Komisaris BUMN Tak Lagi Terima Bonus

JAKARTA - Kebijakan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) melarang komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usahanya mendapatkan tantiem merupakan langkah tepat. Kebijakan ini bakal mengurangi beban perusahaan pelat merah dan anak usahanya cukup signifikan.
Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara Rosan Roeslani menyampaikan, alasan melarang komisaris mendapatkan tantiem untuk menjalankan prinsip praktik terbaik global. Yakni, posisi komisaris tidak menerima kompensasi berbasis kinerja perusahaan.
Sementara, insentif bagi direksi, kini harus sepenuhnya berbasis pada kinerja operasional perusahaan yang sebenarnya dan laporan keuangan yang mencerminkan kondisi riil.
“Langkah ini diambil sebagai bagian dari agenda besar BPI Danantara untuk membangun sistem pengelolaan BUMN yang lebih akuntabel, efisien dan berorientasi pada kepentingan publik,” terang Rosan dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Rosan mengatakan, penataan ini merupakan pembenahan menyeluruh terhadap cara negara memberi insentif.
Dengan kebijakan ini, Danantara ingin memastikan, setiap penghargaan, terutama di jajaran dewan komisaris, sejalan dengan kontribusi dan dampak nyatanya terhadap tata kelola BUMN terkait.
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat ini menyebut, kompensasi tetap diberikan, namun lebih kepada sesuai fungsinya.
Dia menegaskan, kebijakan ini bukan bentuk pemangkasan honorarium. Melainkan penyelarasan struktur remunerasi, agar sesuai dengan praktik tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
Komisaris masih menerima pendapatan bulanan tetap yang layak, sesuai dengan tanggung jawab dan kontribusinya,” katanya.
Rosan melanjutkan, struktur baru ini mengadopsi praktik terbaik global yang menetapkan sistem pendapatan tetap, dan tidak mengenal kompensasi variabel berbasis laba untuk posisi komisaris.
Menurut Rosan, prinsip serupa juga tercantum dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) Guidelines on Corporate Governance of State-Owned Enterprises, yang menekankan pentingnya pendapatan tetap untuk menjaga independensi pengawasan.
Dia juga memastikan, kebijakan ini merupakan bagian dari agenda reformasi struktural BPI Danantara yang lebih besar, dalam membangun tata kelola investasi dan BUMN berbasis transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas publik.
Penyesuaian tantiem juga dirancang sebagai fondasi untuk meninjau ulang keseluruhan sistem remunerasi di BUMN,” jelasnya.
Sebagai informasi, kebijakan ini dituangkan dalam Surat S-063/DI-BP/VII/2025, penyesuaian tantiem akan mulai diimplementasikan pada tahun buku 2025, untuk seluruh BUMN portofolio di bawah BPI Danantara.
Rosan menegaskan, Danantara ingin menunjukkan, bahwa efisiensi bukan berarti mengurangi kualitas, dan reformasi bukan berarti instan.
“Tapi jika negara ingin dipercaya mengelola investasi, maka kita harus mulai dari dalam, dari cara kita menghargai kontribusi,” imbaunya.
Pengamat BUMN sekaligus Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis-Universitas Indonesia (FEB UI) Toto Pranoto menilai, larangan pemberian tantiem kepada komisaris BUMN berpotensi mengurangi beban biaya perusahaan secara signifikan.
“Kompensasi dewan komisaris termasuk tantiem itu sekitar 40 persen dari jatah direksi. Jadi kalau ini dijalankan, akan ada potensi efisiensi besar,” tutur Toto kepada Tangselposid, kemarin.
Namun Toto memperingatkan, dalam praktiknya nanti, larangan tersebut tidak akan mudah dilaksanakan. Bahkan, dirinya menyoroti tantangan lain yang patut diperhatikan.
Yakni, terkait kemampuan BUMN dalam mempertahankan jajaran komisaris yang berkualitas.
“Dengan dihapusnya tantiem, BUMN harus punya strategi agar profesional yang kompeten tetap tertarik berkontribusi dalam posisi strategis tersebut,” ucapnya.
Toto juga mewanti-wanti potensi penyiasatan terhadap kebijakan ini. Hal tersebut memungkinkan perusahaan mencoba mengalihkan kompensasi yang dihapuskan dalam bentuk fasilitas lain. Seperti, tunjangan atau fringe benefit, yang secara nominal setara.
Misalnya diganti menjadi tunjangan mobil, rumah, atau fasilitas lain yang pada akhirnya tetap membebani anggaran.
“Artinya, tantangan berikutnya adalah menjaga tata kelola agar tidak terjadi pelanggaran,” katanya.
Untuk itu, sambung Toto, Danantara perlu memperkuat mekanisme pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan di seluruh BUMN.
“Monitoring yang ketat sangat penting untuk memastikan kebijakan ini tidak hanya diterapkan secara formal. Tetapi juga diimplementasikan dengan integritas tinggi,” warning-nya.
Lebih jauh Toto melihat, langkah Danantara ini sebenarnya sejalan dengan tren global yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas dalam pengelolaan perusahaan milik negara.
“Dengan menempatkan efisiensi sebagai prioritas, BUMN diharapkan dapat bertransformasi menjadi entitas bisnis yang kompetitif dan berkelanjutan,” katanya.
Toto menegaskan, kebijakan ini juga mencerminkan transformasi dalam pendekatan manajerial di lingkungan BUMN, yang kini semakin berpihak pada prinsip meritokrasi.
Tidak hanya itu, sambung Toto, penghapusan tantiem bagi komisaris dan syarat ketat bagi direksi dalam menerima insentif, menunjukkan adanya semangat baru untuk menciptakan budaya kerja yang produktif dan bertanggung jawab.
Hal ini juga menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan internal dapat berperan dalam memperkuat kinerja keuangan, tanpa harus mengorbankan kualitas sumber daya manusia.
Dalam kerangka lebih luas, kebijakan ini menjadi tonggak penting bagi penguatan peran BUMN dalam pembangunan ekonomi nasional.
“Efisiensi anggaran dan akuntabilitas keuangan yang diperkuat, dapat berkontribusi positif terhadap kinerja korporasi maupun penerimaan negara secara keseluruhan,” pungkasnya.
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
Nasional | 17 jam yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu