TangselCity

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

MPR Dan KPU Godok Pemilu Proporsional Tertutup

Awas Jual Beli Nomor Urut

Laporan: AY
Sabtu, 24 September 2022 | 15:24 WIB
(Foto : Istimewa)
(Foto : Istimewa)

JAKARTA - MPR dan KPU tengah menggodok opsi pemilihan legislatif atau pileg proporsional tertutup. Nantinya, pemilih hanya akan mencoblos parpol. Dan parpol yang akan memilihkan anggota DPR-nya.

Ketua Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, pileg den­gan sistem proporsional terbuka seperti saat ini menelan biaya politik yang mahal. Selain itu, rawan tindakan korupsi yang dilakukan anggota dewan.

Optimis Nilai Ekspor Nasional Bakal Melejit

“Pemilu di Indonesia itu sangat mahal, biaya dari anggaran negara itu mungkin dari Rp 100 triliun untuk KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Sekarang coba kita hitung biaya yang dikeluarkan oleh kandi­dat, itu pasti lebih dari itu,” ujar Djarot.

Karena itu, pihaknya menyambut baik usulan Ketua KPU Hasyim Asy’ari terkait pileg proporsional tertutup. “Bagus sekali Pak Hasyim Asy’ari menyampaikan kita harus berani balik ke sistem pemilu yang proporsional murni atau tertutup,” ungkapnya.

Diketahui, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik (parpol). Kemudian, partai politik akan menentukan siapa anggota legislatif yang bakal duduk di parlemen.

Sementara, dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diharapkan duduk di parlemen. Sistem proporsional tertutup dinilai bakal menciptakan persaingan yang lebih adil kepada para calon anggota legislatif.

“Tidak ada lagi pertarungan antar calon, mereka-mereka yang sekarang mengurusi partai luar biasa, berkorban luar biasa, kemudian pada saat pencalonan itu kalah sama orang baru yang membawa duit karena amplopnya lebih tebal, ini tidak fair,” ujar politikus PDI Perjuangan.

Di sisi lain, Djarot juga mengatakan bahwa kerja KPU akan lebih efisien dengan sistem proporsional tertutup. “Untuk mencetak kartu suara, formatnya lebih mudah bagi KPU (karena tanpa nama calon),” kata Djarot.

Dia mengungkapkan, dengan format pileg saat ini, KPU mencetak 2.593 model surat suara dengan jenis berbeda-beda.

“Bayangkan, apa nggak pusing dengan waktu yang sangat singkat, di seluruh dapil. Maka kita dorong supaya kajian ini kita kembali ke sistem proporsional yang murni, yang tertutup,” pungkasnya.

Anggota Badan Pengkajian MPR, Sodik Mujahid mengatakan, wacana pemilihan legislatif proporsional tertutup tak mungkin diterapkan pada 2024. Pasalnya, tahapan Pemilu 2024 sudah bergulir.

Dia mengatakan, tidak ada waktu lagi untuk merevisi Undang-Undang (UU) Pemilu. “Tidak untuk Pemilu 2024 karena waktu sudah mepet,” kata Sodik.

Sodik mengatakan, sistem itu kemungkinan bisa diterapkan saat Pemilu 2029. “Dipertimbangkan untuk waktu akan datang dan tolong teman-teman ingatkan hal ini nanti menjelang Pemilu 2029,” ujar politikus Gerindra.

Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja merekomendasikan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu selanjut­nya bisa mengadopsi metode proporsion­al tertutup bersyarat. Menurutnya, pileg dengan metode proporsional tertutup dan proporsional terbuka masing-masing mempunyai kelemahan.

“Kalau proporsional tertutup kelemah­annya dominasi elit parpol, menjauhkan pemilih dengan caleg (calon legislatif), dan memicu politik uang di internal par­pol. Kelebihannya, menguntungkan caleg kompeten namun tidak memiliki modal finansial dan popularitas,” ungkapnya.

Sedangkan untuk kelemahan propor­sional terbuka, Bagja menyebut, metode ini menghasilkan caleg terpilih tidak kompeten. Karena hanya mengandalkan kualitas finansial dan popularitas, memicu politik uang caleg dengan pemilih, dan melemahkan peranan parpol.

“Karena itu, saya mengusulkan meng­gunakan metode proporsional tertutup bersyarat. Caranya dengan pengaturan tentang perekrutan caleg oleh parpol secara partisipatif melibatkan publik. Ada pula pengaturan sanksi pidana dan administratif bagi praktik politik uang dalam perekrutan caleg oleh parpol,” tuturnya.

Netizen menolak penerapan kembali pileg dengan sistem proporsional ter­tutup. Alasannya, sistem tersebut lebih rawan dimainkan oleh elit politik dan menumbuhkan nepotisme dalam partai.

Akun @RijonManalu mengatakan, saat ini sistem proporsional tertutup belum ideal dilaksanakan. Karena, parpol belum siap melakukan proses kaderisasi yang matang dan berkelanjutan.

“Saya selaku warga negara tidak setuju dengan pemilihan proporsional tertutup,” tegas @yadicahbojo.

Akun @yadicahbojo mengata­kan, pemilihan proporsional tertutup sangat rawan permainan dan dimainkan oleh elite politik. Bisa jadi, kata dia, orang terdekat atau yang setor duit lebih besar yang dipilih menjadi legislatif.

“Sistem terbuka saja masih bisa main seperti, apalagi tertutup,” imbuhnya.

Akun @JuhdiBisri mengkritik alasan MPR yang meninginkan pileg propor­sional tertutup demi menghemat ang­garan. Dia bilang, kalau ingin pemilu berbiaya murah jangan ada kampanye mengumpulkan masa, cukup lewat pesan singkat, radio, televisi dan foster saja.

“Sistem proporsional tertutup rawan nepotisme dan kemungkinan menghasil­kan anggota legislatif yang tidak bermutu. Politik uang bermain dalam internal partai,” ungkap @PietAbik.

Senada diungkapkan @MaulaErwanto. Dia menyindir partai-partai dan elite politik yang ngebet ingin pileg kembali ke sistem proporsional tertutup. Kayaknya, kata dia, elite parpol sudah rindu, pemilu era Orde Baru, yang syarat tipuan, kolusi, nepotisme dan tentu korupsi.

“Nanti para caleg beri suap ke ketuanya agar dapat nomor jadi,” katanya.

Menurut @Sanca78, daripada sibuk otak-atik bagaimana sistem yang cocok untuk pemilu dan ketakutan mengeluar­kan biaya politik yang mahal, sebaiknya tidak perlu saja ada anggota DPR, cukup ketuanya saja.

“Karena anggota DPR hanya mengekor suara ketuanya saja,” ujarnya. (rm.id)

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo