TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Bharada E Cuma Wayang, Uber Dalangnya

Oleh: SIS/AY
Senin, 08 Agustus 2022 | 09:46 WIB
Suasana pengamanan di Mako Brimob Depok. (Ist)
Suasana pengamanan di Mako Brimob Depok. (Ist)

JAKARTA - Usai ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Bareskrim Polri, Bharada Richard Eliezer Lumiau alias Bharada E, memilih buka mulut selebar-lebarnya. Banyak nyanyian merdu keluar dari mulut Bharada E. Salah satu yang penting, dia mengaku disuruh orang lain untuk menembak Brigadir J hingga tewas. Fakta ini memperkuat dugaan banyak pihak bahwa Bharada E hanya wayang. Siapa dalangnya? Ini yang harus diuber.

Pertama kali muncul di hadapan publik untuk menjalani pemeriksaan di Komnas HAM, Selasa (26/7), Bharada E memilih diam. Wajahnya yang begitu lugu dan culun, hanya bisa tertunduk saat datang dan pergi meninggalkan gedung Komnas HAM. Aparat berpangkat rendah di Kepolisian itu, sama sekali tak mengeluarkan sepatah kata pun, saat diberondong pertanyaan oleh wartawan.

Saat itu, Bharada E memang masih berstatus sebagai saksi. Narasi yang berkembang saat itu, juga masih soal aksi polisi tembak polisi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Brigadir J tewas usai terlibat saling tembak dengan Bharada E.

Belakangan, narasi kasus itu berubah, setelah penyidik menetapkan Bharada E sebagai tersangka. Penyidik menjerat Bharada E dengan Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Pasal 338 adalah pasal pembunuhan.

Sementara Pasal 55 dan 56 tuduhannya adalah turut serta dan membantu dalam melakukan tindak pidana. Sangkaan tersebut menebalkan bukti kematian Brigadir J sebagai aksi pembunuhan dan pelakunya tidak tunggal.

Bharada E yang sudah hampir sepekan ini ditahan di Bareskrim Mabes Polri, tiba-tiba mengagetkan publik. Dia mengajukan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lewat kuasa hukumnya, Bharada E ingin menjadi justice collaborator (JC). Bharada E mengaku, bukan pelaku tunggal dalam penyebab tewasnya Brigadir J.

Pengakuan Bharada E ini disampaikan lewat kuasa hukumnya, Deolipa Yumara. Menurut Deolipa, kliennya tersebut telah mengatakan pernyataan jujur soal perintah melakukan tindak pidana pembunuhan.

"Ya. Dia diperintah oleh atasannya langsung. Atasan yang dia jaga," ujar Deolipa, dalam keterangannya, kemarin.

Deolipa menjelaskan, Bharada E telah memberitahu semua misteri terkait tewasnya Brigadir J.  Dia mengatakan, kejadian berdarah tersebut merupakan pesanan dari orang yang berpengaruh besar dalam pekerjaannya.

"Perintahnya, ya, untuk melakukan tindak pidana pembunuhan," jelasnya.

Alasan Bharada E mengajukan JC, kata Deolipa, karena dianggap dapat menjadi saksi kunci. Apalagi dari hasil pembicaraan hati ke hati, kliennya sudah menceritakan lengkap peristiwa yang dialaminya.

"Walau tersangka, penting ini untuk dilindungi, karena saksi kunci juga. Kami sepakat, sebagai justice collaborator dan meminta perlindungan hukum kepada LPSK," ujar Deolipa.

Sebelumnya, Bharada E juga disebut telah membuat laporan berita acara pemeriksaan (BAP) terkait nama-nama yang terlibat dalam kematian Brigadir J.  Salah satu pengacara Bharada E, Muhammad Boerhanuddin menjelaskan pihaknya telah membuat BAP tersebut, Sabtu (6/7).

"Semalam sudah di-BAP. Semua sudah disebutkan dan dijelaskan di situ," ujar Boerhanuddin.

Namun, dia enggan merinci sejumlah nama yang terlibat atas kematian Brigadir J lantaran masih dalam tahapan penyidikan. Dia lantas meminta masyarakat bersabar, menunggu perkembangan lebih lanjut dari tim khusus (timsus) yang menangani kasus tersebut. Meski demikian, dia membenarkan bahwa pelaku lain pembunuhan Brigadir J lebih dari satu orang.

Bisakah Bharada E jadi JC? Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo menyarankan, permohonan JC diajukan ke pihaknya dengan menghadirkan Bharada E.

"Sebaiknya, LPSK bertemu yang bersangkutan langsung," imbaunya kepada kuasa hukum Bharada E.

LPSK terlebih dulu menelaah lebih lanjut kesediaan Bharada E sebagai JC. Syarat utama sebagai JC, lanjutnya, bukan otak utama. Selain itu, wajib bekerja sama dengan penegak hukum. Keterangannya juga harus signifikan dalam proses peradilan pidana.

Wakil Ketua LPSK Susilaningtias ikut menyambut baik kesediaan Bharada E jadi JC. Namun, LPSK perlu kembali memeriksa langsung Bharada E soal niatannya itu. Pemeriksaan bisa dilakukan di Bareskrim, tempat Bharada E ditahan.

Ditambahkan Susi, secara syarat, Bharada E sudah bisa jadi JC. Soalnya, ia disangka melanggar Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP kesatu, juncto Pasal 56 KUHP. "Kalau dikenai Pasal 55 dan 56, otomatis tidak dia saja pelakunya, jadi pasti ada pelaku yang lain," ungkapnya.

Menko Polhukam, Mahfud MD ikut berkomentar soal Bharada E yang ingin jadi JC di kasus tewasnya Brigadir J. Mahfud menilai, langkah tersebut menyatakan bahwa Bharada E menyadari dia bukanlah pelaku utama dalam peristiwa yang menewaskan Brigadir J itu. 

"Artinya, dia menyadari bahwa dia bukan pelaku utama," ujar Mahfud MD, dalam Kompas Petang, Kompas TV, kemarin.

Pasalnya, kata Mahfud, JC adalah tersangka yang bersedia membantu atau bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus pidana.

"Karena justice collaborator itu adalah orang yang membantu, bukan pelaku utamanya," tegasnya.

Mahfud juga menilai keputusan Bharada E ini akan membuat perkembangan kasus terkait kematian Brigadir J semakin signifikan.

Desakan untuk mengungkap dalang peristiwa ini salah satunya disampaikan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti. Dia mendukung Kapolri menuntaskan kasus ini dengan transparan.

"Siapa pun pelaku dan dalang pembunuhan harus ditindak, termasuk jika hal itu melibatkan Irjen Sambo. Ini pertaruhan reputasi kepolisian dan Kapolri. Tidak ada seorang pun yang kebal hukum, termasuk jajaran elite kepolisian," ingatnya.

Sambo Diamankan 30 Hari Di Brimob

Sementara itu, di kasus ini, polisi juga sudah membawa mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo ke Markas Korps Brimob, lusa kemarin. Penjemputan Sambo mirip film action, mengerahkan puluhan personel Brimob bersenjata lengkap, berbaju loreng, ke Bareskrim.

Di Mako Brimob, Sambo diperiksa mendalam karena diduga melanggar etik dan berperan mengambil rekaman CCTV di TKP, yang diketahui raib usai kejadian. Pelanggaran etik yang dilakukan Sambo terkuak dari hasil pemeriksaan tim Inspektorat Khusus Polri terhadap 10 saksi.

Sambo bakalan ngandang selama 30 hari. Selain Sambo, ada empat personel korps baju cokelat lainnya, yang ditempatkan di Mako Brimob.

"Di Mako Brimob 30 hari info dari Inspektorat Khusus," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, kemarin.

Anggota Kompolnas Benny Mamoto menyebut, pemeriksaan Sambo di tempat khusus, yakni Mako Brimob sudah sesuai Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Hal itu tertuang dalam Pasal 98.

"Tim Khusus memiliki pertimbangan dalam menetapkan tempat khusus yang dipilih. Tujuannya memperlancar proses pemeriksaan," dukungnya.

Senada, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai, keputusan ngandangin Sambo di Mako Brimob untuk memudahkan penyelidikan. Apalagi pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Sambo tergolong fatal. Soal pengrusakan barang bukti. Konsekuensinya, jika terbukti, Sambo bisa dipecat.

"Ini pelanggaran kode etik berat, merusak TKP dan menghilangkan barang bukti, pistol, proyektil, dan lain-lain. Bisa dipecat," tegasnya.

Tindakan ini juga melanggar Pasal 221 KUHP juncto Pasal 233 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun serta Pasal 362 KUHP Juncto Pasal 56 dengan ancaman hukuman 5 tahun. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo