Meski Surplus, Kenapa Harga Beras Premium Masih Mahal

JAKARTA - Ombudsman RI turun langsung memantau persoalan beras nasional. Hasil inspeksi di lapangan menunjukkan ada anomali. Di saat stoknya sedang surplus, beras di pasaran justru harganya mahal.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, pihaknya melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah penggilingan padi di Kecamatan Tempuran, Karawang, Jawa Barat. Dari 23 penggilingan, 10 di antaranya sudah tutup. Sementara itu, stok di penggilingan lain sangat menipis.
“Stok mereka hanya 5–10 persen dari kondisi normal. Biasanya mereka punya 100 ton, sekarang hanya sekitar 5 ton,” kata Yeka kepada wartawan di Jakarta, Jumat (8/8/2025).
Menurutnya, kondisi ini dipicu dua faktor: produksi padi yang menurun, dan kekhawatiran pengusaha penggilingan akibat pemeriksaan penegak hukum terkait mutu, kualitas, hingga kasus beras oplosan.
Hasil konfirmasi dengan pelaku usaha menunjukkan hal serupa terjadi di penggilingan besar. “Ada yang biasanya punya stok 30 ribu ton, sekarang tinggal 2 ribu ton. Ada yang biasanya 5 ribu ton, kini hanya 200 ton,” ujarnya.
Di pasar tradisional, harga beras premium kini mencapai Rp 16.500 per kilogram (kg), di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14.900 per kg. Yeka menyebut kenaikan ini karena penggilingan mencari kompensasi. “Kalau jual di ritel modern mereka rugi, tapi di pasar tradisional bisa untung,” katanya.
Ia menilai kondisi ini tidak adil. “Di ritel modern, harga relatif murah. Di pasar tradisional, masyarakat justru harus membeli dengan harga lebih mahal,” ungkapnya.
Yeka pun menyarankan pemerintah menghapus HET beras premium agar harga mengikuti mekanisme pasar. “Biarkan swasta menentukan harga, sementara pemerintah bisa intervensi lewat operasi pasar jika harga terlalu tinggi,” jelasnya.
Ombudsman juga menemukan beras impor tahun lalu masih tersimpan di Gudang Bulog sejak Februari 2024, dengan kondisi bau apek akibat penyimpanan terlalu lama. Meski masih bisa dikonsumsi setelah perbaikan kualitas, Yeka mendesak Badan Pangan Nasional (Bapanas) memberi kebijakan agar stok tersebut segera dilepas ke pasar.
Anggota Komisi VI DPR Sarifah Suraidah Harum meminta pemerintah segera menggelar operasi pasar secara masif guna menekan lonjakan harga beras. Dia juga meminta pemerintah memastikan ketersediaannya.
Menurut dia, pemerintah perlu bergerak cepat mengambil langkah antisipatif agar tidak terjadi gejolak harga komoditas beras di pasaran, mencermati keresahan masyarakat atas maraknya praktik pengoplosan beras tersebut.
"Jangan sampai masyarakat kita semakin resah. Setelah ada kasus beras oplosan, jangan sampai muncul gejolak kelangkaan stok beras di pasaran yang bisa mengakibatkan lonjakan harga beras. Ini sangat mengkhawatirkan publik. Pemerintah perlu segera mengambil langkah cepat," ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar IPB Dwi Andreas Santosa menilai wajar jika harga di pasar tradisional lebih mahal karena penjualan di ritel modern dibatasi HET yang belum menyesuaikan kenaikan harga gabah. “Di harga gabah Rp 6.500, biaya produksi beras premium sudah Rp 15.000/kg. Wajar rak di ritel modern kosong,” jelasnya.
Lalu, apa tanggapan pemerintah? Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan kementerian, pemerintah daerah, Perum Bulog, dan swasta untuk menstabilkan pasokan serta harga. “Operasi pasar murah lewat program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) terus digelar di berbagai provinsi,” katanya kepada Tangselpos.id, Sabtu (9/8/2025).
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras naik hingga 14 persen per Juli 2025. Sementara stok beras domestik, tercatat sebanyak 4,2 juta ton.
Olahraga | 1 hari yang lalu
TangselCity | 2 hari yang lalu
Pos Tangerang | 18 jam yang lalu
Nasional | 2 hari yang lalu
Galeri | 1 hari yang lalu
Olahraga | 1 hari yang lalu
Opini | 2 hari yang lalu
TangselCity | 16 jam yang lalu
Nasional | 1 hari yang lalu
Pos Banten | 2 hari yang lalu