Pengusaha Vs Pekerja, UMP 2025 Jadi Perdebatan
JAKARTA - Presiden Partai Buruh Said Iqbal minta Pemerintah menaikkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) maupun Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8 hingga 10 persen pada 2025.
Menurut Said, selama lima tahun terakhir, terutama pada tahun pertama, upah minimum tidak mengalami kenaikan di seluruh Indonesia, yang berdampak pada penurunan daya beli buruh. Dalam dua tahun terakhir, kenaikan upah minimum berada di bawah angka inflasi.
Sebagai contoh, di wilayah Jabodetabek, inflasi mencapai 2,8 persen, namun kenaikan upah hanya 1,58 persen. “Ini artinya buruh nombok setiap bulan,” ujar Said Iqbal.
Dalam beberapa tahun ini, kenaikan upah yang terjadi tidak menutup inflasi, sehingga daya beli buruh terus menurun. Kenaikan harga barang jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan upah nominal, sehingga buruh terus terbebani dan daya beli mereka merosot tajam.
Senada, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), Mirah Sumirat mendukung kenaikan gaji bagi buruh di Indonesia. Namun, bukan 10 persen, melainkan 20 persen. Alasannya, kenaikan harga pangan sudah mencapai 20 persen.
Bagaimana tanggapan kalangan pengusaha mengenai usulan buruh tersebut? Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jakarta Bidang Ketenagakerjaan, Nurzaman menyatakan, jika gaji naik, maka akan berdampak luas bagi perusahaan. “Kalau naik, akan ada efisiensi,” katanya.
Untuk lebih jelasnya, berikut wawancara dengan Mirah Sumirat tentang desakan organisasi buruh agar gaji naik itu.
Partai Buruh memandang, kenaikan UMK maupun UMP sebesar 8 persen hingga 10 persen. Bagaimana tanggapan Anda?
Saya minta kenaikan UMP 2025 itu 20 persen, bukan 8 atau 10 persen.
Kenapa sebesar itu?
Karena, akumulasi dari 2020 sampai 2024, rata-rata naiknya hanya 3 persen.. Bahkan, pada tahun 2022 tidak naik. Kemudian, harga pangan naiknya hingga 20 persen.
Bagaimana jika naiknya itu 8-10 persen?
Harga pangan dan kebutuhan dasar atau pokok, naiknya 20 persen. Kalau naiknya cuma 8 atau 10 persen, masih minus.
Kenaikan 20 persen itu, apakah tidak terlalu tinggi?
Kenapa saya katakan minta 20 persen, karena upah buruh rendah, sedangkan harga-harga tinggi dan harga kebutuhan pokok naik. Belum lagi banyak subsidi yang dicabut, kemudian juga uang kampus tunggal (UKT) juga mahal dan naik.
Tapi, usulan dari buruh tentang kenaikan gaji itu, kemungkinan ditolak pengusaha. Bagaimana respons Anda?
Soal penolakan, merupakan hal yang biasa. Dari dulu juga kalau dari serikat pekerja, serikat buruh mengusulkan angka, maka pengusaha menolak, pasti itu.
Karena itu, kami melemparnya ke Pemerintah. Nanti Pemerintah yang akan menghitung dan mempertimbangkan seperti apa.
Harus ada kesepakatan, ya?
Ketika ada usulan angka dari pekerja dan angka dari pengusaha, pastinya harus adil.
Apa ada saran untuk Pemerintah?
Prinsipnya, silakan diputuskan oleh Pemerintah. Tapi, jangan sampai malah pro kepada pengusaha dan menyingkirkan kaum buruh. Saat ini, kondisi ekonomi para pekerja, buruh itu sedang tidak baik-baik saja.
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 23 jam yang lalu
Pos Tangerang | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu