TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo
Mega Waswas

Sri Lanka Bangkrut, Dunia Dihantui Krisis Pangan

Oleh: US/AY
Senin, 18 Juli 2022 | 11:41 WIB
Megawati Soekarnoputri. (Ist)
Megawati Soekarnoputri. (Ist)

JAKARTA - Ancaman krisis pangan dunia dan bangkrutnya Sri Lanka mendapat perhatian Megawati Soekarnoputri. Ketua Umum PDIP itu waswas, sekaligus mengingatkan semua pihak di Tanah Air untuk tidak lengah.

Saat ini, kondisi Indonesia sebenarnya masih terbilang baik. Namun, ancaman krisis pangan tetap tidak bisa dipandang sebelah mata. Apalagi, berbagai kebutuhan pokok di dalam negeri sudah naik.

Untuk itu, Mega meminta Pemerintah gercep alias gerak cepat untuk melakukan langkah-langkah konkret. Agar krisis pangan tidak sampai menjalar ke negara kita.

"Ini harus segera kita antisipasi dari saat ini. Agar hal itu (krisis pangan) tidak terjadi,” ucap Presiden ke-5 RI ini, saat membuka KKN Kebangsaan 2022, di Universitas Palangka Raya, Kalimantan Tengah, kemarin.

Ia berpesan, isi perut rakyat harus dipikirkan baik-baik oleh Pemerintah. Jangan sampai karena gonjang-ganjing ekonomi dunia, akses pangan rakyat terganggu. Mega pun mengingatkan Pemerintah mengenai pentingnya menghasilkan kedaulatan pangan.

Dengan adanya kedaulatan itu, lanjut Mega, meski krisis pangan itu terjadi, Indonesia akan aman.

"Kita harus mulai berpikir untuk menjalankan dan menghasilkan kedaulatan pangan,” sambungnya.

Ia meyakini, dengan modal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan di sejumlah perguruan tinggi, Indonesia mampu menghadapi badai krisis pangan ini. Bahkan, bisa jadi lumbung pangan dunia.

Mega juga mengusulkan agar Pemerintah menggali potensi bahan pangan utama selain beras. Seperti singkong, jagung, sorgum, umbi-umbian, pisang, dan porang.

Di internal PDIP, Ibu Banteng ini mengaku sekitar 2 tahun lalu sudah memberi perintah ke bawahannya untuk membuat program menanam 10 tanaman pendamping beras.

"Yaitu, hanjali atau jali-jali, jagung, pisang, porang, sagu, singkong, sorgum, sukun, talas, ubi jalar,” urainya.

Dalam hitungan Mega, dengan porsi konsumsi nasi yang mencapai 60 persen, Indonesia diperkirakan butuh 319 juta ton beras di 2045. Angka ini sangat besar dan cukup menantang di tengah masifnya alih fungsi lahan pertanian, krisis iklim, kekeringan, gagal panen, hingga ketidakpastian pandemi. Sementara, data produksi beras pada masa pandemi di 2020 hanya mencapai 31,33 juta ton. Lalu di 2021 hanya 31,69 juta ton.

Karena itu, ide makanan pendamping beras, menurut Mega, penting untuk diseriusi. “Ancaman krisis pangan itu sekiranya dapat kita minimalisir, atau tentu yang kita sangat berkeinginan tidak sampai terjadi,” harapnya, sembari juga meminta semua pihak bergotong royong dalam pengembangan food estate yang sedang digalakkan pemerintah.

Soal ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani juga berulang-ulang mengingatkan negara-negara G20, khususnya saat membuka pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 ketiga, di Bali, Jumat (15/7).

Sebab, dalam catatan Program Pangan Dunia, ada 276 juta atau seperempat miliar lebih orang di dunia saat ini mengalami kelaparan. Angka ini naik dua kali lipat lebih dibanding 2019 atau sebelum pandemi Covid-19.

Situasi ini terjadi karena ekonomi global dihantam bertubi-tubi. Selain pandemi Covid-19, diperparah oleh konflik geopolitik dan perang Rusia-Ukraina. Sri Mulyani memprediksi, harga pangan dunia bakal meningkat hingga 20 persen di akhir tahun ini. Setelah sempat meroket hampir 13 persen pada Maret 2022.

Managing Director International Monetary Fund (IMF) Kristalina Georgieva juga memikirkan masalah itu. Makanya, sepulang dari 3rd FMCBG di Bali, kemarin, Georgieva menemui Presiden Jokowi, di Istana Bogor. Sri Mulyani ikut dalam pertemuan tersebut.

Usai pertemuan, Sri Mulyani menerangkan, IMF menaruh harapan besar kepada kepemimpinan Indonesia sebagai Presidensi G20. Di antaranya, agar mendorong pemimpin negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia untuk membantu negara-negara yang menghadapi krisis.

Krisis itu, sebut Sri Mulyani, sudah menghantam berbagai negara di Afrika.

"Jangan sampai kemudian kemampuan dunia internasional untuk mencegah krisis menjadi makin lemah dan menyebabkan risiko makin tinggi," ucapnya.

Presiden Jokowi, sambung Sri Mulyani, menaruh perhatian besar kepada Afrika. Ia berharap, benua hitam itu bisa gabung di acara G20. Sebab, selama ini, G20 tidak pernah memasukkan negara-negara di Afrika dalam pembahasan yang permanen.

"Karena suara dari negara-negara, terutama dari Afrika yang sekarang sedang menghadapi banyak sekali kesulitan pangan, kesulitan dari sisi ekonomi, dan juga keuangan, menjadi sangat penting," terangnya.

Sebelumnya, Jokowi juga telah memerintahkan Badan Pangan Nasional atau Nasional Food Agency (NFA) untuk memberikan atensi ekstra melihat gonjang-ganjing ekonomi global yang terjadi. Bos NFA Arief Prasetyo Adi menerangkan, arahan itu disampaikan Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna.

"Pemerintah Indonesia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi ancaman krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan," kata Arief, dalam keterangannya, Sabtu (16/7).

Perintah tersebut, kemudian langsung direspons dengan mengumpulkan kepala dinas urusan pangan dari 514 kabupaten/kota dan 37 provinsi. Mereka menggelar rapat koordinasi.

"Kita akan bangun ekosistem pangan dari pusat hingga daerah melalui sistem informasi pangan yang terintegrasi baik on farm maupun off farm sehingga pengambilan kebijakan pun dapat dilakukan secara cepat dan komprehensif," pungkasnya. (rm id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo