TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Lagi Heboh

Bunuh Nyamuk Pake Nyamuk

Oleh: Farhan
Minggu, 19 November 2023 | 10:15 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Rencana pemerintah membunuh nyamuk aedes aegypti penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan nyamuk wolbachia di Indonesia menimbulkan pro dan kontra. Banyak yang menolak rencana pemerintah tersebut karena takut akan menimbulkan penyakit lain.

Penolakan datang dari masyarakat Bali. Rencananya, pemerintah akan menyebarkan nyamuk yang juga disebut nyamuk Bill Gates itu, untuk menekan penyakit DPD, pada Senin (13/11/2023) lalu.

Indra mengatakan, Pemprov Bali memutuskan menunda penyebaran nyamuk tersebut karena mendapat penolakan dari masyarakat. Mereka takut akan menimbulkan penyakit baru.

“Ini kan penting untuk dijawab, nah untuk menjawab ini, ilmu pengetahuan yang akan menjawab,” ujarnya.

Hal senada dikatakan eks Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari. Menurut dia, penyebaran jutaan nyamuk wolbachia untuk mencegah DBD ini, justru mengusik kedaulatan Indonesia, lantaran belum tahu bagaimana dampak penyebaran wolbachia ke depannya.

Bagi Siti, Kemenkes cukup berhasil mengendalikan DBD di Indonesia. Ia juga tidak mempersoalkan penelitian penanganan DBD dilakukan oleh siapapun. Namun, ia meminta harus menggunakan cara yang lebih transparan.

Sementara, Pakar kesehatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi Djoerban menjelaskan, proyek ini dikembangkan oleh World Mosquito Program (WMP). Adapun tujuan utama proyek ini untuk menurunkan penyebaran BBD, demam kuning, dan chikungunya. Sebab, bakteri wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue yang terkandung dalam nyamuk aedes aegypti.

Nyamuk wolbachia telah berhasil digunakan di beberapa negara seperti Brasil, kepulauan Cayman, Panama, India, dan Singapura. Di Indonesia, nyamuk Wolbachia sudah disebar di Yogyakarta, menurunkan kasus DBD dan risiko rawat inap secara signifikan.

Prof Zubairi menyebut, penolakan di masyarakat muncul karena kekhawatiran akan mutasi yang bisa mengarah pada sifat ganas nyamuk. “Ini seperti vaksin, tapi yang divaksin itu nyamuknya agar tidak menyebarkan virus ke manusia,” jelas Prof Zubairi.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Tjandra Yoga Aditama mengatakan, hebohnya isu nyamuk bunuh nyamuk berawal dari pemberitaan Channel News Asia (CNA) Singapura berjudul “Project Wolbachia: 300 million mosquitoes released but not a silver bullet to deal with dengue, says NEA”.

Salah satu isinya menyebut, nyamuk wolbachia tidak akan mampu berkompetisi di daerah yang banyak sekali nyamuk, justru populasi nyamuk akan berlebih. Bahkan sejak dimulai 2016, kasus DBD belum menurun signifikan. Pada 2022 masih dilaporkan 32.173 kasus DBD, kedua tertinggi sesudah 2020 dengan 35.266 kasus.

Hanya saja, di beberapa daerah penelitian wolbachia, seperti Tampines, Yishun, dan Choa Chu Kang, populasi nyamuk aedes aegypti turun sampai 98 persen dan kasus dengue sampai 88 persen. Data ini menukil penjelasan dari anggota Parlemen Baey Yam Ken.

Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril bakal terus memberikan edukasi dan informasi soal penerapan wolbachia. Mengingat, teknologi wolbachia merupakan salah satu inovasi yang melengkapi strategi pengendalian yang berkasnya sudah masuk ke Strategi Nasional.

Kata Syahril, sebagai pilot project, penyebaran nyamuk ini bakal dilaksanakan di lima kota. Yakni, Semarang, Jakarta Barat, Bandung, Kupang, dan Bontang. Hal ini didasari Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaran Pilot project Implementasi Wolbachia sebagai inovasi penanggulangan dengue.

Syahril menegaskan, teknologi wolbachia sudah terbukti dilakukan di sejumlah negara di dunia. Sebut saja, Brazil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuathu, Mexico, Kiribathi, New Caledonia, dan Sri Lanka.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo