TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Pengusaha Kita Cuma Pedagang, Bukan Bikin Produk

Indonesia Emas 2045 Khawatir Tak Tercapai

Oleh: Faehan
Selasa, 21 November 2023 | 11:28 WIB
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Manoarfa. Foto : Ist
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Manoarfa. Foto : Ist

JAKARTA - Kondisi ekonomi Indonesia belum mengalami perubahan struktural lantaran dianggap belum bisa melahirkan produk unggulan di pasar internasional. Inovasi kita juga masih kalah jauh dibandingkan dengan Korea Selatan (Korsel).

Hal itu dikatakan Menteri Perencanaan Pembangunan Na­sional (PPN)/Kepala Badan Per­encanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, saat peluncuran buku Menuju In­donesia Emas: Refleksi dan Visi Pembangunan 2005-2045.

Karena itu, Suharso mendorong munculnya produk-produk di dalam negeri yang memiliki kompleksitas tinggi yang men­cakup berbagai lini industri.

“Kita ini belum punya produk yang terbentuk dari komplek­sitas industri yang tinggi, yang kaki-kakinya ada di Indonesia, nggak ada,” kata Suharso di Jakarta, Senin (20/11/2023).

Menurutnya, sejak zaman Pe­merintahan Presiden Soeharto, kon­disi ekonomi Indonesia tidak mengalami perubahan secara struktural, karena belum ada produk-produk unggulan yang benar-benar bersi­nar (rising star). Belum ada produk yang memiliki daya kompleksitas tinggi yang dihasilkan dari berbagai lini industri pendukung.

Suharso bilang, Indonesia hanya menjadi negara industri pengolah bahan baku. Belum mampu sampai tahap industri penghasil produk berteknologi tinggi, meski sudah ada program hilirisasi.

Program hilirisasi itu pun men­jadi salah satu program yang terus didorong pada masa pemerin­tahan Jokowi. Namun, Suharso menekankan, produk yang dihasilkan belum kompleks karena baru sebatas mengolah bahan baku menjadi barang setengah jadi. Seperti komoditas nikel baru bisa menghasilkan feronikel.

“Dan strukturnya itu nggak berubah. Nggak berubah ketika kita juga melakukan hilirisasi dan seterusnya,” kata Suharso.

Dia mencontohkan, belum ada satu pun industri dalam negeri yang mampu menghasilkan satu produk dengan merek sendiri, seperti negara lain yang mampu keluar dari middle income trap.

Contohnya, Korea Selatan. Negara K-Pop itu memiliki in­dustri ponsel sendiri dan mobil sendiri. Begitu juga dengan Jepang, serta China.

Itu yang bikin saya gregetan dari dulu sampai saat ini. Jadi, kita akan repot sendiri. Korea melambung karena punya satu produk yang menghasilkan kompleksitas tinggi. Misal, mobil dan gadget, itu luar biasa berkembang. Namun, Indonesia tertatih-tatih,” jelas Suharso.

Menurutnya, penyebab utama permasalahan ini karena belum ada pengusaha di Indonesia yang mampu membuat produk jadi yang bisa dipasarkan di dunia internasional. Karena pengusaha yang ada selama ini hanya berperan sebagai pedagang, dan mayoritas pedagang jasa.

“Tradable goods kita paling ma­min. Kalau kita lihat entrepreneur kita dagang, trader. Nggak ada maker. Ya sedikit,” ucap Suharso.

Bila terus menerus seperti itu, hanya mimpi Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2045. Karena itu, Suharso menekankan, yang penting saat ini menghasilkan pengusaha atau pihak swasta di Indonesia yang bisa menghasilkan produk. Bukan lagi hanya sebagai pedagang.

Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemente­rian Perindustrian (Kemenperin) Eko SACahyanto mengatakan, ada strategi utama untuk mendu­kung pertumbuhan industri dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045.

Strategi itu, yaitu penerapan ekonomi hijau, hilirisasi hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Selanjutnya, Pemerintah berkomitmen melanjutkan kebi­jakan hilirisasi dalam rangka men­dalami struktur industry. Khususnya sektor tambang, agro dan maritim yang menjadi fokus utama.

Kemudian, peningkatan kom­pleksitas produk industri melalui riset, inovasi, serta kolaborasi dan adopsi teknologi menjadi strategi yang ditekankan.

Selain itu, Indonesia berupaya meningkatkan kualitas faktor-faktor produksi, termasuk sumber daya ma­nusia (SDM) yang kompeten serta mendorong perbaikan infrastruktur konektivitas dan logistik.

“Pemerintah terus berusaha mengintegrasikan ekosistem pendukung industri melalui pengembangan ekosistem pem­biayaan, reformasi perpajakan dan perbaikan infrastruktur yang terkait standar,” jelasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo