Credit Suisse, bank terbesar kedua di Swiss, sudah berada di ambang kebangkrutan. Sepanjang 2022, Credit Suisse membukukan kerugian bersih sebesar 7,3 miliar franc atau setara Rp 121 triliun. Memburuknya kinerja keuangan Credit Suisse membuat investor ramai-ramai melepas sahamnya.

Merespons hal ini, Bank Indonesia (BI) memastikan ekonomi kita masih kebal. Perbankan di Indonesia tetap terjaga baik dari sisi permodalan, risiko kredit, maupun likuiditas. 

Gubernur BI Perry Warjiyo menilai, bangkrutnya tiga bank di AS dikarenakan model bisnis yang tidak stabil dan sangat rentan. Selain deposit funding-nya cenderung pada deposan besar, deposan mereka berada dalam klaster yang sama, yakni startup maupun financial technology company.

Dari sisi aset, penempatan dana mereka sebagian besar dalam surat-surat berharga, khususnya Pemerintah. Memang risiko kredit dan gagal bayarnya rendah. Namun, risikonya adalah valuasi. Karena surat-surat berharga yang dimiliki bank ini sebagian besar adalah available for sale (AFS). Sehingga terkena mark-to-market, melonggarkan aturan acuan harga pasar valuasi.

Perry yakin, fenomena itu tak akan terjadi di Indonesia. Sebab, permodalan perbankan cukup kuat dengan rasio kecukupan modal 25,88 persen pada Januari 2023. Risiko kredit juga terkendali dengan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) 2,59 persen (bruto) dan 0,76 persen (neto) pada Januari 2023. Sementara, likuiditas perbankan pada Februari 2023 terjaga didukung pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,18 persen year on year (YoY).

"Berbagai kondisi itu menopang ketahanan perbankan Indonesia. Sehingga diperkirakan kinerjanya tidak terdampak langsung oleh dinamika penutupan tiga bank di Amerika," terang Perry.

Hasil stress test BI juga menunjukkan ketahanan perbankan Indonesia yang kuat. Ke depan, BI akan terus memperkuat sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri atas BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kementerian Keuangan, dalam memitigasi berbagai risiko makroekonomi domestik dan global.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter (DKEM) BI Firman Mochtar juga memastikan, ketahan perbankan masih oke. Namun, bangkrutnya SVB menimbulkan kegamangan pelaku pasar untuk menentukan penempatan dana.

Bila terjadi aliran penarikan dana di Indonesia dalam jumlah besar, rupiah pun bisa ikut tertekan.

"Ini bisa berpengaruh juga terhadap nilai tukar rupiah," ulas Firman.

Karena itu, ia meminta seluruh lembaga terkait harus membangun ekspektasi pasar yang kondusif agar pelaku pasar keuangan tetap percaya terhadap situasi perekonomian Indonesia.

"Sebab, kalau semuanya panik, memulihkan apa pun jadi bermasalah. Jadi, kita membangun ekspektasi. Kita juga melakukan stress test, kita tarik seberapa kuat kita," pesan Firman.

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, setelah menginvestigasi, tidak ada dampak secara langsung dari bangkrutnya tiga bank di AS ke Indonesia. Selama Indonesia menjaga kebijakan dalam negeri dengan baik, perbankan nasional akan tetap aman dan stabilitasnya terjaga.

Meski begitu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan, fenomena bangkrutnya bank di AS harus diwaspadai. Karena efek domino kejatuhan SVB mengingatkan pada dotcom bubble 1995-2000. Bedanya, dotcom bubble saat ini lebih terintegrasi antara startup digital dan sektor keuangan, sehingga mengirim sinyal risiko secara global.

"Dulu aktivitas transaksi yang melibatkan startup digital dan konektivitas antarsektor keuangan tidak sebesar dan secepat saat ini. Kondisi sekarang lebih cepat menular, SVB bank telah menimbulkan riak sampai ke perusahaan digital di India dan China. Skala risiko sistemiknya bisa dibilang berkali lipat dibanding 2000," ulas Bhima.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyatakan, ada untungnya Indonesia tidak terlalu terkoneksi secara mendalam dengan dunia. Sehingga, saat terjadi fenomena seperti ini, Indonesia tidak terlalu tertular.

Ia mencontohkan ambruknya bank global seperti ini pada 2008. Indonesia terselamatkan oleh model bisnis perbankan yang tidak terlalu rumit.

"Jadi, bisa dikatakan masih tradisional. Kira-kira gitu ya. Tidak sangat terkorelasi dengan dunia internasional secara dalam. Itu yang kadang-kadang memutus efek berantainya. Kira-kira begitu," ulas Eko.

Sedangkan Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto menyatakan, krisis 1998 telah mengubah arsitektur perbankan Indonesia menjadi jauh lebih hati-hati. Pandemi juga menambah pengalaman Indonesia dalam mengelola krisis. Terbukti, perekonomiannya masih tetap baik dibandingkan negara lain. 

"Indonesia bisa mengontrol dengan baik isu terkait keuangan dan kebijakan di sektor riil," jelas Teguh, dalam dialog Sapa Indonesia Malam Kompas TV.

Semenatar, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah memprediksi, Indonesia pasti terdampak. Tinggal seberapa besar dan seberapa lama dampaknya di Indonesia. 

Dampaknya sudah terlihat di pasar keuangan. IHSG sempat merah pada awal kejadian bangkrutnya tiga bank Amerika. Namun, dengan cepat kembali rebound karena adanya jaminan bahwa regulator di Negeri Paman Sam akan membantu agar semua deposan bisa mendapatkan dananya kembali.

"Tetapi ketidakpastian masih tinggi, bank gagal di Amerika masih berpotensi sistemik secara global. Misalnya berdampak ke sistem keuangan di Eropa," kata Piter. rm.id

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo