TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Pembayar Pajak Kendaraan Nggak Sampai 40 Persen

Agus Pambagio: Lama-lama, Jasa Raharja Bisa Kewalahan Bayar Santunan Kecelakaan Lalu Lintas

Laporan: AY
Senin, 11 Juli 2022 | 08:00 WIB
Agus Pambagio Pengamat kebijakan publik. Foto : Istimewa
Agus Pambagio Pengamat kebijakan publik. Foto : Istimewa

JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menyoroti jumlah berbagai jenis kendaraan bermotor terus bertambah. Seiring makin panjangnya jalan tol, dan tumbuhnya sentra ekonomi baru di beberapa daerah.

Agus menyayangkan, pertumbuhan kendaraan bermotor ternyata tidak sejalan dengan bertambahnya pendapatan negara bukan pajak (PNBP), yang berasal dari pajak kendaraan bermotor.

"Jumlah pemilik kendaraan yang membayar pajak kendaraan saat memperbaharui STNK, ternyata tak sampai 40 persen," ujar Agus dalam keterangan bersama dengan Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Darmaningtyas, Minggu (10/7).

Untuk diketahui, pajak kendaraan mencakup beberapa komponen, yang antara lain meliputi sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ), Bea Balik Nama (B2N), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan sebagainya.

Dari komponen tersebut, SWDKLLJ merupakan komponen yang paling penting. Karena menyangkut asuransi kecelakaan untuk pemilik kendaraan dan penumpang angkutan umum, ketika menjadi korban kecelakaan lalu lintas (laka lantas).

Keberadaan SWDKLLJ diatur oleh beberapa ketentuan, antara lain Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Kendaraan Bermotor, dan UU No. 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang jo. PP No. 17 Tahun 1965 tentang Ketentuan Pelaksanaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.

Selain itu, juga ada UU No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan jo. PP No.18 Tahun 1965 tentang Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan dan tentu saja UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Jalan.

Pengelola SWDKLLJ adalah PT Jasa Raharja (JR). Jika terjadi laka lantas, khususnya yang menelan korban jiwa, lembaga inilah yang akan memberikan santunan kecelakaan lalu lintas. Sesuai peraturan perundangan.

Lantas, dari mana JR memperoleh sumber dananya?

Salah satunya, dari iuran SWDKLLJ kendaraan bermotor, dan premi yang dibayarkan oleh para penumpang angkutan umum.

"Sayangnya, besaran premi yang dibayarkan penumpang angkutan umum, terhitung sangat kecil. Hanya Rp 60 per penumpang," ungkap Agus, yang juga Managing Partner PH&H Public Policy Interest Group.

Kepatuhan Pemilik Kendaraan Bermotor

Jika selama ini para pemilik kendaraan bermotor tidak disiplin dalam membayar pajak kendaraan bermotor (PKB), sementara dana santunan terus keluar, seiring meningkatnya jumlah laka lantas, maka secara perlahan, JR akan kesulitan keuangan.

Sehingga, untuk menyantuni korban laka lantas, JR terpaksa mendapatkan subsidi atau penyertaan modal negara (PMN) dari APBN. Pahit-pahitnya, santunan bisa tak terbayarkan.Tingkat kepatuhan masyarakat untuk membayar pajak kendaraan bermotor (PKB) yang di dalamnya memuat  komponen SWDKLLJ, memang terbilang rendah.

Berdasarkan data di Kantor Bersama SAMSAT seluruh Indonesia, hingga Desember 2021, tercatat ada sekitar 103 juta kendaraan.

Namun dari angka tersebut, hanya sekitar 39 persen atau 40 juta kendaraan yang melunasi pembayaran pajak kendaraan bermotor.

Sebanyak 61 persen sisanya, belum melunasi PKB.

"Ini menandakan tingkat kepatuhan masyarakat membayar PKB amat rendah. Padahal, bila masyarakat memiliki kepatuhan membayar PKB per tahun, daerah memiliki potensi pendapatan pajak yang cukup besar," jelas Agus.

Sementara potensi penerimaan PKB tahun 2016-2021 yang belum lunas, mencapai lebih dari Rp 100 triliun.

Potensi pajak terbesar ada di Jawa Barat, dengan angka Rp 18 triliun. Disusul Jawa Timur sebesar Rp 16 triliun, Jawa Tengah sebesar Rp 13 triliun, dan DKI Jakarta sebesar Rp 9 triliun.

"Potensi pajak sebesar itu, tentunya amat berarti bagi kecukupan kebutuhan anggaran di daerah. Serta dapat dimanfaatkan untuk pembangunan sarana angkutan umum yang berkeselamatan, atau melakukan perbaikan infrastruktur transportasi," papar Agus.

Sementara berdasarkan data yang dihimpun oleh Korlantas Polri, jumlah kendaraan bermotor hingga awal tahun 2022 mencapai 146.046.000 unit.

Rinciannya: mobil penumpang 22.434.401, mobil bus 211.675, Mobil barang 5.737.594, dan sepeda motor 117.580.815 unit.

Untuk memastikan tingkat validitas data jumlah kendaraan aktif, PKB, dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dapat terwujud, Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri melakukan rekonsiliasi dan atau cleansing data base. Bersama Korlantas Polri, Jasa Raharja, dan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Agus mengingatkan, di tengah keterbatasan anggaran seperti saat ini, peningkatan kepatuhan masyarakat untuk membayar PKB tahunan perlu dilakukan secara sinergis dengan berbagai pihak yang berkompeten. Seperti Korlantas Polri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, serta Pemerintah Daerah (Pemprov atau Pemkab/Pemkot).Perlu diingat, PKB juga dapat menjadi sumber pendapatan asli daerah.

Berikut enam strategi pencapaian SWDKLLJ, yang dapat diterapkan:

1. Lakukan digitalisasi kepemilikan kendaraan bermotor dan ketaatan membayar pajak.

"Kembangkan dashboard kepemilikan kendaraan bermotor. Supaya aparat Pemda, Polda, dealer dan ATPM kendaraan serta publik dapat memantau, jika ada kendaraan yang dialihkan kepemilikannya. Atau hancur karena laka lantas dan sebagainya," ujar Agus.

Menurutnya, digitalisasi sekaligus akan memaksa publik untuk tertib administrasi, termasuk ketika mereka menjual kendaraannya.

"Mereka harus cepat mendorong pembelinya balik nama," tandas Agus.

2. Korlantas Polri dapat dengan mudah mendeteksi kepatuhan publik, dan melakukan penegakan hukum melalui operasi patuh secara rutin.

3. Hapuskan beban biaya balik nama dan pengenaan pajak progresif, yang tidak memberikan kontribusi pendapatan signifikan.

"Ini hanya membuat publik cenderung melakukan pelanggaran," ucap Agus.

4.  Penegakan hukum dapat dilakukan sesuai dengan amanat UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 74 ayat (2).

Dalam aturan ini, STNK pemilik kendaraan yang selama dua tahun berturut turut menunggak pajak atau hancur karena laka lantas, dapat dicabut.

5. Lakukan sosialisasi yang lebih masif ke publik dan pejabat Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan kepatuhan warga dalam membayar PKB. Karena PKB dapat meningkatkan kesejahteraan aparat Pemda

6. Melalui penerbitan peraturan perundangan, sebagian PNBP dari pajak kendaraan melalui SAMSAT, harus diperuntukan bagi kesejahteraan aparat POLRI/Korlantas. (HES/AY/rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo