TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Soal Sawit, Banteng Nanduk Luhut

Oleh: AN/AY
Sabtu, 09 Juli 2022 | 13:01 WIB
Pekerja sedang memanen kelapa sawit. (Ist)
Pekerja sedang memanen kelapa sawit. (Ist)

JAKARTA - Harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit terus melorot. Harganya kini sudah di bawah Rp 1.000 per kilogram (kg). Petani sawit pun kena imbasnya. Mengetahui hal itu, politisi PDIP Deddy Yevri Sitorus nanduk Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dia meminta, Luhut tidak lepas tangan soal turunnya harga sawit.

Dalam beberapa pekan terakhir, para petani sawit menjerit dengan nyungsepnya harga TBS sawit. Berdasarkan data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), per 6 Juli 2022, harga TBS dibanderol Rp 811 di petani swadaya dan Rp 1.200 di petani mitra/plasma. Padahal, Dinas Perkebunan menetapkan harga TBS Rp 2.392 per kg.

Anjloknya harga sawit bermula dari larangan ekspor untuk memenuhi kebutuhan migor dalam negeri. Sebelum adanya larangan, harga TBS sangat cerah Rp 4.250 per kg. Akibatnya banyak petani yang menjual sawit ke perbatasan Malaysia.

Tidak hanya harga TBS, harga Crude Palm Oil (CPO) juga terus turun. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut, Per 6 Juli harga CPO dibanderol Rp 6.599 per kg. Padahal, per 1 Juli masih Rp 7.957 per kg.

Terkait nyungsepnya harga TBS dan CPO yang berlarut-larut, Luhut menyalahkan, Ukraina. Menurutnya, tingginya ekspor minyak bunga matahari atau sunflower oil dari Ukraina berpengaruh terhadap anjoknya harga sawit dalam negeri di pasar global.

Ditanya kapan harga sawit naik lagi? Luhut mengatakan, pemerintah tidak bisa memprediksi kapan harga sawit naik. Pemerintah akan melihat perkembangan ekspor minyak sunflower yang mempengaruhi gejolak harga komoditas sawit.

Mendengar alasan luhut itu, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDIP, Deddy Yevri Sitorus meminta luhut bertanggung jawab dan tidak buang badan.

“Kalau Pak Luhut bilang itu karena Ukraina buka keran ekspor bunga matahari dan memangkas pajak ekspor, itu namanya buang badan dan tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

Menurut dia, anjloknya harga TBS sawit petani disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya kerusakan rantai pasok terkait moratorium ekspor, mekanisme perizinan ekspor (PE) yang memakan waktu, kebijakan distribusi minyak goreng yang kacau, hingga tingginya beban pungutan ekspor dan flusing out.

"Kekacauan itulah yang menyebabkan harga TBS petani hancur di bawah kewajaran. Jadi, jangan cari kambing hitam soal Ukraina, sebab harga keekonomian TBS dan CPO itu ambruk karena kapasitas tangki yang overload sehingga tidak mampu menampung TBS dan siklus CPO-nya tidak bisa berjalan normal,” tuturnya.

Lebih lanjut, Deddy menjelaskan, pengelolaan CPO dan minyak goreng di bawah Luhut telah gagal total. Ekspor tertahan dan merugikan negara, perusahaan dirugikan karena kualitas CPO menurun, dan petani kecil menjerit karena harga yang terjun bebas.

Bahkan, lanjut dia, di saat demand global menurun nyaris 30 persen, harga TBS dan CPO tetap rontok di bawah harga keekonomian.

“Kenapa? Karena rantai pasok komoditas tersebut tersendat,” ujarnya.

Dalam pandangan Deddy, kondisi ini yang mendorong pasar global mencari jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan minyak nabati mereka. Dan itu didapat dari mulai mengalirnya minyak nabati selain sawit di dunia, salah satunya minyak bunga matahari dari Ukraina.

“Jadi masalahnya ada pada pengelolaan industri sawit di Indonesia yang carut marut, bukan semata-mata karena pengaruh global,” tuturnya.

Atas dasar itu, Deddy menyebut jalan keluarnya adalah memperbaiki mata rantai produk sawit. Di mana jaminan pasokan dalam negeri terjaga, baik volume maupun harganya.

Petani sawit juga mendesak pemerintah mempercepat upaya penanganan harga TBS sawit. Sehingga bisa menekan efek domino pelemahan harga TBS petani, termasuk aksi-aksi yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan, saat ini harga TBS terus turun.

"Teman-teman petani itu sekarang mengambil kebijakan tidak memanen. Karena upah memanen hingga pengiriman itu lebih mahal. Sekarang harga 1 kg TBS nggak cukup bayar parkir. Kan kejam sekali," beber Gulat.

Selain itu, kata Gulat, anjloknya harga TBS di tingkat petani sawit menyebabkan penjualan ke Malaysia masih terus berlanjut.

"Petani menjual TBS-nya langsung lintas perbatasan negara sampai saat ini masih berlanjut," kata Gulat. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo