TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Founder and Chairman FPCI Dino Patti Djalal

Tanpa Solusi Politik, Adu Jotos Palestina-Israel Nggak Bakalan Kelar

Oleh: Farhan
Minggu, 29 Oktober 2023 | 18:55 WIB
Founder & Chairman FGCI Dito Pati Djalal. Foto : Ist
Founder & Chairman FGCI Dito Pati Djalal. Foto : Ist

JAKARTA - Founder & Chairman Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menegaskan pentingnya solusi politik, dalam penanganan konflik Israel-Hamas Palestina, yang belakangan ini terus memanas. Tanpa solusi politik, perang tersebut tidak akan pernah kelar.

Mengutip BBC edisi Minggu (29/10/2023), Kementerian Kesehatan di Gaza yang dijalankan Hamas mengatakan, jumlah korban tewas di Gaza sejak Israel membom wilayah itu pada 7 Oktober 2023, telah melebihi 8.000 orang.

Sementara Hamas, dilaporkan telah membunuh lebih dari 1.400 orang di Israel, dalam serangan 7 Oktober. Mayoritas korban adalah warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak.

"Kita semua prihatin dan mendoakan keselamatan saudara-saudara Palestina kita di Gaza. Perang Israel-Palestina di Gaza dipastikan memburuk dan bahkan melebar. Karena Israel sudah bertekad untuk menghancurkan Hamas, sebagai balasan atas serangan tanggal 7 Oktober. Tentunya, Hamas juga akan memberikan perlawanan sengit juga," kata Dino, melalui akun YouTube resmi FPCI, Minggu (29/10/2023).

Lalu, sampai kapan rakyat Palestina akan menderita? Berapa banyak lagi korban akan berjatuhan? Kapan konflik Palestina Israel akan berakhir?

Terkait hal ini, Dino menjelaskan pandangan dan pemahaman mengenai solusi konflik Palestina Israel.

"Saya mulai dengan satu poin penting. Perdamaian yang permanen, hanya bisa dicapai dengan satu cara. Yaitu solusi politik. Kenapa? Karena solusi militer tidak akan bisa menyelesaikan masalah," papar Dino, yang juga mantan Wakil Menteri Luar Negeri di masa pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurutnya, solusi militer Israel, sedahsyat apa pun, tidak akan mungkin membungkam semangat rakyat Palestina untuk merdeka.

Israel juga tidak akan mungkin menaklukkan bangsa Palestina secara militer, selamanya.

Di lain pihak, secara realistis, ribuan rudal dan bom dari Hamas ke Israel, tidak akan mungkin mengakhiri kontrol Israel terhadap Gaza dan Tepi Barat.

Jadi, tegas Dino, kuncinya bukan pada solusi militer. Juga bukan pada status quo yang sekarang berlaku, menggunakan semacam sistem yang oleh Amnesti Internasional dinamakan sebagai sistem apartheid, terhadap bangsa Palestina di Gaza.

"Kuncinya, adalah solusi politik. Solusi politik yang seperti apa? Yang jelas, solusi politiknya merupakan hasil kompromi. Harus dirundingkan dan disepakati oleh pihak-pihak yang bertengkar, dan tidak boleh dipaksakan. Harus dilaksanakan di lapangan, dan harus menjawab masalah-masalah yang selama ini menjadi bibit konflik Israel dan Palestina," urai Dino.

Masalah-masalah yang antara lain menjadi bibit konflik Israel dan Palestina, di antaranya adalah soal status Yerusalem, masalah jutaan pengungsi Palestina di luar negeri, dan wilayah Palestina yang perlu dikembalikan sebelum tahun 1967. Serta status Masjid Al Aqsa. Serta pengaturan bersama yang bisa menjamin keamanan masing-masing pihak.

Two States Solution

Dalam konflik Palestina-Israel, Dino mengatakan, wujud akhir dari situasi politik ini sebetulnya sudah ada. Yaitu solusi Dua Negara atau Two States Solution.

Dalam Two States Solution, kedua negara, masing-masing Israel dan Palestina yang merdeka, hidup berdampingan secara damai. Sama-sama mengakui dan menghormati keberadaan dan kemerdekaan masing-masing.

Keamanan masing-masing pun dapat terjaga dan terjamin.

Secara prinsip, solusi politik Two States Solution ini sudah diterima Israel dan Palestina, termasuk oleh Hamas, pada tahun 2017.

Solusi ini juga didukung oleh masyarakat internasional. Baik negara-negara Barat atau Timur Tengah pada umumnya.

Solusi Dua Negara yang hidup berdampingan secara damai ini, nyaris tercapai pada tahun 2000, dalam perundingan antara PM Israel Ehud Barak dan Pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mendiang Yasser Arafat di Camp David, yang kala itu ditengahi Presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton.

Tak Pernah Berhasil

Namun sayangnya, hingga kini, Two States Solution tak kunjung membuahkan hasil. Karena sama-sama ditentang oleh kelompok keras masing-masing pihak.

Situasi konflik pun terus berlanjut. Bahkan, semakin merosot.

Dino yang pernah menjabat Duta Besar RI untuk Amerika Serikat (2010-2013) membeberkan tiga tantangan yang dihadapi solusi Dua Negara.

Pertama, lebih dari 10 tahun terakhir, tidak pernah lagi ada perundingan antara Israel dan Palestina.

Jika tidak ada perundingan, tidak ada solusi, perdamaian kedua di Israel pun tidak tercipta.

Kedua, dari pihak Israel, pemerintah koalisi yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu yang didominasi partai sayap kanan penganut garis keras, tidak lagi tertarik pada solusi Dua Negara.

"Perang Israel-Hamas semakin menjadikan prospek solusi dua negara semakin jauh lagi. Semakin memperkeras sikap pemerintah Netanyahu untuk menentang keberadaan suatu negara Palestina yang merdeka," ulas Dino, yang juga putra diplomat ulung sekaligus Ahli Hukum Laut Internasional Hasjim Djalal.

Di kalangan Palestina, lanjutnya, juga timbul kelompok-kelompok yang lebih berniat untuk menghancurkan Israel, ketimbang menerima solusi Dua Negara.

"Dengan kata lain, hambatan utama untuk mencapai solusi politik Dua Negara adalah situasi politik dalam negeri masing-masing," sebut Dino.

Ketiga, di Palestina, Fattah dan Hamas tidak pernah kompak sejak Pemilu 2006. Sejak itu, mereka bergerak di dunia masing-masing, di wilayah masing-masing. Yang satu di Tepi Barat, yang satunya lagi di Gaza.

Fattah dan Hamas juga menempuh cara yang berbeda. Yang satu moderat, yang satunya lagi keras. Bahkan, antara Fatah dan Hamas sempat terjadi benturan fisik.

Berbagai upaya rekonsiliasi antara mereka diupayakan, tapi selalu kandas. Termasuk, penundaan pemilu yang tadinya dijadwalkan pada tahun 2020.

"Sampai sekarang, perseteruan internal ini tidak pernah diakhiri. Tanpa persatuan dan kerja sama politik antara faksi-faksi di Palestina, mustahil kemerdekaan Palestina bisa tercapai," tutur Dino.

"Ingat, Indonesia hanya bisa mencapai kemerdekaan, ketika seluruh elemen bangsa kita bersatu. Hal ini seharusnya juga menjadi pelajaran bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina," imbuhnya.

Dalam pandangan Dino, jumlah negara yang secara retorika mendukung solusi konflik Israel-Palestina memang banyak. Tetapi, hanya sedikit yang aktif mendorong solusi Dua Negara.

Menurutnya, saat ini ada semacam kejenuhan. Sekjen PBB Antonio Gutteres, dinilai tidak memainkan perannya dengan baik.

Sementara Presiden AS, terlihat tidak berminat dan bahkan terkesan kapok untuk memainkan peran sebagai penengah. Uni Eropa juga segendang sepenarian.

Begitu pula sejumlah negara Arab. Belakangan ini, mereka justru menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Sehingga, membuat Palestina merasa gerah.

Dalam sejumlah survei dukungan publik terhadap solusi Dua Negara, baik di Palestina maupun di Israel, semakin menurun.

Sistem politik apartiid yang berlaku sekarang, semakin membuat rakyat Palestina merasa tertindas, menderita, putus asa, frustrasi. Setiap hari, semakin banyak yang jadi korban.

Dino berpendapat, solusi politik Dua Negara hanya bisa tercapai, kalau ada negarawan, statemanship - baik di Israel maupun di Palestina -, yang berani merintis solusi politik yang penuh risiko dan penuh ranjau.

"Pertanyaannya, apakah negarawan ini ada di Israel dan juga di Palestina. Kapan proses ini akan dimulai, dan oleh siapa?Inilah pertanyaan sejarah terbesar, yang sampai sekarang belum terjawab," ucap Dino.

Menurutnya, masalah ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi diplomasi Indonesia.

Dino mengatakan, ada banyak cara bagi Indonesia, untuk membantu Palestina. Hal-hal yang sudah dilakukan antara lain pemberian bantuan kemanusiaan, dengan mendirikan Rumah Sakit Indonesia di Gaza.

Selain itu, juga ada bantuan capacity building terhadap otorita Palestina, dukungan moral, dan seruan diplomatik.

"Ini juga sering dilakukan. Tapi, kalau Indonesia ingin secara serius membantu mengakhiri konflik Palestina-Israel, maka yang paling berdampak adalah kita harus mulai aktif melancarkan dorongan diplomatik dan politik, yang dapat menghidupkan kembali proses perundingan ke arah solusi Dua Negara," jelas Dino.

Dengan melakukan langkah tersebut, Indonesia akan otomatis ikut memberikan tekanan internasional. Serta ikut memberikan dorongan politik dan dorongan diplomatik kepada Palestina dan Israel, untuk mulai berunding kembali. Demi mewujudkan solusi Dua Negara.

Menurut Dino, hal ini dapat dilakukan dalam format perundingan yang baru. Upaya ini harus dilakukan secara gigih dan berkelanjutan.

"Yang paling penting, lakukan ini benar-benar untuk Palestina, dengan cara diplomasi belakang layar atau quiet diplomacy. Bukan untuk konsumsi politik dalam negeri," tegas Dino.

"Kalau tidak ada solusi politik, alternatifnya adalah adu jotos yang tidak akan habis-habisnya. Akibatnya, konflik kekerasan akan terus terjadi. Korban akan terus berjatuhan di Palestina untuk 50 tahun lagi, dan bahkan 100 tahun ke depan. We stand with Palestine," pungkas peraih gelar doktor dari London School of Economics and Political Science, Inggris

Komentar:
Berita Lainnya
Ilustrasi
Ambisi Atas Pendudukan Wilayah
Sabtu, 02 Maret 2024
Dahlan Iskan
Terowongan Hasidic
Selasa, 16 Januari 2024
Dahlan Iskan
Hamas Shekel
Rabu, 10 Januari 2024
Dahlan Iskan
Gaza Rock
Selasa, 09 Januari 2024
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo