Leptospirosis: Penyakit Yang Mengancam Kesehatan Manusia Dan Pengendaliannya
Zoonosis atau penyakit zoonotic adalah penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya. Penyakit ini muncul akibat mikroba patogen seperti bakteri, virus, fungi, dan parasit (protozoa dan cacing). Laporan suatu penelitian pada tahun 2001 menunjukkan bahwa penyakit infeksi pada manusia lebih dari 60% bersifat zoonosis.
Berdasarkan kondisi ini, muncul ancaman atau kewaspadaan terhadap penyakit infeksi baik yang baru muncul (EID) maupun penyakit infeksi yang berulang atau muncul kembali, dimana mayoritas penyakit-penyakit ini merupakan zoonosis seperti: Leptospirosis, Toxoplasmosis, Teilerosis, Anthrax, Rabies, Brucellosis, Flu Burung, dan lainnya. Beberapa Negara di Asia, termasuk Indonesia berisiko tinggi terhadap ancaman munculnya EID yang bersifat zoonotik dari hewan liar, seperti yang baru-baru ini mewabah di seluruh dunia yaitu Covid-19. Saat ini di Indonesia sedang mewaspadai munculnya penyakit cacar monyet, dimana penyakit ini sudah menginfeksi manusia sesuai laporan yang bisa dibaca melalui media.
enularan penyakit zoonosis melalui beberapa cara, seperti:
1. Secara langsung. Manusia terinfeksi akibat berkontak atau melalui udara/aerosol dengan hewan terinfeksi saat bersin atau batuk misalnya rabies atau ringworm (fungi).
2. Secara tidak langsung.
Penularan zoonosis muncul melalui perantara, baik hewan antropoda sebagai vektor (misalnya penyakit ensefalitis Jepang) maupun perantara berupa benda mati; air, tanah, atau benda lainnya.
3. Konsumsi pangan yang bersumber dari hewan terinfeksi atau biasa disebut foodborne illness, contoh seperti Salmonella, Escherichia coli, Campylobacter.
Manusia bisa juga terifeksi akibat mengonsumsi pangan yang berasal dari hewan terinfeksi penyakit seperti; brucellosis, listeriosis, toksoplasmosis Beberapa penyakit zoonotik seperti toxoplasmosis memiliki lebih dari dua penularan yaitu melalui konsumsi daging hewan terinfeksi misalnya daging kambing yang tidak dimasak dengan baik dan kotak feses kucing yang mengandung protozoa Toxoplasma gondii.
Penyakit zoonotik lainnya yang juga menginfeksi manusia adalah Leptospirosis. Penyakit ini muncul di perumahan dan lingkungan kurang bersih/kotor. Data penyakit Leptospirosis pada lima tahun terakhir sesuai data dari Kementerian Kesehatan, sebagai berikut:
Tahun 2019: 920 kasus Leptospirosis dengan kematian 122 orang. Tahun 2020: 1.170 kasus Leptospirosis, 106 orang meninggal CFR 9,06 %. Tahun 2021: 734 kasus Leptospirosis 84 orang meninggal Case Fatality Rate (CFR) 11,4%. Tahun 2022 : 1.408 kasus Leptospirosis, 139 orang meninggal CFR 9,87%. Tahun 2023 (Jakanuari-Maret 2023): 114 kasus Leptospirosis. 6 orang meninggal di Kabupaten Pacitan, Jatim. Jawa Tengah: 111 kasus Leptospirosis, 18 orang meninggal. Di Jokja (Bantul) 4i kasus Leptospirosis dengan 7 orang meninggal.
Jawa Barat 9 kasus Leptospirosis dengan 2 orang meninggal. Sulawesi Selatan (Kabupaten Pangkep) 4 kasus Leptospirosis dengan 1 orang meninggal. Banten 2 kasus Leptospirosis 0 meninggal. Kasus Leptospirosis ini dilaporkan dari 9 provinsi (Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Maluku, Sulawesi-Selatan, dan Kalimantan Utara).
Hal ini menunjukkan bahwa penyakit Leptospirosis ini sangat mendesak dan penting untuk disampaikan ke masyarakat mengenai bahaya dan pengendaliannya, agar masyarakat terhindar dari penyakit infeksius ini. Bila masyarakat sudah mengetahui gejala atau tanda penyakit ini maka akan segera melapor kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas guna dilakukan tindakan pengobatan.
Leptospiros disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans yang hidup selama beberapa tahun di ginjal. Beberapa hewan yang dapat menyebarkan bakteri Leptospira adalah: Anjing, babi, kuda, sapi, tikus, kambing. Bakteri Leptospira sewaktu-waktu dapat keluar bersama urine sehingga mengontaminasi air dan tanah. Di air dan tanah, bakteri ini dapat bertahan selama beberapa bulan atau tahun.Sementara itu, penularan bakteri Leptospira ke manusia dapat terjadi akibat hal-hal berikut: berkontak langsung antara kulit dengan urine, antara kulit dengan air dan tanah yang terkontaminasi urine, dan mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi urine hewan pembawa bakteri
Mekanisme penularan bakteri Leptospira yaitu diawali dari sumber air, tanah lembab/becek, lumpur yang terkontaminasi bakteri Leptospira sp. Masuk ke tubuh hewan (sapi, anjing, kucing, kambing, dan tikus) pada saat minum air atau memakan pakan yang terkontaminasi bakteri leptospira. Bakteri ini menginfeksi saluran kemih (tractus urugenitalis) hewan ditandai air kencing berdarah.
Bakteri dalam air kencing ini masuk kembali ke air, tanah lembab/becek, dan lumpur. Pada saat kondisi tersebut, manusia terinfeksi bakteri leptospira melalui selain melalui luka, juga melalui mata, hidung, mulut dan saluran pencernaan (makanan dan air yang terkontaminasi Leptospira. Leptospirosis bisa menular antarmanusia melalui ASI atau hubungan seksual, tetapi kasus ini sangat jarang terjad.
Faktor risiko Leptospirosis. Penyakit ini banyak ditemui di negara tropis dan subtropis, seperti Indonesia. Hal ini karena iklim yang panas dan lembap bisa membuat bakteri Leptospira bertahan hidup lebih lama. Leptospirosis juga lebih sering terjadi pada orang dengan kondisi berikut: pekerja dibidang pertambangan, pertanian, atau nelayan melakukan aktivitas sebagian besar di luar ruangan, para peternak, dokter hewan, atau pemilik hewan kesayangan sering berkontak langsung dengan hewan, pekerja yang aktivitasnya berkaitan dengan pembuangan atau selokan air, penduduk tinggal di lokasi rawan banjir, pencinta olahraga atau rekreasi di alam bebas.
Gejala Leptospirosis. Beberapa kasus dari penyakit ini, gejala leptospirosis tidak muncul sama sekali. Kebanyakan penderita, gejala penyakit ini bisa muncul 1–2 minggu setelah terpapar bakteri Leptospira. Penyakit ini memiliki gejala bervariasi pada setiap penderita dan awalnya seringkali dianggap gejala penyakit lain, seperti flu atau demam berdarah. Gejala awal dari penderita leptospirosis ditandai munculnya; Demam tinggi, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, diare, mata merah, nyeri otot, terutama pada betis dan punggung bawah, sakit perut, dan bintik-bintik merah di kulit yang sulit hilang saat ditekan.
Gejala ini pulih dalam waktu 1 minggu, namun sebagaian berlanjut yang disebut penyakit Weil. Penyakit ini muncul akibat peradangan yang disebabkan oleh infeksi dan berkembang 1-3 hari pasca gejala leptospirosis muncul. Adapun gejala dari penyakit Weil ini, antara lain: demam, penyakit kuning, sulit biuang air kecil, pembengkakan di tangan dan kaki, nyeri pada dada, sesak napas, jantung berdebar, terjadi kelemahan dan keringat dingin, dan sakit kepala dengan leher kaku.
Diagnosis Leptospirosis:
1. Tes darah, diperlukan untuk mengetahui fungsi hati, fungsi ginjal, dan kadar sel darah putih sebagai indikator infeksi, 2. Tes enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) atau rapid test, digunakan untuk menentukan jumlah antigen yang tidak diketahui pada sampel, dengan cara mengikatkan antigen dengan antibody spesifik yang ditempelkan di permukaan dinding ELISA plate. Intinya bahwa tes ini untuk mendeteksi antibody di dalam tubuh, 3. Polymerase chain reaction (PCR) digunakan untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, dalam hal ini sel bakteri Leptospira dalam tubuh atau secara singkat bahwa PCR ini untuk mendeteksi keberadaan bakteri Leptospira di dalam tubuh, 4. Tes aglutinasi mikroskopik (MAT), untuk memastikan keberadaan antibodi yang secara spesifik terkait dengan bakteri Leptospira, 5. Pemindaian dengan CT scan atau USG, untuk melihat kondisi organ yang mungkin terkena dampak peradangan akibat infeksi leptospirosis. 6. Kultur darah dan urine, diperlukan untuk mengetahui dan memastikan keberadaan bakteri Leptospira di dalam darah dan urine.
Pengobatan penyakit Leptospirosis: 1. Antibiotik. Amoxicillin, ampicillin, penicillin, doxycycline, cephalosporin 2. Pengobatan lainnya: penggunaan ventilator untuk mengatasi kesulitan bernapas dan prosedur dialisis untuk mengatasi ginjal yang terinfeksi.
Pencegahan Penularan penyakit leprospirosis dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1. Menjaga kebersihan lingkungan termasuk membuang sampah dapur setiap malam agar sisa makanan dan memastikan lingkungan rumah bebas dari tikus, 2. Melakukan vaksinasi pada hewan peliharaan dan ternak, 3. Memakai baju pelindung, sarung tangan, sepatu boat, dan pelindung mata saat bekerja di area yang berisiko menularkan bakteri Leptospira., 4. Tidak berendam atau berenang di air danau, sungai, atau kubangan, 5. Mengonsumsi air minum yang sudah terjamin kebersihannya, 6. Mencuci tangan setiap sebelum makan dan setelah kontak dengan hewan, 7. Mencuci sayuran dan buah dengan air bersih sebelum mengolahnya.
TangselCity | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
Pendidikan | 1 hari yang lalu
Olahraga | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 22 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu