TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Membaca Ulang Al-Qur`an (22)

Memahami Makna dan Hakekat Ta`awwudz (1)

Oleh: Prof. KH. Nazaruddin Umar
Kamis, 13 April 2023 | 11:57 WIB
Prof. KH. Nazaruddin Umar
Prof. KH. Nazaruddin Umar

CIPUTAT - Membaca ta'awwudz (a'udzu billahi minas syaithan al-rajim) sangat dianjurkan oleh Allah SWT dan rasul-Nya sebelum membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an atau melakukan sesuatu perbuatan.

Ta’awwudz selain berfungsi sebagai lambang tawadhu, merendahkan diri di hadapan Allah SWT, sekaligus sebagai bentuk permohonan perlindungan diri dari-Nya dari berbagai gangguan, baik dari gangguan manusia maupun dari golongan jin (min al-jinnah wa al-nas).

Al-Qur'an menyerukan kita melakukan ta'awwudz sebelum membaca ayat Al-Qur'an: Fa idza qara'tal qur'an fasta'idz billah min al-syaithan al-rajim (Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk/Q.S. al-Nahl/16:98).

Dua ayat terakhir di dalam Al-Qur'an juga menegaskan betapa pentingnya memohon perlindungan dari Allah SWT, yakni memohon perlindungan dari Tuhan alam semesta (qul a'udzu bi Rabb al-falaq) dan gangguan dari Tuhan manusia (qul a'udzu bi Rabb al-nas).

Kata isti'adzah (a'udzu) berasal dari kata al-'audz yang mempunyai dua arti, pertama, yaitu "kembali ke.." (iltija') atau "berlindung kepada..." (istijarah). Keduaya berarti memohon perlindungan. Kedua berarti "melekat" (iltishaq).

Arti pertama dari a'udzu billahi berarti "Aku berlindung dengan rahmat dan penjagaan Allah". Sedangkan yang kedua berarti "Aku lekatkan diriku dengan karunia dan rahmat Allah". Adapun syaitan secara harfiah berarti "jauh" (al-bu'd).

Semua makhluk yang jauh atau mengambil jarak dengan Tuhan dapat disebut syaitan. Bisa juga berarti batil (syatha), yakni segala sesuatu yang menyimpang disebut batil karena prilakunya yang merusak kemaslahatan umum dapat disebut syaitan.

Perilaku syaitan yang demikian itu disebut terkutuk (al-rajim). Setan itu disebut terkutuk karena diusir Allah dari alam langit. Allah memerintahkan para Malaikat untuk melempari setan-setan itu dengan batu meteor yang tajam agar terusir dari langit. Sebab itulah, setiap makhluk yang membangkang dan menyimpang layak disebut setan, pasukan iblis.

Untuk mengimplementasikan ta'awwudz dalam kehidupan nyata ada lima hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, pertama, hakikat mohon perlindungan (al-isti’adzah), kedua, meminta perlindungan (al-musta’idz), ketiga Sang Pemberi Perlindungan (al-Musta’adz bihi), keempat, makhluk yang hendak dijauhi (al-musta’adz minhu), dan tujuan yang dimohonkan perlindungan (ma yusta’adzu lahu).

Dikabulkannya permohonan perlindungan tergantung terpenuhinya mekanisme kelima komponen tersebut. Untuk itu, ada tiga hal yang harus hadir di dalam diri seorang pemohon, yaitu ilmu, suasana batin, dan perbuatan nyata.

Seseorang yang memohon perlindungan mengetahui dan sadar bahwa dirinya tidak mampu menolak kemalangan atau mendatangkan kesenangan, dan hanya Allah lah yang Maha Berkuasa mewujudkan dua hal tersebut. Jika seseorang memiliki kesadaran akan hal tersebut, maka akan terbentuk kondisi batin yang positif dalam dirinya, yaitu sikap rendah hati dan menyadari kelemahan dirinya.

Dengan didasari kesadaran batin semacam itu, maka dalam prilakunya dia akan selalu tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Begitu juga dengan hati dan lisannya. Hatinya akan selalu mengarahkannya kembali kepada Allah dan senantiasa memohon perlindungan kepada-Nya dari segala cobaan, sembari berharap karunia dan kebaikan-kebaikan dari-Nya.

Kaitannya dengan shalat dan ta'awwudz sangat erat, karena semakin kuat upaya seseorang untuk naik mendekati Tuhannya, semakin besar pengerahan kekuatan iblis untuk menggoda yang bersangkutan. Itulah sebabnya mengapa shalat yang waktu pelaksanaannya sangat singkat tetapi teramat sulit untuk khusuk kepada Allah Swt.

Bahkan justru di dalam shalat seringkali bermunculan ide-ide cerdas, sehingga jumlah rakaat pun kadang terlupa, terlebih Tuhan yang seharusnya menjadi fokus perhatian kita. Di sinilah pentingnya ta'awwudz itu.

Meskipun tidak dibaca keras (jahr), kalangan arifin tidak pernah meninggalkan membaca ta'awwudz sebelum mebaca surah al-Fatihah, karena mereka merasa lebih dekat, mesra, dan dalam genggaman Tuhannya.

Dengan ta'awwuz, shalat mereka bisa lebih khusyuk karena sudah mengikrarkan penyerahan diri dan perlindungan kepada Tuhannya sebelum lebih lanjut melaksanakan rangkaian shalat. Perlu diingat bahwa shalat adalah pendakian (mi'raj) seorang mukmin kepada Tuhannya.

Iblis dan pasukannya paling membenci orang yang akan mikraj, karena itu mereka akan mengusahakan berbagai cara agar pendakiannya gagal mencapai orbit yang dituju dengan melakukan berbagai serangan; baik menggunakan kekuatan mereka sendiri atau menggunakan keuatan orang lain, sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S. al-nas.

Komentar:
Berita Lainnya
Dahlan Iskan
Inisial B
Jumat, 03 Mei 2024
Dahlan Iskan
Spesialis Trisula
Kamis, 02 Mei 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo