TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Betulkah Prabowo Mau Bangun Koalisi Besar ?

Laporan: AY
Selasa, 05 Maret 2024 | 08:57 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Setelah terpilih jadi presiden, Prabowo Subianto disebut-sebut akan membangun koalisi besar dengan merangkul semua parpol untuk memperkuat pemerintahannya. Betulkah kabar tersebut?
Kabar tersebut awalnya diungkapkan oleh Co-Captain Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Sudirman Said. Dia mengaku, mendengar manuver kubu 02 yang berusaha merangkul hampir seluruh partai untuk mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Bahkan sudah mulai ada bisik-bisik, seluruh partai dimasukkan saja ke satu koalisi besar, permanen, jangka panjang. Tinggal satu atau dua ditinggalkan di luar,” kata Sudirman, saat bicara di diskusi yang digelar di Desantara Foundation, Jakarta Selatan, Sabtu (2/3/2024).

Menurut dia, jika hal itu terjadi, maka akan menjadi preseden buruk bagi demokrasi Indonesia. “Hasil Pemilu saja belum resmi diumumkan,” tambahnya.

Mantan Menteri ESDM itu berharap, pemenang Pemilu akan memerintah dan kubu yang kalah akan menjadi penyeimbang. “Satu, dua pindah barangkali oke, tapi kalau niatnya mengkooptasi hampir seluruh partai kemudian menjadi kekuatan besar, apalagi dengan niat-niat buruk, itu bukan hal yang baik,” cetus Sudirman.
Menanggapi tudingan Sudirman, parpol pendukung 02 angkat bicara. Wakil Ketua Umum Golkar, Melchias Marcus Mekeng mempertanyakan, apa yang menjadi kesalahan Prabowo-Gibran jika berupaya merangkul semua parpol untuk diajak membangun bangsa.

“Saya rasa, itu sesuatu yang masuk akal dilakukan oleh kubu yang menang dalam rangka menjaga stabilitas pemerintahannya selama bermanfaat bagi bangsa dan negara,” tandas Mekeng.
Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan meminta Sudirman berhenti bicara yang aneh-aneh. “Dugaan yang prematur. Tahapan penghitungan suara hasil Pemilu berjenjang bertingkat sedang berlangsung. Ikuti semua tangga,” cecar Hinca kepada Redaksi, Senin (4/3/2024).

Dia juga meminta Sudirman menghormati KPU yang sedang fokus melakukan rekapitulasi suara secara berjenjang. Jangan dahulukan kerja KPU.

Taat di semua proses dan tingkatan. Jalan demokrasi yang kita lakoni sedang berjalan. Nikmati saja dulu. Enjoy. Kita tuntaskan semua tahapan,” sambung Komandan Echo Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran itu.

Sementara, Wasekjen PKB Syaiful Huda mengatakan kabar tersebut merupakan perspektif dari Sudirman. “Saya kira itu persepsinya Mas SS ya, Mas Sudirman Said,” cetus politisi pendukung Amin itu.
Sampai hari ini, lanjut Huda, PKB konsisten memperjuangkan perubahan sebagaimana jargon Anies-Muhaimin. “Yang hampir pasti sampai hari ini sebagaimana sikap yang sudah disampaikan oleh Gus Muhaimin dan Mas Anies, PKB dalam posisi terus bersama-sama ada di jalur atau di jalan perubahan,” tegas Huda.
Mengenai konteks pernyataan Sudirman bahwa sisakan satu atau dua partai, Syaiful memastikan PKB salah satunya. “Terkait dengan agenda skenario dan seterusnya itu ya, paling tidak kalau tahu itu ada menyisakan koalisi pasangan AMIN atau koalisi perubahan dan sampai hari ini masih ada di jalur perubahan,” tekan Ketua Komisi X itu.

PPP mengaku, belum ada pembicaraan mengenai koalisi. Partai pendukung Ganjar-Mahfud itu masih fokus memelototi rekapitulasi suara.
Belum ada pembicaraan koalisi bagi PPP. Pihaknya masih fokus mengawal rekapitulasi suara yang hari ini sudah masuk kabupaten dan provinsi.
“Soal koalisi, nanti setelah rekapitulasi nasional selesai di tanggal 20 Maret baru kami bicara koalisi,” jelas Ketua DPP PPP Achmad Baidowi.

Lalu apa kata pengamat? Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai koalisi besar dapat merusak sistem presidensial. Sekaligus merusak tatanan pengawasan eksekutif. Sebab, koalisi besar itu otomatis mendorong legislatif untuk ikut mendukung program eksekutif.
“Padahal, koalisi besar pemerintahan sistem presidensial seharusnya hanya diisi kabinet. Mereka yang ada di Parlemen tidak ikut berkoalisi. Karena parlemen adalah ruang yang berbeda. Mereka seharusnya tetap menjadi pengawas, perancang anggaran, hingga pembuat aturan bagi Pemerintah,” pungkas Dedi.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo