TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Suami Dapat Cuti Saat Istri Melahirkan, Akan Segera Jadi Kenyataan?

Oleh: Farhan
Minggu, 17 Maret 2024 | 09:24 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Rencana Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi dan Birokrasi (Menpan RB) Azwar Anas membuat aturan cuti ayah, menjadi sorotan.
Menurut Anas, cuti ayah (suami) saat istri melahirkan, bertujuan mendorong sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik. Untuk durasi cutinya, lanjut dia, berkisar satu minggu hingga 30 hari.
“Selain cuti istri melahirkan, ada cuti ayah. Ini untuk mendorong agar kualitas SDM mendatang lebih bagus,” ucap Anas, di Gedung Ombudsman Republik Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (14/3/2024), dikutip dari Kompas.com.
Anas mengatakan, ketentuan cuti bagi ayah itu, masih akan dibahas dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).

Menurut politisi PDIP ini, pemberian cuti itu, mempertimbangkan peran suami ketika istri melahirkan.

Ketentuan cuti ayah itu, lanjutnya, masih dibahas Pemerintah dengan usulan waktu libur 15 hari, 30 hari, 40 hari dan 60 hari.
Menurutnya, cuti ayah itu dicanangkan untuk menindaklanjuti masukan dari banyak pihak, termasuk anggota DPR.
Nantinya, aturan cuti ayah akan dituangkan dalam RPP Manajemen ASN yang berkedudukan sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2024 tentang ASN. Targetnya, RPP ini akan diselesaikan paling lambat April 2024.

Sementara itu, menurut Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), catatan KPAI pada desk kelompok kerja pengaduan, bahwa pengaduan untuk kluster keluarga dan pengasuhan alternatif, selalu menjadi angka tertinggi, yang menandakan kekerasan di ranah privat selalu menghadapi hambatan untuk dicegah. Ditambah, lanjut dia, angka perceraian termasuk tinggi di Indonesia dan laju angka kelahiran anak 5 juta per tahun.
"Artinya, ini perlu penyangga, memastikan anak-anak tetap dengan orangtua. Kemudian, angka perceraian karena masalah kemiskinan, disfungsi keluarga dan ketidaktahuan mengurus anak, kita berharap dapat dikurangi dengan cuti ayah," katanya.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai NasDem, Aminurokhman mendukung wacana Menpan RB ini. Namun, dia menegaskan, Pemerintah harus membuat dasar aturan yang jelas untuk membuat kebijakan tersebut.
"Jangan sampai ini membuat harap-harap tidak pasti," katanya kepada Rakyat Merdeka, Sabtu (16/3/2024).
Baca juga : AHY: Ini Perampokan!
Untuk membahas topik ini lebih lanjut, berikut wawancara dengan Aminurokhman.

Bagaimana tanggapan Anda tentang rencana MenPAN-RB Abdullah Azwar Anas, mengenai hak cuti ayah ini?
Usulan ini perlu kita kaji dulu. Dasar regulasinya apa.
Anda setuju?
Sepanjang itu bisa memberikan dampak yang positif bagi keluarga ASN, tentu Komisi II DPR mendukung.

Tapi pastikan dulu, dasar kebijakan ini apa. Jangan informasi ini terlanjur dipublikasikan, tapi implementasinya tidak konkret. Hanya menjadi isu baru yang pada akhirnya, harap-harap tidak pasti.

Menurut KPAI, cuti ayah ini mampu mendorong perlindungan anak, sekaligus kerukunan keluarga ASN. Tanggapan Anda?
Saya kira, itu positif ya. Namun ini harus dipastikan terlebih dahulu, supaya aturannya betul-betul bisa diimplementasikan. Karena, saya melihat dari usulan-usulan yang sudah disampaikan, implementasinya belum ril.
Jadi, dasar aturannya perjelas dulu, ya...

Nah, ini yang perlu mendapatkan atensi khusus, kalau memang ini inisiatif dari Menpan RB untuk memberikan kebijakan yang seperti itu. Sepanjang itu memberikan dampak yang positif untuk masyarakat, khususnya keluarga ASN, Komisi II DPR mendukung saja. Namun harus dipastikan dahulu, itu harus konkret.
Bagaimana tahapan di Komisi II DPR-nya?

Ini kan masih dalam konteks wacana yang akan diberikan kepada ASN. Karena, kebijakan tanpa regulasi, akan berdampak pada persoalan yang bias dan kemana-mana. Karena, ASN ini kan tidak hanya di Kementerian/Lembaga, tapi juga ada di kabupaten/kota dan provinsi.
Kalau tidak ada aturannya, daerah tidak akan mengimplementasikan semudah itu. Karena, mereka harus taat asas. Kemudian, ada evaluasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jangan sampai itu menimbulkan masalah. Sepanjang itu positif dan bisa diimplementasikan, kami sangat mendukung.

Apakah ini bisa masuk ke dalam turunan Undang-Undang ASN?
Kalau itu turunan, maka harus diatur dengan Peraturan Pemerintah. Nah, RPP-nya saja baru sekarang diusulkan pembahasannya. Kemarin baru disampaikan poin-poin pentingnya. Kalau itu harus diakomodir di pasal-pasal RPP, saya kira nggak ada soal, yang penting harus ada payung hukumnya. Jangan sampai kebijakan Pemerintah tanpa payung hukum yang nantinya, daerah pun ragu-ragu untuk mengimplementasikannya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo