TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Kabar Duka, 171 Petugas Pemilu 2024 Meninggal Dunia

Laporan: AY
Jumat, 22 Maret 2024 | 09:30 WIB
Petugas Pemilu. Foto : Ist
Petugas Pemilu. Foto : Ist

JAKARTA - Innalillahi wa inna ilaihi rojiun… Kabar duka datang dari proses Pemilu 2024. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat 171 petugas Pemilu meninggal dunia saat bertugas. Semoga pemilu mendatang tak ada lagi kejadian menyedihkan seperti ini.
Berdasarkan kategori pasien, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menjadi petugas Pemilu terbanyak yang meninggal sebanyak 87 orang. Lalu, 40 linmas yang meninggal, disusul 16 petugas pemilu, 10 saksi, sembilan panitia pemungutan suara, delapan anggota Bawaslu, dan sisanya panitia pemilihan di kecamatan.
Menurut Kemenkes, penyakit jantung penyebab terbanyak petugas Pemilu meninggal. Tercatat ada 38 petugas Pemilu yang meninggal karena penyakit jantung, syok septik 15 orang, meninggal dalam perjalanan 13 orang, hipertensi 10 orang, kecelakaan 10 orang, penyakit serebrovaskular 10 orang, sindrom distres pernapasan akut (ARDS) 10 orang, diabetes mellitus tujuh orang, multi organ failure-Non infectious tiga orang.

Lalu penyakit ginjal kronik tiga orang, henti jantung mendadak dua orang, dehidrasi dua orang, asma satu orang, TB Paru satu orang, sesak napas satu orang, kanker satu orang dan multi Organ Failure-Infectious satu orang. Sedangkan 40 orang lagi masih diselidiki penyebab kematiannya.

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengatakan, kasus kematian petugas Pemilu seharusnya tidak boleh terjadi. Ia berharap pada pemilu selanjutnya, angka kematian petugas bisa ditekan hingga nol kasus.
“Memang terjadi penurunan yang drastis dari jumlah petugas Pemilu yang wafat, tapi kami melihat satu nyawa yang meninggal sudah terlalu banyak. Kalau bisa di Pemilu 2019 bisa nol yang wafat,” ujarnya.

Sebagai perbandingan, pada Pemilu 2019, petugas yang meninggal ada 894 orang, dan yang sakit mencapai 5.175. Meski jauh lebih sedikit, kejadian ini tidak seharusnya terjadi.
Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago mengakui, Pemilu serentak membutuhkan SDM dengan energi yang prima. Sebab itu, seharusnya calon petugas pemilu wajib mengikuti tes kesehatan.

Bahkan ketika proses penghitungan berlangsung, Irma menyebut, harusnya petugas Pemilu diberi asupan gizi yang baik. “Dan setelah bertugas butuh asupan vitamin atau supplemen, setidaknya tiga hari sebelum dan sesudah hari pencoblosan,” katanya.

Politisi NasDem ini memiliki evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang. Yakni soal batas umur dan kesehatan SDM, serta subsidi vitamin untuk menjaga kondisi petugas pemilu agar tetap prima.

“Saran saya, sebagaimana usulan di atas. Sebelum ditugaskan, lakukan check kesehatan, beri subsidi vitamin, suplemen, dan batasi usia sumber daya manusianya,” imbuh Irma.

Pakar Kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini mengatakan, masih adanya korban karena desain Pemilu serentak tidak berubah. Yakni, masih berupa pemilu lima surat suara dengan kombinasi sistem yang kompleks. Akibatnya, berdampak pada beban kerja yang berat dengan tekanan kerja yang juga besar.
“Selama model keserentakan pemilunya masih seperti saat ini, dengan pemungutan dan penghitungan suara yang berlangsung manual, maka akan selalu ada korban yang terdampak akibat ekses kelelahan dalam menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara,” ulas Titi.
Menurutnya, UU Pemilu harus diubah. Pemilu serentak, seperti saat ini harus disederhanakan. Kata dia, mestinya Pemilu dilakukan dalam dua model keserentakan. Pertama, Pemilu serentak nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta anggota DPD. Kedua, selang dua tahun dilakukan pemilu serentak lokal atau daerah untuk memilih kepala daerah dah anggota DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

“Dengan model itu, beban kerja menjadi lebih sederhana dan logis, pemilih dan peserta pemilu juga lebih bisa fokus dalam pelaksanaannya,” usul Titi.

Selain itu, kelelahan juga akibat penghitungan suara yang masih manual dengan terlalu banyak salinan yang harus dibuat untuk diberikan kepada saksi dan berbagai pihak lainnya. Titi mengatakan, pembuat undang-undang harus serius memikirkan transformasi penghitungan dan rekapitulasi suara dari manual ke digital atau elektronik.
Sebenarnya Sirekap sangat strategis sebagai instrumen untuk merealisasikan digitalisasi rekapitulasi suara tersebut. “Sayangnya, KPU kurang serius dan maksimal dalam mengawal realisasinya,” kritik Titi.

Netizen yang mendengar hal ini hanya bisa mengelus dada. “Turut berduka cita yang mendalam atas meninggalnya anggota penyelenggara Pemilu tahun 2024,” kata @bung_zulzaman.
Akun @PutraErlangga95 hanya bisa mendoakan. “Innalillahi wainnailaihi rojiun. Semoga petugas pemilu yang wafat itu petugas yang amanah, sehingga wafat dalam Husnul khotimah. Aamiin,” ucapnya.

“Turut berduka untuk para petugas Pemilu yang wafat. Doa terbaik untuk mereka,” cuit @aanandi96146004. “Setiap Pemilu selalu ada banyak petugas pemilu yang wafat. Bukannya sistemnya dibenerin malah diromantisasi,” sesal @_Lady_Phi.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo