TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Busana Nasional Berpengaruh Luas, Kebaya Rawan Diklaim Tetangga

Laporan: AY
Minggu, 28 Agustus 2022 | 11:11 WIB
Rano Karno. (Ist)
Rano Karno. (Ist)

JAKARTA - Senayan mendukung kebaya menjadi warisan budaya tak benda di UNESCO. Pemerintah diminta segera menetapkan hari kebaya nasional.

Anggota Komisi X DPR Rano Karno menuturkan, secara definisi kebaya merupakan pakaian khas asal Indonesia. “Dia bukan pakaian asli Indonesa tapi merupakan pakaian khas asal Indonesia yang secara tradisional dikenakan oleh kaum perempuan Indonesia,” kata Rano Karno.

Rano menjelaskan secara terminologi kebaya terdiri dari dua kata. Pertama, dari kata ‘ke’ yang memiliki arti bergerak menuju satu tujuan. Berikutnya dari kata ‘baya’ yang memiliki makna teman atau sebaya atau teman sepengalaman.

Dengan demikian, kebaya merefleksikan sebuah tujuan yang berangkat dari pengalaman dan perjalanan yang sama sebagai sebuah bangsa. “Kebaya secara filosofis mengandung pemahaman tentang cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa,” jelasnya.

Rano bilang, kebaya sejatinya sudah dipilih Presiden Soekarno sebagai busana atau pakaian nasional yang menggambarkan identitas perempuan nasional pada tahun 1940-an. Soekarno malah menjadikan kebaya sebagai alat diplomasi melalui penyelenggaraan Konfrensi Asia Afrika pada tahun 1955 di Bandung sebagai implementasi pentingnya berkepribadian dalam berkebudayaan.

“Kebaya merefleksikan kesetaraan dan perjuangan emansipasi perempuan. Peringatan Hari Lahir Kartini pun identik pengenaan kebaya bagi perempuan Indonesia,” jelasnya

Atas dasar itu, Rano Karno berpendapat bahwa kebaya bukan sekadar pakaian. Namun lebih jauh, merupakan alat perjuangan dan ekspresi paling genuine tentang kebebasan dan budi pekerti.

Sukses diplomasi kebudayaan yang dilakukan oleh Soekarno melalui Konfrensi Asia Afrika bahkan telah mendorong kebaya meluaskan pengaruhnya hingga Asia Tenggara. Walhasil, kebaya kini mudah dijumpai di sejumlah negara tetangga bahkan tak sedikit negara Eropa yang ikut mempopulerkan kebaya ini.

Bung Karno sebenarnya telah memulai jauh lebih awal tapi sayang visi besar dalam melakukan ekspansi kebudayan tak dipahami banyak orang. “Sehingga diplomasi kebudayan yang digagas Bung Karno tidak berlanjut. Di lain pihak kebaya sebagai busana nasional yang pengaruhnya terlanjur meluas kini rentan diklaim oleh negara tetangga,” sambung dia.

Untuk itu, Fraksi PDI Perjuangan mendukung upaya untuk menetapkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda di tingkat dunia.

“Mendorong pemerintah segera menetapkan dan merealisasikan hari kebaya nasional melalui riset dan kajian ilmiah yang kuat pasca penetapan kebaya sebagai kebudayaan tak benda oleh UNESCO,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Kebaya Foundation Tuti Roosdiono menuturkan, kebaya merupakan hasil olah rasa, olah kreasi para leluhur yang merupakan produk budaya nusantara, sebagai budaya dunia. Selain itu, berbagai model kebaya telah memberikan kekayaan budaya nusantara sehingga layaklah kebaya dianggap sebagai identitas busana nasional bangsa Indonesia.

Tuti menjelaskan, sejatinya perempuan Indonesia telah mengenakan kebaya sejak Abad 15. Semua perempuan Indonesia telah mengenakan kebaya di mana pun berada dengan nyaman sesuai dengan kapasitas dan perkejaan mereka.

“Bahkan perempuan marginal dengan kesehariannya mencari kayu bakar, berjualan di pasar, berjalan dari desa ke desa, mengenakan kebaya dengan nyaman,” jelasnya. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo